Rabu, 30 April 2008

Menikmati Proses



Sering kita mendengar orang mengatakan yang penting adalah HASILnya, Soal caranya terserah.
Sebagian yang lain mengatakan,
Kalau saya yang penting caranya, Soal hasilnya gimana nanti. pokoknya saya sudah berusaha.

Sebenarnya apa yang menjadi kewajiban kita sebagai manusia ini .

Marilah kita tengok para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya,
Apakah kemenangan yang terpenting bagi mereka? Bagi mereka menang atau kalah itu bisa saja terjadi.
Diperang Badar mereka menang secara Gemilang, namun di perang Uhud mereka juga bisa kalah.
Tapi yang paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena Allah dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga dengan baik.
Tidak akan rugi orang yang mampu berbuat seperti ini sebab ketika dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti bisa jadi syuhada.

Marilah kita belajar dari sejarah kita sendiri.
Setiap bulan Agustus, kita senantiasa diingatkan akan perjuangan para Pahlawan Kemerdekaan.
Beliau-beliu itu punya semboyan yang sangat terkenal yakni “MERDEKA ATAU MATI”
Apakah para pahlawan itu mementingkan hasilnya..?
Apakah para pahlawan itu berpikir akan menikmati hasilnya..?
Hampir dapat dipastikan mereka berjuang dengan ikhlas atas panggilan jiwanya.

Saudaraku… Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses.
Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil.
Kalau hasil itu Allah SWT yang menetapkan.
Kita hanya punya dua kewajiban, yaitu menjaga setiap niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya Allah SWT yang akan menentukan.

Dalam melakukan hal apapun, hendaknya kita selalu bertanya, untuk apa kita melakukan semua itu.
Saat melamar atau dijodohkan dengan ”seseorang”, kita harus siap menerima kenyataan bahwa yang ”sesorang” itu belum tentu jodoh kita. Mungkin kita sudah datang ke calon mertua, sudah bicara baik-baik, bahkan sudah merancang tanggal, tiba-tiba menjelang hari ”H” ternyata ia mengundurkan diri atau akan berjodoh dengan yang lain.
Sakit hati bisa saja terjadi, itu adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi.
Tetapi ingatlah bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya dan caranya sudah benar.
Mungkin Allah SWT telah menyiapkan calon lain yang lebih cocok bagi kita.`

Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil. Hasil yang baik menurut kita belum tentu baik menurut perhitungan Allah SWT. Jika kualifikasi mental kita hanya uang seratus juta, maka uang satu milyar bisa menjadi musibah bagi kita.
Datangnya rezeki akan efektif kalau keilmuan dan keimanan kita mantap.
Kalau tidak, datangnya uang, gelar, pangkat, atau kedudukan yang tidak dibarengi kualitas pribadi yang bermutu sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang baik.

Sahabat, selalulah kita menikmati proses. Seperti ketika ibu-ibu mempunyai anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berdiri juga berat, masya Allah.
Kemudian saat melahirkannyapun betapa sakitnya. Padahal setelah si anak lahir belum tentu balas budi.
Dapat dibayangkan bagaiman kalau ibu-ibu yang punya anak itu hanya mementingkan hasilnya…?
Ibu-Ibu itu hanya menjalani proses tersebut namun tidak disertai dengan keikhlasan.. ?
Apa yang akan terjadi..? apa yang akan ibu-ibu dapatkan?

Rezeki kita bukan apa yang kita dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan.
SEMOGA KITA TERMASUK ORANG YANG PANDAI MENGAMBIL HIKMAH
Wallahu a'lam bish-shawab
(Kiriman Sahabat Sonhaji)

---

GOING BEYOND


Rumi dalam salah satu karyanya Matsnawi dan Diwan menulis bahwa apa yang terlihat sesungguhnya tidak ada dan yang tak terlihat atau ghaib itulah hakikatnya yang ada, ini menegaskan bahwa kejadian di alam materi sebenarnya hanya refleksi alam non materi/kuantum, hanya refleksi dari hasil getaran pikiran dan perasaan manusia.


