Sedikit memimpin , tapi kebanyakan mengelola atau memenej. Seorang rekan mengomentari cara kerja kita diperusahaan, yang seakan akan berputar-putar disitu saja tidak maju-maju.
Dia bilang beda manage dengan take a lead , atau beda antara memimpin dengan mengelola, adalah bahwa memimpin tipikalnya adalah do the right things , melakukan suatu yang benar. Disini yang dipersoalkan adalah menyangkut soal baik dan buruk . Kebaikan dan kebenaran atau truth menjadi tujuan yang dicapai, karena ia menjanjikan kemuliaan / glory sedang keburukan harus ditinggalkan karena ia menyebabkan kehinaan / disgrace.
Untuk mencapai kebenaran yang menjadi tujuannya. Seorang pemimpin dituntut memiliki trust, baik dari orang-orang yang dipimpinnya maupun kepada orang orang dipimpinnya. Hubungan pemimpin dan yang dipimpinnya adalah trust.
Trust dicapai jika seseorang telah mencapai pribadi yang memiliki integritas.jika level trust masyarakat dengan pemimpinnya tinggi dan sebaliknya, maka kemajuan akan dicapai dalam tatanan masyarakat seperti itu. Sebaliknya terjadi dekadensi dalam kehidupan jika tiada tingkatnya trust rendah .
Adapun mengelola atau manajemen titik beratnya adalah melakukan sesuatu secara benar , do the things right. Disini yang dipersoalkan adalah benar dan salah khususnya dalam aras pengaturan sumber daya, agar supaya bisa efisien dan efektif, atau tepat guna dan berhasil/berdaya guna, yang menjadi tujuan disini, adalah optimasi yakni hasil terbaik berbanding sumber daya yang telah dikeluarkan.
Karena hanya fokus pada pengaturan di aras sumberdaya, maka manajemen peduli pada proses, bisa dikatakan process oriented, sehingga jika kebanyakan mengelola atau overly manage, menyebabkan suatu organisasi bisa jalan ditempat meskipun tetap sehat, ini bisa diibaratkan orang yang melakukan treadmill , yang memenuhi semua parameter sehat maka ia akan menjadi sehat, meskipun dia tidak kemana-mana. Effort / usaha yang dilakukan sama dengan orang yang berjalan atau bahkan berlari, bedanya dia berlari tetapi ditempat. Penyakit yang sering timbul dengan organisasi model begini adalah kejenuhan.
Tentu saja antara memimpin dan mengelola dua hal yang berbeda tetapi dalam prakteknya tidak bisa dipisahkan. Agar organisasi bisa bergerak maju, diperlukan tindakan kepemimpinan atau leading atau bobot memimpin harus lebih banyak dibanding dengan mengelola.
Ibarat dalam satu kapal, maka nakhodalah yang menentukan kapal akan kemana dan berlabuh dimana, sedang first officer mengatur pembagian tugas dan petugas dan distribusi sumber daya agar bisa sampai ketujuan.
Kalau kapal sudah berlayar tapi kemudian terkatung-katung ditengah lautan karena nakhoda tidak tahu harus kemana, itu sama dengan organisasi yang pemimpinnya tidak mempunyai visi, atau visinya tidak jelas, maka organisasi jadi stgnan, tidak bertumbuh meskipun pekerjanya bisa tetap tenang, karena terus disibukkan dengan proses-proses yang menyita waktu tenaga.
Sudah menjadi tabiat alam semesta kalau jiwa yang tidak bertumbuh dan diam lama kelamaan akan mengalami atrofi, proses pembusukan. Jiwa harus tumbuh, oleh karenanya dia butuh pemimpin yang memiliki visi yang bisa menggerakkan seluruh energi jiwa agar bisa bergerak kedepan untuk menggapai nilai-nilai baru yang berguna bagi kehidupan.
Ass...Pak Adit,,Artkelnya bagus banget.
BalasHapusSaya mau Ikut urun rembug tentang kepemimpinan di Perusahaan.
Pemimpin di perusahaan haruslah membawa “perubahan” supaya tidak membawa perusahaan ini jalan di tempat atau perusahaan ini terhempas ke arah yang salah serta bergoyang tak beraturan.
Pemimpin yang sesungguhnya adalah pemimpin yang mengakar pada kebenaran. Kebenaran itu tidak memihak, kata slogan koran terbitan Ibu Kota. Kebenaran itu juga mengakar pada persoalan karyawan dan persoalan perusahaan secara makro. Bukan harus populis, karena kepemimpinan bukan ”popularity contest”. Artinya, pemimpin harus memiliki ”stand point” yang jelas: ia menjadi pemimpin untuk siapa dan untuk apa. Kalau sekadar mencari kursi, ia akan kehilangan orientasi.
”Perubahan”, artinya Pemimpin dan para manajer yang berubah, bukan hanya karyawan di tingkat bawah yang berubah. Berubah dalam cara pikir, cara pandang, dan cara kerja. Berubah melihat program bukan sebagai proyek. Berubah melihat kursi adalah amanah dan ibadah. Ketakutan kalau tidak mau menyuarakan suara para karyawannya. Merasa malu dan tidak layak apabila tak mau meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Turun jabatan dan tak bersedia dicalonkan kembali. Malu dan lebih baik memilih menjadi karyawan biasa, seraya mempersilakan yang lebih mampu untuk tampil membela.
Kesempatan melakukan perubahan selalu terbuka untuk membawa harapan baru. Jangan mengulangi kesalahan yang sama: memilih kucing dalam karung. Memilih orator dan aktor tanpa karakter dan kompetensi. Memilih pemimpin di perusahaan tanpa visi yang jelas.
Kitalah yang menentukan, kitalah yang harus membuat sejarah. Kita harus pandai melihat. Masih banyak calon pemimpin yang berkualitas pemimpin, bukan sekadar Kepala dan Ketua serta segala posisi yang hanya bertumpu pada kepentingannya sendiri. Kita harus mencari pemimpin yang mengakar, baik itu yang sedang menjabat maupun yang baru tampil. Semua ada di sana, dan kitalah yang harus mengangkatnya.***** Insya Allah
Kang,
BalasHapusDidalam sistem pengendalian manajemen ada delapan unsur penting( kata COSO ), dari pengorganisasian sampai pengawasan intern, dan salah satu hal yang paling banyak bermasalah biasanya (di bangsa ini)adalah pada unsur Perencanaan yang dikaitkan dengan proses penetapan langkah2 dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan, dan satu lagi unsur yang sering jeblok adalah masalah penetapan kebijakan.
Selain itu mengenai tulisan Akang ini perlu disentuh juga masalah adalah bahwa di beberapa perusahaan dan di banyak kesempatan yang sering terjadi adalah ,organisasi membutuhkan LEADER (Pemimpin), tapi yang didapat adalah MASTER (Majikan)
Kalau mereka-mereka yang less job, much salary, apa juga ada pak? Mungkin bukan salah ibu mengandung, tapi salah bapak nggak pakai sarung. He.... he....
BalasHapus