Kamis, 15 Mei 2008

Memuliakan Kita


Suatu organisasi diciptakan sebagai subjek baru diluar manusia, dimaksudkan sebagai wadah untuk menghimpun segenap sumberdaya, baik sumberdaya alam materil dan terutama sumberdaya kecerdasan.


Sebagai sebuah metafor biologis, organisasi tak ubahnya seorang manusia, dimana hanya kecerdasannya atau bisa kita sebut akal, yang menjadi pembeda dari makhluk biologis lainnya, karena hanya dengan akal lah manusia bisa memproduk nilai.


Manusia bagi organisasi adalah kecerdasan itu sendiri atau sang akal, tanpa ia, organisasi tak lebih hanya sebuah rongsokan, tak akan mungkin mampu menghasilkan nilai , bagi kemanusiaan.


Tapi sungguh aneh dalam pendekatan ilmu manajemen modern, yang menempatkan manusia sebagai modal baru kita dengar akhir-akhir ini saja. Selama ini dalam literatur manajemen yang kita kenal, kedudukan manusia dalam organisasi modern tidak lebih sebagai alat produksi, disamping mesin-mesin dan modal materil lainnya, paling jauh yang baru diterapkan adalah pendekatan yang mengatakan manusia adalah asset.


Ini pendekatan yang sangat rasionalistik dan logikal saja, artinya jika suatu saat asset menyusut maka nilainya menjadi nol, dan segala kemanusiaannya menjadi tidak ada artinya .


Bahkan yang lebih gawat pandangan darwinis yang memandang manusia dalam ekonomi tak lebih animal rationale, binatang tapi punya rasio, gila !, Jadi tidak heran kalau dalam ekonomi dan juga organisasi dengan cara pandang seperti ini, manusia tidak lebih dari peripheral dan paradoks terus terjadi semakin maju suatu bangsa, manusianya kehilangan rasa bahagia, meskipun secara materil kesejateraan mereka tinggi.


Sejatinya manusialah pencipta nilai, adapun semua hal yang dibuat dan ada dalam peradaban manusia, adalah atribut bukan sebaliknya, sehingga organisasi dibangun oleh manusia, bukan untuk kepentingan organisasi itu sendiri, akan tetapi ia haruslah digunakan sebagai wadah / alat untuk mengumpulkan modal materil dan pengetahuan serta kecerdasan yang semuanya akan dipergunakan untuk membina manusia agar mencapai fitrahnya.


Dengan mengenali fitrahnya , maka diharapkan manusia akan menjadi khalifah dibumi dan akan memproduksi nilai-nilai yang ramah kepada sesamanya , kepada alam lingkungan dan keberlanjutan ras manusia dimuka bumi.


Menurut saya ada 4 prinsip yang harus dimuliakan dalam hubungan ekonomi dan organisasi , yaitu prinsip pertama memuliakan pemilik modal, karena orang ini secara sadar telah mengikhlaskan kekayaannya untuk menciptakan nilai tambah.


Prinsip kedua adalah memuliakan pelanggan/konsumen, ini karena merekalah yang membeli produk suatu usaha sehingga roda ekonomi berputar, dan orang-orang akhirnya mempunyai pendapatan.


Prinsip yang ketiga adalah memuliakan pekerja, karena melalui merekalah lahir produk yang memiliki nilai tambah. Memuliakan mereka dengan cara memberdayakan seluruh potensi insaniahnya sehingga kelak ia menghasilkan nilai tambah bagi kehidupan, saya kira ini yang disebut dengan pendekatan human capital.


Prinsip keempat adalah memuliakan masyarakat dimana organisasi kita berada. Sekarang sudah muncul pendekatan CSR, Corporate Social Responsibility, yang dahulu mungkin terasa berlebihan, tapi ternyata ini sesuai pepatah dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung , jadi sejatinya seluruh organisasi pada ujungnya harus mengabdi pada masyarakat sebagai tempat buaiannya.


Semua kerja kreatif, semua motif yang kita lakukan, semestinya mengejar tujuan yang lebih tinggi dari sekadar hanya mendapatkan keuntungan materil semata, lebih dari itu tujuan yang lebih tinggi yang dikejar seharusnya merupakan hal yang bersifat spiritual, yang definisinya dalam hal ini mencari makna yang terdalam tentang kehadiran kita, dan mewujudkan nilai nilai yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan berkelanjutan kehidupan manusia di planet bumi serta tujuan akan kemana kita akan pergi haruslah merupakan kehidupan yang lebih tinggi , sehingga dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup kita harus terus belajar memahami kerja Tuhan melalui hukum-hukumnya dialam semesta.(wallahu alam bishawab)

2 komentar:

  1. Saya sependapat dengan artikel Pak Adit.

    Saya ingin urun rembug :

    Sejatinya organisasi juga harus ada keadilan didalamnya.

    Keadilan bukan hanya harus ditegakkan, tetapi juga mesti dapat dilihat, dirasakan dan dimengerti oleh seluruh anggota dalam organisasi bahwa memang benar telah ditegakkan.

    Insya Allah....

    BalasHapus
  2. Saya juga ingin urun rembug.

    Tentang manusia dan organisasi sudah banyak teori-tori dan analisis canggih, bahkan dilengkapi software.

    Banyak sudah manusia Indonesia disekolahkan sampai ke tingkat doktoral bahkan ke luar negeri. Banyak konsultan-konsultan SDM baik lokal maupun internasional menawarkan solusi Manusia dan Organisasinya.

    Tapi khususnya di Indonesia, manusia dan organisasi masih menjadi masalah yang membingungkan. Adakah hal yang hilang? Adakah hal yang luput?

    Mungkin "rasa" yang tidak ada. Bukan sekedar merasakan keadalian, tetapi "merasa dimanusiakan". Apakah kita ini manusia yang dapat memanusiakan sesamanya atau benar-benar "homo homini lupus?"

    BalasHapus