Meskipun dipengaruhi oleh banyak pengaruh luar seperti kebangkitan rasa kekitaan yang ditimbulkan akibat ketidak adilan yang dilakukan oleh penjajah kolonialisme Belanda dan pengalaman bersama merasakan penseritaan dibawah pemerintahan yang otoriter, selebihnya impulse kebangsaan kita tumbuh secara wajar dan normal
Munculnya impulse yang wajar dan normal tadi sebetulnya berakar dari kebutuhan dasar dari manusia itu sendiri, yakni kebutuhan untuk mencinta dan dicintai, dan kebutuhan untuk saling berhubungan dan keterlibatan satu sama lainnya.
Manusia secara alamiah membutuhkan orang lain, sebagai konsekwensinya manusia memerlukan proses kerjasama didalam kelompok, didalam masyarkat dan sebagai suatu bangsa.
Seratus tahun setelah suatu tanda tumbuhnya kebangkitan nasional Indonesia, pertanyaanya adalah apakah kita masing saling mencintai satu sama lainnya, apakah kita masih saling berhubungan dan terlibat satu sama lain?
Cinta, perasaan terhubung dan keterlibatan bersama yang saling menguntungkan adalah merupakan tiga daya dorong mendasar yang membentuk perasaan kekitaan. Yang perlu secara terus menerus ditumbuh kembangkan dan dirawat didalam seluruh kehidupan kita melalui perilaku yang berkualitas.
Inti dari perilaku yang berkualitas adalah kepedulian bersama, penerimaan , sikap saling memahami dan kepedulian serta sikap saling menghargai. Tiga basis yang mendesak ini juga perlu untuk di asuh, dirawat oleh tindakan yang berkualitas lainnya seperti hubungan antar individu yang bebas dari sikap-sikap memaksa dari satu individu kepada individu lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Tambahan lagi sikap-sikap dasar tadi harus dibina melalui praktek-pratek pemerintahan yang memiliki karakter tindakan yang berkualitas seperti perilaku yang pantas, kesungguhan/keikhlasan, penghargaan pada masyarakat, keterbukaan, dan kesediaan membuka diri terhadap perbedaan perpektif dalam mencari kebenaran bersama.
Pengalaman kehidupan kita sehari-hari akan memberikan kesadaran kepada kita bahwasanya kita saat ini merasakan kekurangan hal-hal tersebut diatas.
Pada saat ini manusia Indonesia cenderung hidup dengan sikap acuh tak acuh dan kehidupan yang dipenuhi sikap-sikap egosentris, kehidupannya hanya peduli pada dirinya sendiri, bahkan tak jarang saling menyakiti satu sama lain basik secara fisik,psikis, sosial maupun kultural. Perilaku yang menyakitkan ini menemukan titik kulminasinya dengan jelas pada tindakan-tindakan kekerasan.
Beberapa contoh kekerasan yang benar-benar tragik dan merupakan bencana besar dan memilukan, adalah tragedy pembunuhan massal akibat peristiwa G 30 S tahun 1965 dan meluasnya tragedi pembunuhan dan penyiksaan serta tindakan tidak manusiawi yang ditujukan kepada etnis minoritas china selama 13 – 15 May 1998.
Contoh yang paling mutakhir kekerasan menakutkan adalah sejumlah agresi fisik dan psikologis terhadap para pengikut Ahmadiyah.
Pengalaman hidup keseharian menyadarkan kita, sejak merdeka tahun 1945 sampai sekarang kita tidak memiliki suatu perilaku birokrasi yang berkualitas. Ketiadaan perilaku yang pantas dan keihklasan tersebut termanifestasi dari adanya kurupsi yang sistemik, tidak adanya respek pada masyarakat ini tampak sekali dari munculnya kebijakan-kebijakan publik yang memberatkan dan membebani kehidupan ekonomi masyarakat sehari-hari. Namun demikian , kita telah mencatat adanya kemajuan pemerintah yang menyadari perlunya keterbukaan dan kemauan untuk berhadapan dengan perbedaan pandangan.
Memperingati 100 tahun kebangkitan nasional, berarti melakukan evaluasi yang komprehensif menyangkut seberapa jauh kita, masyarakat dan pemerintah telah melakukan suatu tindakan-tindakan yang berkualitas, ketiadaan perilaku yang berkualitas tersebut mengakibatkan kekitaan , keIndonesiaan kita berada dalam kerawanan.
Dalam puncak peringatan Kebangkitan Nasional yang ke 100 ini, kita semakin menyadari kerentanan dari ke kitaan. ini , pertanyaannya adalah apa yang harus dilakukan agar bisa meningkatkan kekitaan kita ? Upaya keras dan sungguh-sungguh yang harus dilakukan adalah menumbuhkan terus menerus perilaku yang berkualitas, dan selanjutnya adalah mendidik, merawat kualitas perilaku personal dan interpersonal terutama oleh birokrasi.
Hal tersebut bila adilakukan secara massif dan terus menerus oleh pemimpin/pejabat pemerintah kelak akan mempengaruhi seluruh masyarakat pula dan akan mendorong masyarakat untuk meneladaninya yang pada akhirnya setiap orang akan bisa hidup dalam kedamaian baik secara personal maupun dalam hubungan antar personal..
(Quoted from Limas Sutanto
Melihat kondisi sekarang yang sering terjadi tawuran antar pelajar, antar kampung, antar desa, antar ormas dan antar partai(baca:budaya kekerasan), saya bertanya-tanya :
BalasHapus1. Benarkah kita pernah mengalami kebangkitan nasional? atau;
2. Apakah kebangkitan nasional itu berbentuk kurva parabola dengan puncak diatas, setelah mencapai puncaknya kemudian akan turun lagi?