Rabu, 10 Desember 2008

Leading vs Presiding




I suppose leadership at one time meant muscles; but today it means getting along with people.Gandhi

Akhir-akhir ini sering sekali kita membicarakan isu leadership, kepemimpinan, biasanya dikaitkan dengan kegiatan korporasi atau organisasi besar, sehimgga memunculkan adanya istilah baru semisal CEO wisdom, yakni semacam kebijaksanaan atau virtue yang telah dilakukan oleh kalangan pemimpin tertinggi perusahaan yang dianggap berhasil oleh masyarakat.
Leadership juga biasanya dikaitkan dengan managemenship, suatu hal seperti koin mata uang, antara memimpin dan mengelola adalah suatu hal yang saling terkait.

Leadership biasanya dikaitkan dengan visi dan proses pencapaiannya, sedang manajemen atau pengelolaan biasanya dikaitkan dengan pekerjaan optimasi sumberdaya untuk mencapai visi sang pemimpin tadi.

Didalam tema untuk memperingati ulang tahun suatu perusahaan dibuat suatu tema membangun leadership untuk mencapai kinerja ekselen, kata-kata leadership telah dijadikan semacam mantra bagi sesuatu yang dinisbahkan sebagai suatu kebaikan atau perubahan kearah yang lebih baik. Hal ini tidak salah, hanya didalam kenyataannya, praktek kepepimpinan yang dilakukan di beberapa perusahaan bukan merupakan praktek kepemimpinan yang inspiring, hal ini dikarenakan praktek kepemimpinan yang dilakukan miskin nilai-nilai/ values sehingga dirasa kering.

Saya kira malah pada sementara orang yang menjadi pemimpin suatu organisasi, tidak melakukan yang dimaksud dengan kepemimpinan, akan tetapi mereka bertindak presiding, hanya menjadi ketua organisasi.
Antara memimpin dan mengetuai tentu terdapat perbedaan yang besar, dalam memimpin terdapat kegiatan mengetuai, tapi dalam kegiatan mengetuai bisa jadi tidak memimpin.

Memimpin secara holistik hakikatnya adalah memimpin dan membangun jiwa atau nafs , jiwa siapa ? ya tentunya jiwanya sendiri untuk mencapai suatu kualitas diri tertentu, dengan bercermin pada sifat-sifat Tuhan, sehingga ia berubah menjadi makhluk nilai, makhluk cahaya, yang dengannya akan menarik perhatian para laron untuk menjadi pengikutnya , betapapun lemahnya cahaya itu menerangi, dia menarik para untuk laron bisa bergerak mengikuti arah.

Sementara mengetuai hanyalah sebuah formalitas dalam kepemimpinan, hanya pakaian bukan isi, banyak sekali orang mengetuai tapi tidak memimpin, dan ini pas dengan budaya kita yang sangat suka dengan simbol-simbol, sehingga dengan gampang menyamakan mengetuai dengan memimpin, meskipun tidak memiliki nilai-nilai yang layak untuk dipanuti, dalam bahasa keren nya orang itu lebih tepat disebut sebagai bos, karena menyiratkan adanya hubungan atasan dan bawahan, sementara pemimpin sudah pasti ada pengikutnya, seperti cahaya lampu yang selalu menarik perhatian laron.

Berarti pemimpin itu mengangkat harkat pengikutnya, sebaliknya bos adalah karena diangkat dan diberi bawahan.
Kepemimpinan yang inspiring itu banyak sekali, tetapi pemimpin yang ber kualitas hanya sedikit, kualitas itu ditentukan oleh sifat-sifat tertentu yakni kejujuran, amanah, piawai, dsiplin, kemampuan membangun kerjasama, adanya empati dan kepedulian pada yang dipimpinnya dan keadilan.

Steven Covey menyebut beberapa peran / kualitas yang harus dimiliki seseorang pemimpin yakni a). pemimpin sebagai perintis berkaitan dengan kemampuan memahami stake holders nya, b). pemimpin sebagai pemberdaya yakni berkaitan dengan kemampuan mengelola proses, struktur, pengembangan, informasi, pengambilan keputusan dan apresiasi, c). pemimpin selaku pemberdaya dan yang terpenting adalah d). pemimpin sebagai panutan.

Dengan kualitas seperti itu maka poster besar didinding kantor kita yang menanyakan pertanyaan “ are a leader ?” bisa kita renungkan, jangan-jangan selama ini yang kita lakukan kita bukan memimpin tetapi sekadar mengetuai alias menjadi bos belaka bagi bawahan dengan menjalankan tugas-tugas formal sesuai job deskripsi, sambil sebenarnya mengabaikan esensi memimpin itu apa.

Walahu’alam bishawab

Jumat, 21 November 2008

Pengap


Melihat acara-acara dan pemberitaan di televisi kita hari-hari ini, yang terasa memang pengap, udara di ruang batin kita terasa sesak.

Hampir tidak ada hari tanpa memberitakan kekisruhan, seperti demonstrasi mahasiswa, atau buruh, berita-berita kriminal , korupsi mutlak mendominasi semua acara pemberitaan di media televisi.

Slogan kalangan pers yang berbunyi bad news mean good news , berita buruk yang terjadi merupakan berita baik bagi usaha pemberitaan karena bisa meningkatnya tiras penerbitan yang ujung-ujungnya meningkatnya keuntungan media, benar-benar ditaati dan dijalankan dengan baik oleh pers kita.

Semua sudah maklum kalau para wartawan kita kebanyakan mangkalnya di kantor-kantor polisi, semata untuk mengejar berita-berita kriminal dan kehebohan lainnya.

Kita prihatin dengan hal ini, karena berita-berita negatif itu membangkitkan energi negatif didalam mental dan ruang batin kita. Kita menjadi marah, sedih dan kecewa, dengan mata melotot, serta menahan nafas begitu melihat dan mendengarnya.

Kalau energi negatif itu terus menerus timbul akibat dipacu oleh pemberitaan yang negatif, bukan tidak mungkin akan timbul sikap-sikap pesimis, putus asa dan bingung yang apada akhirnya hilangnya sikap saling percaya idalam masyarakat.

Memang semua yang terjadi di ruang publik kita kini, tidak lepas dari suasana batin kita semua, ditengah zaman yang berubah dan nilai-nilai keagungan terkikis. Ya karena selama ini kita hanya membangun materi, fisik, ekonomi sembari pembangunan mental , jiwa tertinggal.

Hari-hari ini kita semua mengalami pendangkalan jiwa dan hampir-hampir kehilangan makna keberagamaan. Ini musibah bagi kita semua .

Publik di negeri ini dibuat jengah dengan pemberitaan seseorang kaya dan dengan dalih legal keagamaan menikahi anak yang belum akil baliq dari rata-rata kelaziman dan norma umum, kita juga menjadi risih melihat orang-orang mempromosikan diri agar dianggap sebagai pemimpin dengan segudang dalih pembenar dan penuh percaya diri jor-joran memasang iklan politik..

Hari-hari ini kedepan apalagi menjelang pemilu seperti ini, akan banyak iklan-iklan politik seperti itu diruang publik kita, yang mengiklankan diri dengan penuh percaya diri, seolah olah menjadi orang yang paling tahu persoalan dari kita semua, padahal kita belum tahu sejauh apa yang sudah dilakukannya untuk negeri dan bangsa ini.

George Maxwell seorang pakar pernah mengatakan people don’t care about how much you know, until they know how much you care. Kita tidak peduli seberapa banyak pengetahuan seseorang mengenai sesuatu hal, akan tetapi yang dilihat adalah kepeduliannya kepada kita.

Kepedulian itu menyiratkan adanya pemihakkan dan pembelaan serta langkah konkrit yang telah dilakukkannya untuk kita, ada nuansa walked the talk.

Nilai-nilai fatsun, tata krama dan akhlak sosial dinegeri kita pun tampaknya mulai tercerabut, kehidupan kita kini, mulai dipenuhi dengan orientasi pragmatisme, nilai guna tanpa bingkai-bingkai nilai ideal. Orang menjadi terbiasa bertindak atas dorongan ambisi kuasa, materi dan hal-hal duniawi.

Nilai-nilai benar salah, baik buruk dan pantas tidak , dikalahkan oleh kepentingan praktis. Akibatnya banyak orang yang merasa boleh bertindak apapun demi meraih tujuannya.

Banyak fatsun baru yang berkembang seperti ungkapan, tidak ada persahabatan atau permusuhan abadi yang ada adalah kepentingan abadi, disini yang penting adalah pragmatisme, idealisme tidak lagi penting

Di zaman yang telah lewat ada kata-kata Nabi yang berbunyi , jangan berikan jabatan pada orang yang memintanya, tapi hari ini orang-orang modern berjuang jungkir balik untuk meminta jabatan.