Dalam pandangan ini hakekat materi semata-mata adalah suatu hal yang remeh, dia hanyalah kulit luar, pakaian yang membungkus , jati diri lah yang sepatutnya dicari.
Pakaian bisa berupa atribut dan formalitas, proses-proses dan prosedur maupun gaya hidup, sebenarnya hanyalah penutup dari sesuatu yang lebih tinggi yakni karakter,makna dan values (nilai-nilai).


Pakaian bisa jadi mencerminkan karakter, nilai pemakainya akan tetapi bisa juga lain seperti melihat orang yang tampangnya sangar, ternyata dalam kesehariannya merupakan orang yang santun, sehingga ada pepatah don’t judge the book from it’s cover, jadi kadangkala penampilan menipu, kelihatannya santun, tidak tahunya kelakuannya seperti srigala, jadi pakaian atau atribut kadangkala menipu.


Meskipun begitu bangsa kita senang mengejar pakaian, bila perlu dandan sampai jadi korban mode kenapa seperti itu, kelihatannya supaya jadi seolah olah.
Maksudnya supaya menjadi seolah-olah modern , seolah-olah demokrasi, seolah-olah kerja keras, ini ekses budaya yang mengejar kulit luar dan segala sesuatu serba tampilan dan material, Anak-anak kita disekolah dipaksa untuk mengejar ranking tinggi, kalau pelajaran IPA jeblok, anak itu dianggap bodoh .


Demokrasi digelar alih-alih mengejar kesejahteraan rakyat, direduksi tinggal kegiatan pilih memilih pemimpin, jadi pemilu, pilkada yang buntut-buntutnya juga duit.


Baru-baru ini tujuh belas orang guru di Sumatra Utara terpaksa berurusan dengan Polisi gara-gara ketahuan sedang memperbaiki hasil ujian siswanya supaya bisa lulus UAN seratus persen.


Jadi semuanya yang dikejar semuanya serba atribut,, semuanya hanya mengejar image/citra supaya tampak seolah-olah, tak heran karena semuanya kosmetik maka mental kita jadi sakit.


Sebenarnya yang mau kita cari dan yang mau kita bentuk itu karakter, makna , values , esensi bukan pakaian. Pendidikan bukan formalitas, diadakan bukan sekedar untuk mengajar, tetapi merupakan methode penanaman nilai-nilai dan pembentukan karakter manusia, watak dan akhlak.


Seorang sahabat yang lelah karena disibukkan dengan pekerjaan untuk perubahan sistem dan prosedur organisasi, menjadi frustasi karena merasa pekerjaan-pekerjaan sebenarnya mengejar hal-hal remeh hanya atribut tetapi telah menjadi seolah-olah tujuan yang hampir-hampir menyita seluruh energi positifnya, dan menjadikannya tertekan dan tidak bahagia,


Betul kita perlu pakaian karena ia bisa menutupi aib diri, tapi keindahan yang terpancar dari jiwa kita akan memancar terang melebihi pakaian yang kita kenakan, itulah inner beauty yang muncul dari karakter.


Pakaian tak perlu mewah, yang penting bersih dan pantas jika dikenakan, lebih-lebih lagi pakaian itu harus sesuai dengan adat istiadat lokal, ini yang kadang-kadang kita lupakan, kita sering memakai pakaian orang lain yang belum tentu pantas


Ya kesibukan mengurus hal-hal yang bukan esensi memang menguras energi mental, oleh karena nya Rumi meminta kita untuk going beyond , menyeberangi bentuk-bentuk, untuk tidak terjebak didunia formalisme , untuk mengejar hal yang lebih dalam, yakni suatu hal yang memang hakekat dari segala sesuatu yaitu, karakter dan makna.


