Kalau Taufik Ismail pernah menulis MAJOI (Malu Aku Jadi Orang Indonesia), saya malah ABAJOI (Aku Bangga Jadi Orang Indonesia), mungkin pak Taufik Ismail geram dan kecewa dengan perilaku budaya kita yang yang ndableg, dan terkesan semaunya, sehingga semua atribut yang konotasinya negatif pasti Indonesia dapat rangking, mulai negara paling banyak korupsinya, sampai kenegara yang melakukan penghancuran hutan paling cepat sedunia dan lain-lain. Pak Taufik Ismail memang tidak salah untuk bersikap pesimistik begitu.
Tapi bagi saya, yah sudahlah kita terima saja dulu semuanya, mungkin seperti orang yang sedang jalan memasuki terowongan yang belum tahu dimana ujungnya, tidak bisa kain kecuali optimis untuk percaya bahwa diujung terowongan pasti akan menemui cahaya.
Risiko orang jalan dikegelapan pasti keblasuk, kesandung dan jatuh serta tidak tahu arah atau disorientasi, bahkan mungkin tidak mampu melihat hidung sendiri, jadi sudah komplit penderitaannya.
Tapi coba kita renungkan perjalanan kita, meskipun kita terus diguncang prahara, semangat kebangsaan kita tetap tinggi, meski nasib sebagian warga kita yang mencari nafkah dinegara tetangga terus dilecehkan, tapi tanpa ada buruh kita disana, tidak mungkin mereka bisa membangun negeri mereka seperti sekarang ini.
Dalam terma fisikal, mereka jauh melampaui kita, tapi dalam terma kultural/budaya ternyata boleh dibilang kita melampaui mereka. Disini hidup begitu bebas dan merdeka dari rasa takut meski hidup sehari-hari tetap ruwet, tapi orang bisa mengekspresikan dirinya seluas mungkin , kemanapun kita pergi komunikasi mudah , karena semuanya menggunakan bahasa Indonesia yang sama dari sabang sampai merauke, yang beda cuma dialeknya saja. Dan disini hidup serasa di negeri sendiri, tidak seperti ditetangga tempatnya saja ditimur dan orangnya semuanya timur tapi baju budayanya western, bahasa bukan lagi bahasa ibunya, semua idiom kalau bukan barat berarti tidak modern.
Pengalaman berkunjung ke tetangga membuat perasaan sumpek, begitu pulang serasa menemui oasis, langsung pertama kali mendarat restauran sederhana diserbu, cari nasi padang.
Bangga menjadi orang Indonesia yang sampai hari ini masih bisa hidup senang meskipun kehidupan ekonomi semrawut, karena aku tak bisa pindah kelain hati.
Disini musik kita menjadi tuan rumah, disini masakan kita menjadi tuan rumah, disini kelakuan kita yang semau gue pun menjadi tuan rumah, kemanapun wajahmu kau palingkan yang kau lihat Indonesia dengan segala ekspresinya.
Disini kopi tubruk, rokok kretek, makan lesehan, bubur ayam,bahkan manusia zaman batu sampai manusia ultra modern bisa kita jumpai, dan kalau kita sapa semua bicara dalam bahasa yang sama yakni bahasa Indonesia.
Aku benar-benar bangga jadi orang Indonesia.
Tapi bagi saya, yah sudahlah kita terima saja dulu semuanya, mungkin seperti orang yang sedang jalan memasuki terowongan yang belum tahu dimana ujungnya, tidak bisa kain kecuali optimis untuk percaya bahwa diujung terowongan pasti akan menemui cahaya.
Risiko orang jalan dikegelapan pasti keblasuk, kesandung dan jatuh serta tidak tahu arah atau disorientasi, bahkan mungkin tidak mampu melihat hidung sendiri, jadi sudah komplit penderitaannya.
Tapi coba kita renungkan perjalanan kita, meskipun kita terus diguncang prahara, semangat kebangsaan kita tetap tinggi, meski nasib sebagian warga kita yang mencari nafkah dinegara tetangga terus dilecehkan, tapi tanpa ada buruh kita disana, tidak mungkin mereka bisa membangun negeri mereka seperti sekarang ini.
Dalam terma fisikal, mereka jauh melampaui kita, tapi dalam terma kultural/budaya ternyata boleh dibilang kita melampaui mereka. Disini hidup begitu bebas dan merdeka dari rasa takut meski hidup sehari-hari tetap ruwet, tapi orang bisa mengekspresikan dirinya seluas mungkin , kemanapun kita pergi komunikasi mudah , karena semuanya menggunakan bahasa Indonesia yang sama dari sabang sampai merauke, yang beda cuma dialeknya saja. Dan disini hidup serasa di negeri sendiri, tidak seperti ditetangga tempatnya saja ditimur dan orangnya semuanya timur tapi baju budayanya western, bahasa bukan lagi bahasa ibunya, semua idiom kalau bukan barat berarti tidak modern.
Pengalaman berkunjung ke tetangga membuat perasaan sumpek, begitu pulang serasa menemui oasis, langsung pertama kali mendarat restauran sederhana diserbu, cari nasi padang.
Bangga menjadi orang Indonesia yang sampai hari ini masih bisa hidup senang meskipun kehidupan ekonomi semrawut, karena aku tak bisa pindah kelain hati.
Disini musik kita menjadi tuan rumah, disini masakan kita menjadi tuan rumah, disini kelakuan kita yang semau gue pun menjadi tuan rumah, kemanapun wajahmu kau palingkan yang kau lihat Indonesia dengan segala ekspresinya.
Disini kopi tubruk, rokok kretek, makan lesehan, bubur ayam,bahkan manusia zaman batu sampai manusia ultra modern bisa kita jumpai, dan kalau kita sapa semua bicara dalam bahasa yang sama yakni bahasa Indonesia.
Aku benar-benar bangga jadi orang Indonesia.
Belum ada yang nulis tentang ATJOI (aku takut jadi orang indonesia), atau ATDOI (aku takut dikira orang indonesia) ya kang ?
BalasHapus