Yah sekali lagi udara atau oxigen nilai-nilai kebaikan , sikap positif dan optimisme serta tindakan-tindakan heroisme di atmosfir mental kita sedang berkurang, sehingga kita menjadi sesak nafas karena pengap.

Semoga mereka orang-orang yang pada hari ini bekerja dan berjuang tanpa pamrih yang mewujudkan sikap kepedulian kepada sesama, ditempat-tempat yang sepi tetap teguh dalam pengabdiannya.

Semoga kita semua selamat melintasi semua ini. Subhanaka Allohuma Wa bihamdika, asyhaduan lahaila anta, astaghfirlahu wa atubuilaik
Wassalamu alaikum .

Jumat, 07 November 2008

Meritokrasi


“If there is anyone out there who still doubts that America is a place where all things are possible, who still wonders if the dream of our founders is alive in our time, who still questions the power of our democracy, to night is your answer , change has come to America “

itu pidato Obama pada saat ia memenangi perhitungan suara dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat.
Kata-kata Obama dalam pidato itu intinya menegaskan bahwa Amerika adalah negeri kesempatan , land of opportunity, dimana semua mimpi-mimpi bisa diwujudkan, dimana potensi terbaik manusia bisa dieksplorasi, dieksploitasi, tidak peduli ras,asal usul keturunan, perbedaan agama sehingga melahirkan semboyan the great American dreams.

Inilah mimpi besar bangsa Amerika yang bersumber dari mimpi pengembara, imigran dari berbagai bangsa, para pencari peruntungan yang mengadu nasib di benua baru, pada pertengahan abad lalu yang menjadi pioneer dan founding fathers nya bangsa itu.

Mimpi itu menegaskan bahwa siapun dia yang berjuang dan bekerja sepenuhnya mengejar mimpinya, sekalipun segila ataupun senaïf apapun , dia berhak memperoleh hak dan kesempatan untuk mewujudkan dan mengalami serta menikmati mimpinya.

Untuk itulah mereka berjuang sepenuh tenaga membangun system demokrasi hingga hari ini, dan masih terus berjuang hingga hari ini melawan common enemy yakni ketidakadilan , gender, rasisme, arogansi, perbedaan paham, agama, chauvinism ,diskriminasi dan lainnya.

Inspirasi i yang datang dari bangsa Perancis yakni liberte, egalite, fraternite, itulah yang merasuki bangsa Amerika , yang sebenarnya ini pesan semua agama, bahwa semua manusia pada hakekatnya sama, yang membedakannya hanyalah taqwanya kepada Tuhan, takwa selalu menghasilkan manfaat dan kontribusi kepada manusia, sedang maksiat hanya menimbulkan mudharat dan kekacauan dimana-mana.

Apa yang saya sampaikan diatas bukan maksudnya mau memuja-muja Amerika, karena kita pun saat ini tengah berjuang untuk mewujudkan mimpi kita dengan platform yang sama.

Seorang pengamat politik dari Singapore pernah mengatakan bahwa ada tiga syarat utama jika suatu masyarakat itu hendak maju , yaitu bahwa hubungan kemasyarakatan harus menerapkan prinsip meritokrasi, yakni penghargaan masyarakat sepantasnya diberkan kepada mereka yang berprestasi dan member kontribusi yang paling banyak. Hal ini belum sepenuhnya berjalan di negeri kita, karena hubungan sosial kita masih diwarnai distorsi berupa nepotisme, kolusi dan korupsi, bahkan primordialisme masih kuat berakar dalam kehidupan sosial kita.

Hal ini semakin diperparah dengan budaya kita yang masih penuh dengan formalitas dan simbol-simbol. Orang masih dinilai berdasarkan atributnya, belum jati dirinya, kita masih terkagum kagum melihat gelar seseorang, padahal belum tentu kemampuannya, perilakunya setara dengan gelarnya. Sampai sekarangpun dalam penerimaan pegawai baik di Departemen atau perusahaan masih mementingkan gelar disbanding kemampuannya.

Dalam beragama apalagi, orang dinilai shaleh hanya karena gelarnya haji, ibadah ritualnya rajin meskipun akhlaknya belum tentu. Semakin maju suatu masyarakat maka system meritokrasi semakin mengemuka dan dibutuhkan .
Syarat lebih lanjut dari suatu kemajuan adalah kemudahan mengakses informasi, tidak boleh ada barrier to entry atas informasi. Sedemikian pentingnya informasi itu karena sebenarnya itulah yang semata-mata dicari manusia dalam semua lintasan peradaban, terlebih lagi dialam modern dewasa ini. Hanya dengan informasilah segala sesuatunya bergerak, dan siapa saja yang menguasai informasi, maka ia menguasai kemajuan. Jadi information is a power, ia adalah bahan baku ilmu pengetahuan manusia.

Informasi dapat di akses melalui beragam cara, mulai dari pendidikan, hingga hiburan, apalagi saat ini media informasi begitu beragam, maka berikanlah sebanyak banyaknya informasi, terutama juga yang bersifat langitan/heavenly, supaya kita bisa melihat wisdom, ultimate goal dari kehidupan kita.
Dan prasyarat kemajuan lainnya adalah kaum muda, yang terdidik dan mengambil peran elementer dalam kehidupan sosial kita. Amerika sudah membuktikannya dengan banyak pemimpin muda yang tampil menjadi presiden, tidak hanya Obama yang menjadi presiden diusia 47 tahun, tapi bahkan John F Kennedy lebih muda lagi 43 tahun sudah menjadi Presiden Amerika. Dimanapun didunia ini yang mengambil inisiatif kemajuan suatu kaum adalah orang muda, bahkan bangsa kita dimulai dari sumpah para pemuda, Ir Soekarno menjadi presiden dalam usia 40 tahun.
Di negeri kita tampaknya senioritas masih jadi prioritas, tak apa karena Jepang pun sama, karena senioritaspun bisa didasarkan pada meritokrasi.

Sekali tiga unsure ini bisa mengambil tempatnya yang layak dalam hubungan sosial kemasyarakatan kita, insya Allah kemajuan akan ada ditangan kita , kita juga tidak kekurangan orang seperti Obama kok.

Rabu, 05 November 2008

Anomali


Risikonya orang punya saham, sudah pasti ups and down , dipenuhi dengan emosi kalau lagi bullish, bisa lupa diri tapi kalau lagi bearish , bisa juga sih bunuh diri.

Kondisi saham di pasar modal sekarang sudah anomali , mengalami gejala up side down, ada semacam kelainan , banyak perusahaan yang fundamentalnya baik, tapi harga sahamnya tetap jeblok, karena jual beli apapun sekarang tergantung persepsi dan pencitraan , persis seperti orang jual beli mobil, dalam persepsi orang Indonesia hanya mobil merek Jepang saja yang dianggap bagus sehingga memiliki resale value tinggi, sementara merk lain yang mutunya juga baik tapi resale valuenya rendah, ini soal brand image.

Namanya pasar , siapapun dia begitu masuk dan main di pasar dan jualan produk harus bisa membangun citra, tapi ada juga sih perusahaan yang tidak begitu peduli membangun kesan positif karena merasa fundamental sudah cukup baik dan tidak perlu pemasaran, akibatnya sahamnya juga pasif , harga sahamnya tidak naik-naik.

Suatu perusahaan jalan tol di negeri antah berantah Highway Enterprise dalam Triwulan III tahun 2008 membukukan peningkatan pendapatan sebesar 35 % atau setara dengan Rp 2,497 triliun, dibandingkan pendapatan Triwulan III di tahun 2007 yang mencapai angka Rp 1,849 triliun.

Peningkatan pendapatan itu disumbang dari peningkatan volume kendaraan sebesar 2 %. sebanyak 644 juta kendaraan di tahun 2007 meningkat menjadi 657 juta kendaraan di tahun 2008. dan kenaikan tarif tol sebesar 12,4% di dua ruas jalan Tol . Peningkatan pendapatan sudah pasti berdampak positif terhadap peningkatan laba operasi Perusahaan.

Namun demikian harga sahamnya tetap jeblok cuma berkisar sembilan ratusan, belum nembus ke seribu, apalagi menyamai level harga perdana seribu tujuh ratus.

Argumen sederhananya ini semua gara-gara krisis ekonomi global yang dipicu kasus sub prime mortgage di Amerika sana , kasus nya sistemik gara-garanya dipicu oleh orang-orang dinegara kaya yang merasa kurang kaya , dan membuat produk portofolio dan dijual ke suatu kelompok masyarakat yang tidak mampu. ya akhirnya gagal bayar terhadap kewajiban hutangnya.

Tapi dampak dari kejatuhan harga saham global ini , yang paling menderita sudah pasti karyawan bodoh dan pemimpi, tadinya beli saham mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan dengan mengikuti program MESOP di Perusahaan Highway Enterprise tadi, di bela-belain sampai ngutang , padahal untuk main di pasar modal dan beli saham ada semacam rule tak tertulis, yaitu tidak boleh beli pakai uang pensiun, pakai uang hasil ngutang, apalagi pakai tabungan sekolah anak, tapi harus uang yang betul-betul nganggur, karena main di saham sama seperti suatu perjudian, risikonya tinggi, meskipun kalau lagi beruntung bias meledak hasilnya, ya persis judilah.