Demikian juga perubahan nasib kita belum akan terjadi, jika kita hanya disibukkan mengubah penampilan luar , Tuhan berjanji bahwa perubahan nasib baru akan terjadi jika kita terlebih dahulu mengubah yang ada dalam diri kita, yakni karakter`dan nilai2 diri kita.


Perubahan suatu organisasi menuju organisasi modern, memerlukan definisi dan penajaman karakter, tetntang nilai apa yang akan kita ingin bentuk, media tanam apa yang kita punyai , pupuk apa yang telah kita taburkan, dan terlebih lagi bibit apa yang akan kita semaikan, disinilah energi mental kita perlukan untuk menggapai perubahan itu, jadi ia sebuah perjalanan mendaki yang memerlukan ketabahan. (walahualam bi shawab)

Selasa, 22 April 2008

Pelajaran


Perhatikan sekeliling kita, ternyata banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik, tidak usah jauh-jauh ternyata pelajaran bisa datang dari teman sendiri.

Suatu sore seorang teman menghampiri saya seraya berkata, coba kamu perhatikan teman kita itu , terus terang aku iri kepadanya. Lho kok iri kenapa rupanya tanya saya agak heran. Bukan itu maksudnya seolah-olah dia tahu pikiran saya bahwa iri hati apapun derajatnya adalah tidaklah baik , maksud saya katanya saya iri dengan segala akhlak baiknya yang selama ini ia saksikan.

Menurut pengamatannya , juga termasuk saya, teman yang kami bicarakan itu adalah seorang yang sederhana dan bersahaja akan tetapi punya sikap konsisten dalam menjalani apa yang telah menjadi pandangan hidupnya. Kalau diurut perilaku kesehariannya bisa jadi dia secara tak disadarinya telah melakukan dakwah bil hal mengenai ora et labora berdoa dan bekerja sebagaimana seharusnya.

Saban pagi sebelum mulai kerja yang biasa ia lakukan adalah shalat dhuha, sepengetahuan saya hampir tidak pernah luput ia menjalankannya , kecuali jika ada halangan yang tak diduganya. Kadang-kadang saya suka curi pandang kalau dia lagi shalat, rasanya khusu’ sekali sholatnya dan tuma’ninah , seperti melihat orang lagi makan yang setiap suapannya sepertinya ni’mat banget.

Mungkin tidak sebanding dengan sholatnya kita-kita yang kadang-kadang ekspress seperti angkot ngejar setoran. Selain dalam kesehariannya tidak pernah tinggal shalat lima waktu , juga tidak pernah saya melihat dia bolos, meskipun kadang-kadang dihari sebelumnya harus kerja lembur sampai malam, pagi-pagi pasti sudah nongol dia dikantor sesuai jam kerja . Dan belum pernah saya lihat dia menterbengkalaikan pekerjaan, pekerjaannya selalu selesai, cukup atau tidak yang jelas dia sudah melaksanakan sesuai dengan kemampuannya.

Yang bikin nambah kekaguman saya, ternyata puasa senin dan kamis nya pun gak pernah luput , selalu konsisten. Demikian juga setiap jum’at pasti selalu menghadiri bahkan menjadi penggagas pengajian mingguan, yang tidak pernah tidak hadir. Nah kalau itu oleh spiritual maka olahraganya pun gak pernah tinggal. Anda tahu olah raga apa yang menuntut konsistensi, yaitu olah raga olah pernafasan, mengapa karena disamping gerakannya selalu statis juga kurang dinamis sehingga gampang dihinggapi rasa bosan. Coba saja perhatikan pesertanya mulai dari puluhan sekarang paling-paling tinggal lima orang saja.

Jadi kalau saya renungkan, sebenarnya dia telah melukiskan takdirnya, dia telah menggambar kertas kosong kehidupan dengan sesuatu tindakan yang sebenarnya sederhana saja, tapi dilakoninya dengan konsisiten, tutur katanya selalu baik, kadang-kadang yang keluar dari mulutnya nasehat, jika dia melihat tingkah laku beberapa teman yang kurang pas.