Tapi karyawan sudah keburu percaya iming-iming bahwa kesempatan menambah kesejahteraan mesti ikut program MESOP, meskipun sosialisasinya yang emitennya tidak begitu jelas dan minim persiapannya, akibatnya sekarang bukannya untung malah buntung.

Bermacam nya skema pembiayaan untuk pembelian saham terjadi, ada yang pakai pola kredit ke bank dengan jaminan bonus dan benefit lainnya, ada juga yang ikut pola margin trading , yaitu saham dibelikan secara talangan oleh broker dengan jaminan saham itu sendiri.

Si Broker punya hak opsi yang disebut discretionary selling, yakni semacam hak/kuasa menjual sendiri sekiranya saham yang jadi jaminan itu harganya turun sampai dibawah 20%, dan dapat dilaksanakan tanpa pemberitahuan kepada karyawan.

Dalam kondisi seperti saat ini dimana harga saham rontok hampir 50%, saham habis karena dijual untuk menutupi kerugian broker, ditambah beban bunga dan selisih kekurangan harga saham dari harga perdana yang harus ditanggung karyawan.

Inilah namanya golongan orang yang bangkrut para muflisin, alih alaih mau untung malah buntung. Kalau bicara normatif hitam diatas putih orang-orang ini sudah pasti kalah berhadapan dengan formalitas hukum, yang namanya hutang ya harus dibayar, kalau tidak, bisa juga sih dipidanakan karena penggelapan, tapi kalau bicara fair ini seolah-olah karyawan harus menanggung semua kerugian broker akibat krisis global yang diluar kemampuannya, jadi kerugian yang ditanggung ini sebenarnya sudah tidak wajar, kalau si broker sih tidak ada kerugiannya, karena ganjalnya ada yaitu karyawan bodoh dan pemimpi ini.

Sepertinya harus ada semacam program bailout dari perusahaan sebagai agent of the last resort,supaya nafasnya bisa nyambung lagi, apalagi ada sebagian yang sudah dekat atau keburu pensiun bahkanada yang sudah meninggal dunia.

ini benar-benar kejadian yang kaya tetap dan bahkan tambah kaya, yang miskin tambah blangsak

Itulah sebabnya Tuhan di dalam Al Qur’an meminta agar kita dalam kehidupan ini menjauhi angan-angan, karena hari esok tidak ada yang tahu.

Spekulasi itu sebenarnya judi atau bahasa arabnya maisir, sebenarnya haram.

Selasa, 21 Oktober 2008

Tiga Kata



Tiga kata, ya hanya tiga kata yang bersumber dari sifat Tuhan cukup untuk membangun suatu peradaban.
Peradaban adalah suatu keteraturan, suatu tata krama dalam berhubungan dengan Tuhan sebagai sang Pencipta kehidupan, dengan alam semesta, bumi tempat kita berpijak dan dibuai dalam kasih sayang alam dan dengan sesama manusia.

Tanpa 3 kata itu , yang terjadi hanyalah kerusakan dan chaos, baik dialam fisik dan terutama dialam mental, dan itu sudah terjadi sekarang ini, persis seperti pertanyaan malaikat kepada Tuhan pada awal saat akan menciptakan ras manusia, yang akan membuat kerusakan dimuka bumi.

Bumi kita sekarang mengalami banyak krisis, mulai pemanasan global, moneter, ekonomi dan yang terparah adalah krisis kemanusiaan, itu karena kita kehilangan 3 kata tersebut.

Ketiga kata itu adalah salam, maaf dan terimakasih. Salam itu maknanya luas bukan sekadar berjabat tangan atau salam salaman, akan tetapi menuntut tindakan konkrit menyebarkan keselamatan bagi orang lain ,dengan cara memuliakannya.

Salam dalam arti yang lebih luas bisa juga berarti pasrah, tapi bukan pasrah dalam pengertian tidak berbuat apa-apa, pasrah fatalisme, pasrah disini diartikan tunduk sepenuhnya pada kehendak Tuhan, yang mewujud dalam hukum alam semesta, baik semesta fisik, semesta jasamani, semesta mental dan semesta jiwa, yang kesemuanya memiliki prinsip-prinsip kerja sendiri-sendiri, kelihatannya beda2 tapi semuanya dalam kesatuan yang harmonis.

Menolak bersikap pasrah dalam pengertian tersebut diatas, sebenarnya kita melawan diri sendiri dan yang terjadi kita sendiri yang konyol.

Salam berarti memuliakan, dimulai dengan kata kemudian menjalani kata-kata sampai kemudian kita merasakan berkah yang terkandung didalamnya.

Ibarat obat satu butir pil, tapi manjur dan mustajab dan menyembuhkan itulah salam.Tanpa salam tidak akan ada masyarakat, karena manusia akan saling memangsa homo homini lupus

Selanjutnya kata maaf, sorry, punten adalah ungkapan kerendahan hati bahwa sudah kodratnya kalau manusia itu ditakdirkan lemah dan sering alpa dan berbuat salah, meskipun sudah sepenuh diri kita menjalani hidup dengan penuh kehati-hatian,tetap saja tanpa disengaja ataupun tidak kita berbuat salah, itu karena tidak sepenuhnya kita bisa mengendalikan semesta diri kita.

Tanpa ada kata maaf yang terjadi hanyalah bara api yang akan membakar diri manusia dan menghancurkannya.
Kata maaf ini gampang mengucapkan cuma sulit melaksanakannya, saking sulitnya sampai-sampai Tuhan menjanjikan surga bagi mereka yang bisa memaafkan kesalahan oranglain, disamping itu sebenarnya memaafkan itu bukan untuk siapa-siapa tapi buat diri sendiri.

Kata yang ketiga adalah terimakasih, banyak kejadian buruk menimpa karena kita tidak berterimakasih atas apa yang kita terima, bumi kita rusak juga karena banyak manusia yang tidak pernah berterimakasih pada bumi.

Berterimakasih itu hakikatnya merayakan dan memuliakan segenap apa yang kita dapatkan dari Tuhan, manusia lain dan alam semesta, yang tiada lain berterima kasih pada diri kita sendiri.

Rabu, 01 Oktober 2008

Kemelekatan







Perjalanan manusia melintasi ruang dan waktu di alam materi menjadi suatu takdir bagi ruh manusia yang telah ditakdirkan Tuhan untuk mencari kesejatiannya.
Manusia adalah ruh yang menjasmani, paduan sempurna makhluk surga yang tinggi dan makhluk bumi yang rendah.Ibarat air bening bercampur dengan hitamnya bubuk lempung menjadi krya, patung, ia kehilangan jati dirinya bukan lagi ruh bukan juga tanah lempung, ia mengalami krisis identitas.

Pelintasan ruh dialam materi untuk kembali mengetahui identitas dirinya itu mengandung risiko ia tersesat karena terserap dan melekat kedalam materi..
Dalam kenyataan sosialnya, diri manusia menjadi lost in crowd , dirinya hanya menjadi noktah, digit atau unit komoditas dalam dunia bebas yang serba high tech sekarang ini.

Ritual shahadat ,shalat, zakat,puasa dan haji hakikatnya untuk menyadarkan manusia sebagai makhluk ruhani yang mulia.
Dengan menjalani puasa yang maknanya menahan diri, dimaksudkan agar manusia tidak hanyut dalam arus hedonisme dan materialisme yang begitu kuat mencengkeram kehidupan modern yang tiada habisnya. Menghentikan dorongan syahwat perut dan seksual.
Syahwat seksual mewujudkan dirinya menjadi narsisisme dan pergaulan yang serba permisif. Syahwat perut adalah semua kesenangan jasmani yang bias dipenuhi dengan uang dan uang yang menyuburkan perilaku koruptif .

Saat kita menahan diri dan berpuasa sebulan penuh itu hakekatnya kita sedang menahan arus itu, mengendapkannya dan menyortir perilaku hedonis dan materialistik itu, bila mungkin kita menjadi asketik agar eksistensi kita ada.
Idul fitri adalah makna pulangnya, atau kembalinya kita kerumah diri untuk menyaksikan kotoran dalam kedirian kita akibat perjalanan melintasi alam materialistik. Pembersihan diri untuk menyaksikan diri kita yang suci hanya dapat dicapai lewat penyadaran dan pengakuan bersalah dan dilanjutkan dengan penebusan redemption .Hanya dengan inilah kita meneguhkan bahwa kita ada.

Pembersihan jiwa dari kemelekatan atas dunia materi dilakukan dengan melaksanakan zakat untuk menghentikan tarikan syahwat yang menuntut sikap outside in karena alam materi yang serba scarcity terbatas.
Pembersihan jiwa dilakukan dengan meneguhkan kembali sikap inside out, karena khasanah jiwa melimpah adanya (abundant). Disini refleksi diri diaktualisasikan dengan sikap aku ada untuk kamu .Keberadaan diri itu hanya akan bermakna melalui pengakuan dan keterlibatan keberadaan orang lain.

Itu semua makna hakikat dari apa yang kita jalani dengan puasa, idul fitri dan zakat. Dalam prakteknya setan sungguh licik dan pintar menggoda dengan cara mengecoh, membelokkan dan bahkan mendangkalkan makna spiritual ibadah itu, sehingga dampaknya belum dapat mengangkat harkat diri kemanusiaan kita yang terjerumus dalam kemiskinan.

Dalam prakteknya kita melaksanakan ibadah itu hanya sebatas simbol , tarawih, tadarus, dan puasa hanya menjadi ritus penggugur kewajiban, sekadar polesan kosmetika seolah-olah kita sudah beragama, .Bahkan lebaran yang diikuti dengan silaturahim dan bermaaf maaf an hanya sekedar lip service, karena bahkan dengan orang yang baru kenal saja kita sudah maaf maaf an.

Zakat menjadi kegiatan karitatif artifisial yang kita sendiri pun mahfum tidak membantu sama sekali fakir miskin dari kemiskinan struktural yang menjepit kehidupannya.

Jeratan tradisi yang menyikapi keberagaman secara formal, dipenuhi symbol-simbol, dengan takbir, ketupat,salam salaman, mudik dst sudah semestinya diubah dan tidak berhenti disitu.

Jalaludin Rumi meminta kita untuk going beyond pergi melintasi yang serba bentuk menuju yang serba hakikat.Puasa yang hakekatnya menahan syahwat itu harus berlanjut dihari hari berikutnya sepanjang tahun, jangankan yang haram yang halal pun ditahan untuk dinikmati, semua ini dimaksudkan agar hidup menjadi tenteram dan sejahtera.
Zakatpun demikian bukan lagi tindakan temporer, karitatif filantropis dan sporadik, akan tetapi diwujudkan menjadi suatu gerakan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan menghapus kemiskinan.

Dengan sikap seperti itu maka hikmah shalat, zakat, puasa menjadi gerakan pemakmuran bumi dan perahmatan alam sebagaimana maksud Rasulullah diutus.
Walahua’lam bishawab.


Inspirer : Radhar Panca Dahana

Selasa, 02 September 2008

Less Lead, Much Manage


Sedikit memimpin , tapi kebanyakan mengelola atau memenej. Seorang rekan mengomentari cara kerja kita diperusahaan, yang seakan akan berputar-putar disitu saja tidak maju-maju.

Dia bilang beda manage dengan take a lead , atau beda antara memimpin dengan mengelola, adalah bahwa memimpin tipikalnya adalah do the right things , melakukan suatu yang benar. Disini yang dipersoalkan adalah menyangkut soal baik dan buruk . Kebaikan dan kebenaran atau truth menjadi tujuan yang dicapai, karena ia menjanjikan kemuliaan / glory sedang keburukan harus ditinggalkan karena ia menyebabkan kehinaan / disgrace.

Untuk mencapai kebenaran yang menjadi tujuannya. Seorang pemimpin dituntut memiliki trust, baik dari orang-orang yang dipimpinnya maupun kepada orang orang dipimpinnya. Hubungan pemimpin dan yang dipimpinnya adalah trust.

Trust dicapai jika seseorang telah mencapai pribadi yang memiliki integritas.jika level trust masyarakat dengan pemimpinnya tinggi dan sebaliknya, maka kemajuan akan dicapai dalam tatanan masyarakat seperti itu. Sebaliknya terjadi dekadensi dalam kehidupan jika tiada tingkatnya trust rendah .

Adapun mengelola atau manajemen titik beratnya adalah melakukan sesuatu secara benar , do the things right. Disini yang dipersoalkan adalah benar dan salah khususnya dalam aras pengaturan sumber daya, agar supaya bisa efisien dan efektif, atau tepat guna dan berhasil/berdaya guna, yang menjadi tujuan disini, adalah optimasi yakni hasil terbaik berbanding sumber daya yang telah dikeluarkan.

Karena hanya fokus pada pengaturan di aras sumberdaya, maka manajemen peduli pada proses, bisa dikatakan process oriented, sehingga jika kebanyakan mengelola atau overly manage, menyebabkan suatu organisasi bisa jalan ditempat meskipun tetap sehat, ini bisa diibaratkan orang yang melakukan treadmill , yang memenuhi semua parameter sehat maka ia akan menjadi sehat, meskipun dia tidak kemana-mana. Effort / usaha yang dilakukan sama dengan orang yang berjalan atau bahkan berlari, bedanya dia berlari tetapi ditempat. Penyakit yang sering timbul dengan organisasi model begini adalah kejenuhan.

Tentu saja antara memimpin dan mengelola dua hal yang berbeda tetapi dalam prakteknya tidak bisa dipisahkan. Agar organisasi bisa bergerak maju, diperlukan tindakan kepemimpinan atau leading atau bobot memimpin harus lebih banyak dibanding dengan mengelola.

Ibarat dalam satu kapal, maka nakhodalah yang menentukan kapal akan kemana dan berlabuh dimana, sedang first officer mengatur pembagian tugas dan petugas dan distribusi sumber daya agar bisa sampai ketujuan.

Kalau kapal sudah berlayar tapi kemudian terkatung-katung ditengah lautan karena nakhoda tidak tahu harus kemana, itu sama dengan organisasi yang pemimpinnya tidak mempunyai visi, atau visinya tidak jelas, maka organisasi jadi stgnan, tidak bertumbuh meskipun pekerjanya bisa tetap tenang, karena terus disibukkan dengan proses-proses yang menyita waktu tenaga.

Sudah menjadi tabiat alam semesta kalau jiwa yang tidak bertumbuh dan diam lama kelamaan akan mengalami atrofi, proses pembusukan. Jiwa harus tumbuh, oleh karenanya dia butuh pemimpin yang memiliki visi yang bisa menggerakkan seluruh energi jiwa agar bisa bergerak kedepan untuk menggapai nilai-nilai baru yang berguna bagi kehidupan.

Selasa, 05 Agustus 2008

Renungan menyambut HUT Kemerdekaan RI ke 63



Tak terasa 63 tahun sudah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri dan merdeka dari penjajahan, memang untuk ukuran hidup suatu bangsa yang usia 100 tahun, masih tergolong muda bahkan bisa dibilang setaraf dengan masa kanak-kanak yang akan berangkat remaja.

Jika dilihat dari perspektif ini tentu bisa dimaklumi, jika kehidupan sosial kita yang masih belum teratur dan tertib, bahkan masih dipenuhi gejolak dinamika berupa pertengkaran antar sesama komponen bangsa, kondisi ini mirip keadaan temper tantrum , suka mengamuk dan merajuk pada anak-anak, cerminan sikap yang belum memahami tanggung jawab .


Akhir-akhir ini kita juga disibukkan dengan semakin meraja lela tindakan korupsi dalam kehidupan pejabat publik kita dan kehidupan keseharian kita.


Semua ini mencerminkan kita masih berada dalam taraf anak-anak dalam kehidupan berbangsa.


Datangnya era reformasi, memberikan bangsa kita berkesempatan untuk memasuki alam remaja yang juga penuh gejolak, dan sibuk bereksperimen dengan kebebasan yang muncul secara tiba-tiba setelah sekian lama terkekang dibawah rezim Orde Baru yang serba otoriter.


Kebebasan yang datang tiba-tiba itu memunculkan sikap eforia kebebasan dimana-mana, dan serba anti kemapanan, karena kemapanan dianggap identik dengan warisan rezim lama yang kepalang dianggap tidak benar sehingga harus segera ditinggalkan, sementara sistem dan nilai-nilai baru belum ada, dan masih perlu waktu, ini membuat kita jadi limbung.


Kondisi ini persis seperti anak remaja yang baru tahu dunia diluar rumah, tapi belum mengerti apa-apa dan masih serba meraba-raba. Keadaan mental anak-anak dan remaja adalah berputar disoal senang dan benci, enak dan tak enak, dan inginnya serba instan serba materil, bukan persoalan benar salah dan baik buruk yang semestinya dicari.


Dengan metafor seperti itu, maka masa kanak-kanak dan remaja bangsa Indonesia hanya bisa diselamatkan apabila pendidikan anak bangsa dapat dilakukan dengan baik dan benar serta berkesinambungan dalam membentuk nilai-nilai yang luhur. Seperti kejujuran, visioner, tanggung jawab, kepedulian.