Tindakannya sederhana saja namun konsisten, dan semua yang dilakukannya menurut saya masuk definisi orang yang beriman, suatu saat semua ini jadi kenangan bersama dalam memori kita semua, mungkin suatu saat setelah dia tidak ada barulah kita teringat betapa tingginya akhlak yang telah dicontohkannya, maka baru kita akan merasakan kehilangan dia. Tuhan menyukai tindakan kebaikan meskipun sedikit tetapi dilakukan terus menerus, daripada sekali kemudian jarang melakukan kebaikan.

Selasa, 08 April 2008

Skala Motivasi


Ian Marshal salah seorang psikolog yang bersama Danah Zohar menulis buku tentang Modal Spiritual manusia, mencoba mengidentifikasi motivasi-motivasi yang mendasari tindakan manusia dan membuktikan kekeliruan teori hierarkhi kebutuhan Maslow.
Menurut mereka motivasi adalah attractor atau suatu paradigma utuh yang mencakup : Perilaku, Emosi, Sikap, Asumsi, Nilai, Proses berfikir dan Strategi

Menurut Maslow semua tindakan yang dilakukan oleh manusia, dimotivasi oleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya yang berjenjang , bahwa kebutuhan itu mengerucut seperti piramida yang bergerak dari basic need (kecukupan fisiologis dan keselamatan serta keamanan) menuju ke growth need (keterlibatan dan hubungan sosial, harga diri/ego, dan aktualisasi-diri/makna). Piramida ini berlapis-lapis dan berasumsi bahwa kita akan bergerak dari lapisan dasar , dan kemudian secara bertahap baru kelapisan pertumbuhan.

Teori yang telah bertahan lebih dari 30 tahun ini dipatahkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall melalui studi yang mendalam, yang melihat bahwa piramida itu ternyata tidak linier, tetapi juga bisa terbalik! Artinya, bisa saja tindakan seseorang dimotivasi dari desakan kebutuhan pertumbuhan menuju ke kebutuhan dasar, justru aktualisasi diri-lah yang memegang peranan penting sebagai motivasi seseorang dalam mengembangkan modal spiritual.

Modal spiritual adalah seperangkat makna, tujuan, dan pandangan yang kita miliki bersama mengenai hal yang paling berarti dalam hidup. Modal spiritual ini merupakan sumber daya yang ada dalam jiwa manusia. Spiritual dalam hal ini diartikan sebagai nilai-nilai (values) , makna (meanings) dan tujuan fundamental (purpose) dari hidup manusia.

Jika bisa diringkas maka perilaku dan tindakan seseorang terpulang kepada motivasinya, semakin tinggi content spiritualnya , maka dari sisi dampaknya yang positif bagi kemanusiaan dan lingkungan akan semakin besar, sebaliknya semakin rendah content spiritualnya dari motivasi seseorang , maka dampak kerusakannya pada kemanusiaan dan lingkungan semakin besar.

Hal ini dikarenakan dengan makin banyak seseorang menggunakan modal spiritualnya, maka kebutuhan akan dunia materi akan semakin kecil, karena kebutuhannya yang akan rasa bahagia dan rasa bermakna terpenuhi dari sumber dalam diri yang melimpah (abundant), malahan ingin dibagikan kepada yang lain (inside out), berarti korupsi, keserakahan tidak ada disini.

Sebaliknya jika seseorang hanya mengandalkan semata pada modal intelektualnya saja, maka kebutuhan akan dunia materi semakin besar, karena ada rasa kurang yang ingin dipenuhi dengan memiliki sesuatu diluar dirinya (outside in) , disini potensi serakah, korupsi bisa muncul karena materi dunia fisik terbatas (scarce). Bagaimana dengan motivasi tindakan kita, apa sudah mencapai skor yang memadai