Karena hakikat alam semesta bahwa semua yang terjadi dialam materi, merupakan refleksi dari apa yang terjadi dialam fikiran (baca mental), Goethe, seorang filsuf terkenal Jerman pernah berkata , awasi pikiranmu karena ia akan membentuk kata-kata, awasi kata-katamu karena ia membentuk tindakan kita, awasi tindakanmu karena ia membentuk karakter mu, dan awasi karaktermu karena ia menentukan nasibmu.


Jika kita merenungi apa yang dikatakan Goethe tersebut diatas, gejala kekisruhan yang terjadi dalam perjalanan kehidupan nasional kita ini, sebenarnya merupakan refleksi kerusakan yang terjadi dialam fikiran kita sebagai bangsa, hal ini pernah disampaikan oleh Bapak Presiden kita Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi berbagai kekisruhan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Semua hal yang terjadi ini bisa saja merupakan buah pendidikan masa lalu yang lebih menekankan pada pembangunan fisik material dibandingkan dengan pembangunan mental spiritual bangsa kita. Ibarat orang yang sibuk mengubah pakaian agar bisa kelihatan menjadi seseorang yang terhormat, tetapi perilaku dirinya sebenarnya rendah, maka apapun yang dipakaikan kepadanya akan memperlihatkan perilaku rendahnya itu, sebab pakaian hanyalah sebatas kulit luar, atribut yang kurang bisa menutupi karakter seseorang yang dasarnya tidak berbudaya.


Negeri tetangga mungkin bisa dijadikan contoh bagaimana membangun suatu tata nilai, suatu budaya sehingga berkembang menjadi masyarakat yang lebih tertib dan teratur dan relatif lebih maju, karena para pemimpin bangsanya benar-benar memberi perhatian besar pada pendidikan anak bangsanya.


Bahkan dulu di era tahu 70 an bahkan sampai sekarang pun mereka mengirim pelajarnya ke negeri kita untuk belajar, bahkan ke seluruh dunia untuk menimba ilmu, yang kelak bisa dimanfaatkan bagi pembangunan tanah airnya.


Sekarang kita bisa menyaksikan kemajuan yang pesat yang mereka raih, bahkan sekarang mereka yang menawarkan pendidikan kepada kita, ini ibarat kebo nusu gudhel, ini menunjukkan betapa besarnya dampak pendidikan dan pembinaan pola pikir anak bangsa yang akhirnya bisa membentuk karakter dan tata nilai yang mendukung kemajuan peri kehidupan modern.


Ini menjelaskan mengapa reformasi kita gagal dan belum menunjukkan hasil yang diinginkan, coba kita perhatikan selama ini yang kita perbaiki dalam kehidupan berbangsa adalah, proses, prosedur, peraturan yang semuanya sebenarnya hanya atribut, kulit dan pakaian, sementara pada saat yang sama pendidikan dan pembinaan karakter bangsa ketinggalan bahkan tambah terpuruk.


Kita bisa melihat kecilnya anggaran pendidikan kita yang masih berkisar 17%, masih dibawah standar Undang-Undang Pendidikan yang mensyaratkan minimal 20 %, apatah lagi bila dibandingkan dengan negara tetangga yang lebih dari 30 %, hal ini jelas jauh dari keseimbangan. Perubahan proses , prosedur , peraturan tanpa diimbangi dengan pendidikan dan pembinaan yang memadai , tak banyak artinya bagi perubahan budaya


Kehidupan kita hari ini bisalah dikatakan semuanya serba semaunya, reformasi kita maknai sebagai bisa melakukan apapun sesuka hati kita atas nama hak azasi, tak peduli apakah ia melanggar hak orang lain, hak publik yang penting kita untung.


Kemerdekaan yang pada 17 agustus setiap tahun kita peringati hanyalah sebuah pintu gerbang menuju alam kebebasan, dan kebebasan itu sejatinya merupakan kebebasan memilih, karena semua dalam kehidupan ini adalah pilihan-pilihan. Memilih yang benar dari yang salah, yang sejati dari yang imitasi, yang baik dari yang buruk, namun semua itu memerlukan sesuatu kemampuan yang bersumber dari olah pikir dan rasa yang baik agar bisa membentuk karsa yang bisa diwujudkan, semua itu membutuhkan pendidikan , pembelajaran.


Didalam kebodohan orang hanya akan memilih yang enak, yang nyaman yang bisa langsung dirasakan, sehingga yang berkembang adalah budaya yang tidak memiliki ketinggian, sebaliknya perlaku rendah yang merajalela, seperti korupsi, keserakahan , arogansi , mengejar kenikmatan sesaat dan tak peduli dan empati pada orang lain apatah lagi pada alam lingkungan.


Dalam tataran keberagamaan, Islam sebagai agama mayoritas yang begitu tinggi nilai-nilai kebenarannya hanya dipahami dan diaplikasikan secara simbolis, penuh formalitas belum menyentuh keberagamaan yang hakiki yang penganutnya menjadi rahmat bagi alam.


Semua kegagalan kita hari ini karena kita gagal membangun jiwa kita, kita sibuk membangun hal-hal fisik material.Dalam lagu Indonesia Raya disana kita diminta terlebih dahulu membangun jiwa , baru kemudian membangun badan agar terwujud yang namanya Indonesia Raya nan jaya.


Allah dalam Al Qur’an mengatakan bahwa Ia tidak akan mengubah nasib suatu bangsa/kaum sampai bangsa/kaum itu mengubah apa yang ada didalam diri mereka yakni jiwa. Tanpa perubahan didalam lubuk jiwa yang akan menyinari perubahan pola pikir dan tindakan kita , maka cita-cita kemerdekaan yang kita impikan itu untuk mengubah nasib bangsa masih sangat jauh jalannya.

Senin, 04 Agustus 2008

Impian dan Kemampuan Mengelola Pikiran


Betapa sering kita mengagumi berbagai hal di sekeliling kita.
Kita mengagumi ciptaan Tuhan, seperti alam semesta dengan segala isinya: gunung-gunung, lautan, sungai, hutan, dan segala keindahan ciptaanNya yang menakjubkan.
Kita juga bahkan mengagumi keindahan dan kecanggihan ciptaan manusia, seperti gedung-gedung tinggi, komputer, peralatan komunikasi, pesawat luar angkasa bahkan berbagai simbol kemewahan seperti: baju Ralph Laurent, sepatu Bally, pena Mont Blanc, dasi Giorgio Armani, dan berbagai jenis mobil mewah seperti Mercedez Benz, BMW, Jaguar, dan sebagainya.Kita seringkali dibuat takjub oleh hal-hal yang berada di luar kita tersebut.
Tetapi di sisi lain kita justru sering tidak menyadari dan tidak pernah mengucap syukur atas ciptaan Tuhan yang luar biasa dan yang merupakan maha karya (master piece) Tuhan yang paling sempurna (the ultimate creation) dari seluruh ciptaanNya yang lain, yaitu kita, manusia. Setiap kita adalah sangat berharga, bernilai tinggi, unik, dan sangat indah serta jauh lebih berharga dibandingkan apa pun di dunia ini.

Pernahkah kita menyadari bahwa tubuh kita terdiri atas 200 bentuk tulang yang berbeda yang terangkai dan tersusun secara sempurna; dibungkus dengan milyaran serat otot dan dikoordinasikan oleh jaringan syaraf yang panjangnya tidak kurang dari 10 kilometer. Jantung kita adalah sebuah pompa mekanik yang mengagumkan, yang berdenyut rata-rata 36 juta kali setiap tahunnya sepanjang hidup kita, tanpa pernah beristirahat. Sedangkan otak kita merupakan komputer canggih yang mengendalikan lebih dari seratus tugas (super multi tasking) secara bersamaan dalam sistem tubuh kita.
Pernahkah pula kita sadari bahwa setiap kita adalah unik dan setiap kita berbeda dibandingkan dengan orang lain. Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang identik atau sama, bahkan saudara kembar identik pun tidak. Artinya sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna, setiap kita juga memiliki kelebihan dan kekuatan yang berbeda satu sama lain.
Keyakinan itulah yang harus mendasari setiap pergumulan dan upaya kita meraih hal-hal terbaik dalam kehidupan ini.

Pernahkah kita menyadari bahwa seorang tukang parkir yang berdiri di samping sebuah mobil Mercy S700, adalah jauh lebih mengagumkan dan luar biasa dibandingkan dengan mobil tersebut. Sang tukang parkir adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa, sedangkan mobil mewah adalah ciptaan manusia; tetapi kita justru lebih mengagumi mobil tersebut dibandingkan seorang manusia yang tercipta dalam kesempurnaan ilahi.

Menurut Stephen Covey, ada empat anugerah Tuhan kepada manusia yang spesifik tidak dimiliki oleh ciptaanNya yang lain. Ke empat anugerah ilahi itulah yang membuat manusia unik dan memiliki daya untuk menjadi co-creator bagi kehidupannya.
1. Kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk berpikir tentang proses berpikir kita sendiri. Ini yang menjadi alasan mengapa manusia memiliki kekuasaan atas semua benda di dunia ini dan mengapa manusia dapat membuat kemajuan penting dari generasi ke generasi.

2. Imajinasi, yaitu kemampuan untuk mencipta di dalam benak kita di luar realitas kita saat ini.

3. Suara hati, yaitu kesadaran batin yang dalam tentang yang benar dan yang salah, tentang prinsip-prinsip yang mengatur perilaku kita, dan pengertian tentang tingkat di mana pikiran dan tindakan kita selaras dengan prinsip-prinsip tersebut.

4. Kemauan, yaitu kemampuan untuk bertindak berdasarkan kesadaran diri kita, bebas dari semua pengaruh lain.

Dengan keempat anugerah Ilahi tersebut berarti sesungguhnya kapasitas manusia tidak terbatas. Hal ini karena kita memiliki semua hal yang diperlukan untuk mencipta (imajinasi) berdasarkan tuntunan atau panduan suara hati yang mewujud atas kesadaran diri dan terdorong oleh kehendak bebas dalam diri kita.

Kalau kita perhatikan sekeliling kita, semua benda ciptaan manusia, tidak ada satu pun yang tercipta tanpa terlebih dulu melalui proses imajinasi dan upaya yang tidak kenal lelah untuk mewujudkannya (kehendak bebas) dan berdasarkan tuntunan intuisi, ilham atau inspirasi.
Artinya setiap kita juga memiliki kemampuan unik tersebut untuk mencipta dan mewujudkan setiap imajinasi atau gambaran mental yang ada dalam pikiran kita menjadi realitas fisik atau kenyataan.

Analogi Gunung Es dan Kekuatan Tersembunyi KitaSetiap manusia pada dasarnya tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya, sampai akhirnya pada suatu titik ketika beberapa orang yang sukses dapat menemukan rahasia tersebut dan menjadi dan atau memperoleh apa pun yang mereka impikan dan inginkan selama ini. Kekuatan tersebut adalah seperti bagian gunung es yang tidak kita ketahui sebelumnya.

David J. Schwartz dalam bukunya The Magic of Thinking Big mengemukakan empat alasan atau dalih mengapa banyak orang tidak mencapai impian atau kesuksesan. Dalih tersebut antara lain adalah dalih kesehatan, dalih usia, dalih intelegensi dan dalih nasib. Ke empat hal itulah yang sering digunakan manusia untuk meyakinkan dirinya bahwa kesuksesan dan kehidupan yang luar biasa adalah bukan untuknya. Kita adalah sebatas pikiran kita. Pernyataan ini sangat tepat untuk menunjukkan bahwa apa pun jadinya kita, apa pun yang kita miliki semuanya tergantung dari apa yang kita pikirkan dan kita yakini.

Enam Kekuatan Utama Manusia
1. Kekuatan Impian (The Power of Dreams)Untuk memperoleh hal-hal terbaik dalam kehidupan ini, setiap kita harus memiliki impian dan tujuan hidup yang jelas. Setiap kita harus berani memimpikan hal-hal terindah dan terbaik yang kita inginkan bagi kehidupan kita dan kehidupan orang-orang yang kita cintai. Tanpa impian, kehidupan kita akan berjalan tanpa arah dan akhirnya kita tidak menyadari dan tidak mampu mengendalikan ke mana sesungguhnya kehidupan kita akan menuju.

2. Kekuatan dari Fokus (The Power of Focus)Fokus adalah daya (power) untuk melihat sesuatu (termasuk masa depan, impian, sasaran atau hal-hal lain seperti: kekuatan/strengths dan kelemahan/weakness dalam diri, peluang di sekitar kita, dan sebagainya) dengan lebih jelas dan mengambil langkah untuk mencapainya. Seperti sebuah kacamata yang membantu seorang untuk melihat lebih jelas, kekuatan fokus membantu kita melihat impian, sasaran, dan kekuatan kita dengan lebih jelas, sehingga kita tidak ragu-ragu dalam melangkah untuk mewujudkannya.

3. Kekuatan Disiplin Diri (The Power of Self Discipline)Pengulangan adalah kekuatan yang dahsyat untuk mencapai keunggulan. Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang. Menurut filsuf Aristoteles, keunggulan adalah sebuah kebiasaan. Kebiasaan terbangun dari kedisiplinan diri yang secara konsisten dan terus-menerus melakukan sesuatu tindakan yang membawa pada puncak prestasi seseorang. Kebiasaan kita akan menentukan masa depan kita. Untuk membangun kebiasaan tersebut, diperlukan disiplin diri yang kokoh. Sedangkan kedisiplinan adalah bagaimana kita mengalahkan diri kita dan mengendalikannya untuk mencapai impian dan hal-hal terbaik dalam kehidupan ini.

4. Kekuatan Perjuangan (The Power of Survival)Setiap manusia diberikan kekuatan untuk menghadapi kesulitan dan penderitaan. Justru melalui berbagai kesulitan itulah kita dibentuk menjadi ciptaan Tuhan yang tegar dalam menghadapi berbagai kesulitan dan kegagalan. Seringkali kita lupa untuk belajar bagaimana caranya menghadapi kegagalan dan kesulitan hidup, karena justru kegagalan itu sendiri merupakan unsur atau bahan (ingredient) yang utama dalam mencapai keberhasilan atau kehidupan yang berkelimpahan.

5. Kekuatan Pembelajaran (The Power of Learning)Salah satu kekuatan manusia adalah kemampuannya untuk belajar. Dengan belajar kita dapat menghadapi dan menciptakan perubahan dalam kehidupan kita. Dengan belajar kita dapat bertumbuh hari demi hari menjadi manusia yang lebih baik. Belajar adalah proses seumur hidup. Sehingga dengan senantiasa belajar dalam kehidupan ini, kita dapat terus meningkatkan taraf kehidupan kita pada aras yang lebih tinggi.

6. Kekuatan Pikiran (The Power of Mind)Pikiran adalah anugerah Tuhan yang paling besar dan paling terindah. Dengan memahami cara bekerja dan mengetahui bagaimana cara mendayagunakan kekuatan pikiran, kita dapat menciptakan hal-hal terbaik bagi kehidupan kita. Dengan melatih dan mengembangkan kekuatan pikiran, selain kecerdasan intelektual dan kecerdasan kreatif kita meningkat, juga secara bertahap kecerdasan emosional dan bahkan kecerdasan spiritual kita akan bertumbuh dan berkembang ke tataran yang lebih tinggi.

Semua dari kita berhak dan memiliki kekuatan untuk mencapai kehidupan yang berkelimpahan dan memperoleh hal-hal terbaik dalam kehidupannya. Semuanya ini adalah produk dari pilihan sadar kita, berdasarkan keyakinan kita, dan bukan dari produk kondisi keberadaan kita di masa lalu dan saat ini. Sebagaimana dikatakan oleh Jack Canfield dalam bukunya The Power of Focus, bahwa kehidupan tidak terjadi begitu saja kepada kita. Kehidupan adalah serangkaian pilihan dan bagaimana kita merespons setiap situasi yang terjadi pada kita.

Note :

No one is born to lose. Everyone is born to win. And the biggest difference that separates the one from the other is the willingness to learn, to change, and to grow.Renungan ini tidak akan banyak berarti dan tidak akan pernah dapat menginspirasi kita untuk mencapai hal-hal terbaik dalam kehidupan kita, mencapai kehidupan berkelimpahan, jika setiap kita yang membacanya tidak memiliki kemauan dan hasrat untuk belajar, untuk berubah dan bertumbuh

Quoted from safruddin.wordpress.com

Imaginary interview with God


Pada suatu hari karena rakhmat dan kasih sayang serta kemurahan Tuhan, seorang aulia diberi kesempatan untuk mewawancarai Tuhan

Tuhan : wahai aulia, benarkah kamu ingin mewawancarai Aku ?

Aulia : ya Tuhan ku dengan segala puji keharibaan mu yang Maha suci dan Maha memperkenankan , sekiranya Engkau ada sedikit waktu untuk ku.

Tuhan : Oh, waktuku adalah kekekalan! No problem ajukanlah pertanyaanmu hai aulia.

Aulia : Terimakasih Tuhan, apa yang paling mengherankan Tuhan tentang kami umat manusia ?

Tuhan : Dari perspektif surga, kalian adalah makhluk aneh. Kalian suka mencemaskan masa depan sampai lupa pada masa kini, sedemikian rupa sehingga kalian tidak hidup sekarang tetapi tidak pula dimasa depan. Kalian hidup seolah-olah tidak akan mati dan mati seolah-olah tidak pernah hidup. Kalian cepat bosan sebagai anak-anak dan terburu-buru ingin segera dewasa, tetapi kemudian rindu menjadi anak-anak kembali, suka bertengkar, berkelahi dan ribut soal-soal sepele. Kalian rela kehilangan kesehatan untuk mengejar uang, tetapi kemudian membuangnya untuk mendapatkan kembali kesehatan kalian.hal-hal itulah yang membuat hidup kalian susah dan banyak masalah.

Aulia : lantas apa nasihat Tuhan bagi kami agar kami bisa hidup benar dan berbahagia?

Tuhan : Ah, semua nasihat sudah pernah kuberikan, inipun keanehan kalian juga, selalu melupakan nasihatku, tetapi baiklah karena engkau selalu diperhatikan orang, sedangkan mimbarku semakin jarang dihadiri orang, baiklah kan kuulangi beberapa nasihatku yang terpenting.

Pertama, kalian harus sadar bahwa mengejar rejeki adalah sebuah kesalahan. Yang seharusnya kalian lakukan adalah mengupayakan agar kalian layak dikucuri rejeki. Jadi janganlah mengejar rejeki, tetapi biarlah rejeki mengejar kalian.

Kedua , siapa yang kalian miliki lebih berharga daripada apa yang kalian punyai, jadi perbanyaklah silaturahim, kurangilah musuh, seribu kawan masih kurang, satu lawan terlalu banyak.

Ketiga, selalu membandingkan diri kalian dengan orang lain adalah suatu kebodohan, sebaliknya kalian harus mensyukuri apa yang sudah kalian terima, kemudian kenalilah talenta, bakat dan potensi yang kalian miliki lalau kembangkanlah sebaik mungkin, maka kalian akan menjadi manusia unggul berkualitas, dan pada kondisi inilah juga rejekimu akan selalu mengikuti rumah kalian.

Keempat, orang terkaya diantara kalian bukanlah dia yang paling banyak mengumpulkan harta, akan tetapi dia yang paling sedikit keperluannya sedemikian rupa, sehingga masih sanggup memberi dan berbagi dengan sesamanya.
Kelima, orang yang terbesar diantara kalian ialah dia yang menolong orang lain menjadi besar, bukannya dia yang sibuk membesarkan dirinya dengan bermacam-macam gelar dan kehormatan. Yang terakhir ini mendatangkan kecemburuan sedangkan yang pertama mendatangkan rasa sayang. Jadi kalian harus mendalami lagi makna pelayanan

Keenam , dua orang bisa melihat dan mengalami hal yang sama tetapi menghayatinya secara berbeda, jadi belajarlah memahami pikiran dan perasaan orang lain. Secara khusus, jangan pernah memutlakkan pendapat kalian sendiri, bertanya mendengar dan berdialog lebih baik daripada beropini, berteoring dan saling berbantah.

Ketujuh, bila kalian berbuat kesalahan, tidak cukup hanya mendapatkan pengampunan dari KU dan dari orang yang kalian cederai, tetapi kalian harus juga belajar mengampuni diri sendiri

Itu saja bila kalian bisa mengamalkan tujuh nasihatku ini, niscaya kalian akan mendapati kehidupan yang bahagia dan selamat. Dan ingatlah semua nasihatku ini telah termaktub dalam kitab suciku dan apabila kalian ada dalam masalah dan kesusahan, ingatlah bahwa Aku selalu ada didekatmu, maka mintalah pertolongan kepadaKu maka akan Ku penuhi permintaanmu.

Aulia : Terima kasih Tuhan segala puji hanya milik MU

Senin, 21 Juli 2008

Suara Hati


Suara Hati
Song By :Iwan Fals


Apa kabar suara hati?
Sudah lama baru terdengar lagi
Kemana saja suara hati?
Tanpa kau sepi rasanya hati

Kabar buruk apa kabar baik?
Yang kau bawa mudah mudahan baik
Dengar dengar dunia lapar
Lapar sesuatu yang benar

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Ku dengarkah orang orang yang menangis?
Sebab hidupnya dipacu nafsu
Kau rasakah sakitnya orang yang terlindas?
Oleh derap sepatu pembangunan

Kau lihatkah pembantaian?
Demi kekuasaan yang secuil
Kau tahukah alam yang kesakitan?
Lalu apa yang akan kau suarakan?

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Jangan pergi lagi

Minggu, 13 Juli 2008

Jogja


Pengalaman jalan dan muter-muter di Jogja ternyata membawa nikmat tersendiri. Kota ini memang sarat nuansa tradisi khas jawa, tenang, kalem tidak terburu-buru, sehingga adrenalin tidak perlu terpacu beda dengan Jakarta, yang semuanya serba terburu-buru sehingga adrenalin menyemprot kejantung membuat urat darah menciut dan jantung berdegup lebih cepat, mata gampang melotot, darah mudah naik sampai keubun-ubun, begitu menemui yang tak diharapkan langsung muncrat sumpah serapah.

Jogja memang beda, saya menyimpan kekaguman tersendiri mengenai kota ini, terutama karena ia mewakili kultur jawa, yang menurut saya merupakan salah satu budaya paling tinggi didunia. Orang jawa dikenal dengan budaya penuh tata krama yang mengekspresikan pendapatnya tidak hanya melalui kata – kata verbal akan tetapi juga melalui body language, sehingga dalam berhubungan dengan orang jawa perlu memperhatikan selain konteks, juga hal-hal seperti itu.

Bagi orang Sumatra yang terbiasa dengan komunikasi langsung verbal, membuatnya menjadi serba kikuk. Orang jawa bisa saja meng angguk, dan tersenyum tapi itu belum tentu bahwa ia setuju lho, bahkan bisa saja meskipun bicaranya lembut, tapi sebenarnya itu merupakan ekspresi marah. Jadi berkomunikasi dengan orang jawa memang diperlukan kearifan memahami sgala sesuatu yang tidak hanya sekedar verbal.

Sikap nrimo, yang sering menjadi sindiran , menurut saya justru menjadi letak kekuatannya orang jawa. Kalau direnungkan sikap menerima atas segala kejadian yang menimpa nya dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya bukanlah perkara mudah. Sikap menerima adalah sebuah pilihan untuk menerima segala hal yang datang dalam kehidupan ini dengan segenap konsekwensinya,yang sebenarnya sesuatu yang tak terelakkan dan tak dapat ditolak, karenanya ia harus diterima sebagai kehendak sang Gusti Allah.

Saya kira hal seperti itu muncul dari sikap pandangan (world view) yang melihat dan mencoba memahami kehendak Tuhan sebagai suatu hal yang mutlak yang tak perlu dilawan tetapi justru sebaliknya harus diterima. Sejak jaman dulu karena sikap seperti ini, maka berhubungan dengan orang jawa sebenarnya diperlukan suatu ketinggian budi bahasa, karena sebenarnya karakter orang jawa adalah non violence, anti kekerasan dan penindasan.

Betul penindasan dalam bentuk apapun perlu dilawan, tapi konsep melawan dilakukan melalui sikap menerima seperti air dan udara yang juga akan menyelimuti musuhnya, sehingga sipenindas atau si musuh mungkin tidak sadar ternyata telah dikuasai oleh yang ditindasnya. Ini konsep nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake.ini konsep tinggi banget dah.

Dalam sikap seperti itu, seolah-olah kekuatan yang diterima orang jawa dari Tuhan untuk melawan segala bentuk penindasan dan kezaliman, hanya akan dipergunakan jika ia tidak merusak tatanan alam semesta, manusia dan segenap isinya. Jika kekuasaan/kekuatan untuk melawan itu berpotensi merusak harmoni kosmos, maka kekuatan itu akan diubah dalam bentuk sikap nrimo keadaan dan berperilaku non violence, dan mengembalikan lagi kekuatan itu pada kehendak Tuhan yang mengatur jagad semesta ini dengan prinsip Gusti Allah Ora Sare, ini berarti menyerahkan segala urusan kepada Tuhan untuk menegakkan keadilan, harmoni kehidupan menurut cara yang dikehendaki Tuhan.

Kebiasaan tirakat, melalui laku mutih, nganyep, puasa senin kamis, dan lain sebagainya memungkinkan mereka melakukan perjalanan menuju alam rasa, alam mental untuk menemukan kesadaran dan kebenaran. Tentu saja semua ini bukan monopoli orang jawa, tetapi sekurangnya dalam pandangan saya sikap seperti ini sebenarnya lebih mengutamakan substansi ketimbang bentuk, namun bukan berarti meninggalkan segala bentuk formalitas, akan tetapi bentuk dan formalism hanya menjadi symbol sesuatu yang terdalam yang berada dialam perasaan , alam mental orang jawa yakni kebenaran, yang merupakan sumber kebahagiaan hidup manusia.

Sebagai suatu mozaik dalam kebudayaan Indonesia, ketinggian budaya jawa melahirkan kehalusan budi bahasa, namun demikian hal-hal yang salah kaprah kadang-kadang juga terjadi dalam kehidupan keseharian yakni eufemisme, yakni basa basi sikap anggah unggguh yang berlebihan sehingga mengesankan orang jawa kadang-kadang kurang bisa bersikap tegas dalam menyatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pas.

Suatu ketika dalam suatu kesempatan jalan-jalan mengitari Jogja dengan becak, yang entah sudah berapa kilometer jarak ditempuh, baik jalanan menurun dan menanjak semua terlewati, sampai peluh penarik becak jatuh berlelehan seperti minyak, dan akhirnya ketika sampai tujuan, dan si mas penarik becak ditanya berapa harus dibayar ongkos mbeca tadi, apa jawab nya “terserah bapak saja mau ngasihnya berapa “ !!, Nah ini dia, transaksi yang sebenarnya merupakan transaksi bisnis biasa antara penjual jasa dan pemakai jasa, berubah bentuk menjadi transaksi hati, yang dicari adalah keridhoan, keikhlasan hati masing-masing, berapa besarnya ongkos becak tadi, tanyalah pada hatimu, berapa kamu ikhlas memberi, namun lihatlah peluhnya yang berleleahan itu, bukankah ia juga menurut Rasulullah berhak menerima dan dibayar setimpal sebelum keringatnya mengering. Inilah indahnya transaksi bilamana hati yang dijadikan dasar setiap hubungan antar manusia. Bukankah keadilan itu ada di hati, di alam perasaan dan didalam diri kita masing-masing dan bukan hanya di alam pikiran, adil menurut pikiran belum tentu adil menurut perasaan, disitulah letaknya keindahan dan harmoni alam kehidupan yang diciptakan Tuhan.

Walahuallam bishawab

Kamis, 26 Juni 2008

True Leader


Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.

Hal ini dikatakan dengan lugas oleh seorang jenderal dari Angkatan Udara Amerika Serikat: jenderal Ronal Fogleman, US Air Force

“I don’t think you have to be wearing stars on your shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time.”

Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.

Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang.

Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.

Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.

Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:


As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.

Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri.

Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.

Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya.

Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).

Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela.

Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.

Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya.

Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.

Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.

Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.

Karakter Seorang Pemimpin Sejati

Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna.

Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ - Kecerdasan Intelektual, EQ - Kecerdasan Emosional, dan SQ - Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ-EQ-SQ yang cukup tinggi.

Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.

Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ - bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan).

Keempat Makna Q adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).

Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence - quality - qi - qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.

Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:


1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)

Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).

Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell:

“The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.”

Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.

Walahualam bishawab

Dicuplik dari berbagai sumber:

Aribowo Prijolaksono

John Maxwell

Senin, 23 Juni 2008

Penilaian Kinerja

Didalam semua perusahaan modern untuk menunjang kepuasan kerja yang akan mendorong kinerja ekselen adalah, adanya kejelasan perencanaan karir (carrier planing) dan performance appraisal yang fair dan yang tak kurang penting adalah sistem imbal jasa yang atractive. Ketiga sub sistem pengelolaan sumberdaya manusia ini merupakan sub sistem yang vital.

Kebanyakan perusahaan tidak terlalu berhasil dalam menerapkan sistem ini, apalagi dalam situasi pekerjaan zaman sekarang yang turn over nya tingga karena lalu lintas tenaga kerja demikian bebas dan cenderung menjadi pekerja mandiri.

Mungkin dimasa depan fenomena pekerja mandiri ini akan semakin banyak, mengingat infrastruktur teknologi seperti internet benar –benar mendukung perkembangan ini.

Adanya konsep SOHO, Small Office Home Office menggambarkan fenomena itu, bahwa bekerja saat ini bisa dilakukan secara mandiri dari rumah, tanpa adanya hubungan buruh majikan, akan tetapi nuansanya berubah menjadi hubungan penyedia jasa dan pengguna jasa.

Inti kompetensi di era baru ini adalah bahwa pengetahuan manusia yang berupa tacit knowledge, yakni berupa pengetahuan kognitif (know what), tidak lagi memiliki barrier to entry atau hambatan, kini semua orang dengan mudah dapat mengakses informasi ilmu pengetahuan dengan amat mudah, dimanapun bahkan dengan hanya mengklik di panel komputer, seseorang dapat dengan mudahnya mendapatkan informasi apapun yang diperlukan secara instan.

Karenanya yang dicari kemudian bukan itu lagi akan tetapi berupa explicit knowledge yang berupa ketrampilan dan kompetensi. Dapat dikatakan bahwa kompetensi ini sifatnya manggon di orang perorangan, diera inilah kita akan berburu membeli orang-orang seperti ini.

Kalau dulu di zaman kuno jual beli manusia dilakukan karena diperlukan tenaga fisiknya untuk berbagai keperluan, maka di zaman modern sekarang jual beli seperti inipun terjadi, Cuma yang dicari adalah kompetensi. Kalau dulu kebebasan tidak ada maka disebut perbudakan, karena lebih dekat dengan penindasan, kalau zaman sekarang setiap orang bebas menentukan pilihannya sendiri, maka tidak ada perbudakan yang ada cuma komoditasi.

Kembali ke soal itu tadi yakni carrier planning, performance appraisal dan imbal jasa , bagi suatu organisasi merupakan hal yang vital, karena organisasi lah pemakai sumberdaya kompetensi yang rakus..

Didalam dunia kerja, kompetensi didefinisikan sebagai aspek yang penting dan menentukan kinerja pekerja. Sebagian besar dari pekerja akan menghasilkan performansi yang efektif jika mereka memiliki pengetahuan, ketrampilan serta perilaku (skill attitude) yang cukup baik dan dapat diaplikasikan secara bersamaan.

Spencer and Spencer mendefinisikan kompetensi sebagai karakter sikap dan perilaku, kemampuan individual yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi ditempat kerja, yang terbentuk dari sinerji antara watak, konsep diri, mkotivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual.

Secara gampang kompetensi dapat dibagi menjadi kompetensi teknikal (hard competence) dan kompetensi perilaku (soft competence).

Bangunan kompetensi individu menurut Spencer and Spencer terdiri dari lima unsur yaitu: motif, watak, konsep diri, pengetahuan dan ketrampilan


Menilai keberhasilan kompetensi adalah melalui penilaian kinerja karena penilaian kinerja individu karyawan berhubungan dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi secara keseluruhan, maka seluruh proses "performance management" (PENILAIAN KINERJA), mulai dari perencanaan kerja, review dan penilaian prestasi kerja karyawan dilakukan pada saat yang bersamaan di dalam seluruh bagian organisasi.

Perencanaan kerja individu dalam penilaian kinerja umumnya dilakukan dengan mengacu pada apa yang ingin dicapai oleh organisasi (strategic atau business plan) yang ujung-ujungnya mengacu pada visi dan misi organisasi. Aktivitas ini umumnya dilakukan pada awal tahun setelah rencana kerja organisasi ditetapkan. Proses berikutnya adalah review, dimana karyawan menilai hasil kerja yang ada berdasarkan target yang telah ditetapkan pada awal tahun. Aktivitas yang terakhir adalah rewarding, dimana karyawan mendapatkan reward (bonus/kenaikan gaji/promosi/mutasi dll) berdasarkan hasil penilaian kinerja yang telah dilakukan. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada akhir tahun.

Tidak jarang para karyawan merasa kecewa karena dinilai tidak memiliki kinerja yang standar. Mereka menganggap telah terjadi manipulasi data oleh penilai. Bisa saja itu terjadi kalau penilaian kinerja terhadap karyawan dilakukan dengan ukuran subyektif. Dengan kata lain terjadi peluang munculnya bias.

Bentuk bias penilai meliputi hal – hal berikut.

Hallo Effect

Bias ini terjadi ketika opini personal penilai terhadap karyawan mempengaruhi ukuran kinerja.

Bias Menghindari Penilaian Berlebihan

Penilaiannya dekat dengan rata–rata. Inilah yang disebut bias atau kesalahan menilai. Padahal ini mengakibatkan kerugian pada karyawan yang memang secara obyektif memiliki kinerja tinggi.

Bias Kemurahan dan Ketegasan Hati

Bias kemurahan atau ketegasan hati terjadi ketika para penilai cenderung begitu mudah atau pelit dalam menilai kinerja para karyawan .

Prasangka Personal (Contrast Effect)

Ketidaksukaan penilai terhadap sebuah kelompok orang dapat mendistorsi penilaian yang orang terima.

Bagaimana mengurangi bias penilai? Manakala ukuran kinerja yang subyektif harus digunakan, bias dapat dikurangi melalui pelatihan, umpan balik, dan teknik seleksi kinerja yang lebih baik dan bias serta penyebabnya harus diperjelas, selanjutnya

Perlunya penjelasan tentang hasil penilaian kinerja terhadap karyawan secarajujur dan obyektif,

Umpan balik dapat terjadi ketika yang dinilai, berhak untuk memprotes jika hasil penilaiannya dianggap tidak adil.

Walahualam bi shawab