Rabu, 05 November 2008

Anomali


Risikonya orang punya saham, sudah pasti ups and down , dipenuhi dengan emosi kalau lagi bullish, bisa lupa diri tapi kalau lagi bearish , bisa juga sih bunuh diri.

Kondisi saham di pasar modal sekarang sudah anomali , mengalami gejala up side down, ada semacam kelainan , banyak perusahaan yang fundamentalnya baik, tapi harga sahamnya tetap jeblok, karena jual beli apapun sekarang tergantung persepsi dan pencitraan , persis seperti orang jual beli mobil, dalam persepsi orang Indonesia hanya mobil merek Jepang saja yang dianggap bagus sehingga memiliki resale value tinggi, sementara merk lain yang mutunya juga baik tapi resale valuenya rendah, ini soal brand image.

Namanya pasar , siapapun dia begitu masuk dan main di pasar dan jualan produk harus bisa membangun citra, tapi ada juga sih perusahaan yang tidak begitu peduli membangun kesan positif karena merasa fundamental sudah cukup baik dan tidak perlu pemasaran, akibatnya sahamnya juga pasif , harga sahamnya tidak naik-naik.

Suatu perusahaan jalan tol di negeri antah berantah Highway Enterprise dalam Triwulan III tahun 2008 membukukan peningkatan pendapatan sebesar 35 % atau setara dengan Rp 2,497 triliun, dibandingkan pendapatan Triwulan III di tahun 2007 yang mencapai angka Rp 1,849 triliun.

Peningkatan pendapatan itu disumbang dari peningkatan volume kendaraan sebesar 2 %. sebanyak 644 juta kendaraan di tahun 2007 meningkat menjadi 657 juta kendaraan di tahun 2008. dan kenaikan tarif tol sebesar 12,4% di dua ruas jalan Tol . Peningkatan pendapatan sudah pasti berdampak positif terhadap peningkatan laba operasi Perusahaan.

Namun demikian harga sahamnya tetap jeblok cuma berkisar sembilan ratusan, belum nembus ke seribu, apalagi menyamai level harga perdana seribu tujuh ratus.

Argumen sederhananya ini semua gara-gara krisis ekonomi global yang dipicu kasus sub prime mortgage di Amerika sana , kasus nya sistemik gara-garanya dipicu oleh orang-orang dinegara kaya yang merasa kurang kaya , dan membuat produk portofolio dan dijual ke suatu kelompok masyarakat yang tidak mampu. ya akhirnya gagal bayar terhadap kewajiban hutangnya.

Tapi dampak dari kejatuhan harga saham global ini , yang paling menderita sudah pasti karyawan bodoh dan pemimpi, tadinya beli saham mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan dengan mengikuti program MESOP di Perusahaan Highway Enterprise tadi, di bela-belain sampai ngutang , padahal untuk main di pasar modal dan beli saham ada semacam rule tak tertulis, yaitu tidak boleh beli pakai uang pensiun, pakai uang hasil ngutang, apalagi pakai tabungan sekolah anak, tapi harus uang yang betul-betul nganggur, karena main di saham sama seperti suatu perjudian, risikonya tinggi, meskipun kalau lagi beruntung bias meledak hasilnya, ya persis judilah.

Tapi karyawan sudah keburu percaya iming-iming bahwa kesempatan menambah kesejahteraan mesti ikut program MESOP, meskipun sosialisasinya yang emitennya tidak begitu jelas dan minim persiapannya, akibatnya sekarang bukannya untung malah buntung.

Bermacam nya skema pembiayaan untuk pembelian saham terjadi, ada yang pakai pola kredit ke bank dengan jaminan bonus dan benefit lainnya, ada juga yang ikut pola margin trading , yaitu saham dibelikan secara talangan oleh broker dengan jaminan saham itu sendiri.

Si Broker punya hak opsi yang disebut discretionary selling, yakni semacam hak/kuasa menjual sendiri sekiranya saham yang jadi jaminan itu harganya turun sampai dibawah 20%, dan dapat dilaksanakan tanpa pemberitahuan kepada karyawan.

Dalam kondisi seperti saat ini dimana harga saham rontok hampir 50%, saham habis karena dijual untuk menutupi kerugian broker, ditambah beban bunga dan selisih kekurangan harga saham dari harga perdana yang harus ditanggung karyawan.

Inilah namanya golongan orang yang bangkrut para muflisin, alih alaih mau untung malah buntung. Kalau bicara normatif hitam diatas putih orang-orang ini sudah pasti kalah berhadapan dengan formalitas hukum, yang namanya hutang ya harus dibayar, kalau tidak, bisa juga sih dipidanakan karena penggelapan, tapi kalau bicara fair ini seolah-olah karyawan harus menanggung semua kerugian broker akibat krisis global yang diluar kemampuannya, jadi kerugian yang ditanggung ini sebenarnya sudah tidak wajar, kalau si broker sih tidak ada kerugiannya, karena ganjalnya ada yaitu karyawan bodoh dan pemimpi ini.

Sepertinya harus ada semacam program bailout dari perusahaan sebagai agent of the last resort,supaya nafasnya bisa nyambung lagi, apalagi ada sebagian yang sudah dekat atau keburu pensiun bahkanada yang sudah meninggal dunia.

ini benar-benar kejadian yang kaya tetap dan bahkan tambah kaya, yang miskin tambah blangsak

Itulah sebabnya Tuhan di dalam Al Qur’an meminta agar kita dalam kehidupan ini menjauhi angan-angan, karena hari esok tidak ada yang tahu.

Spekulasi itu sebenarnya judi atau bahasa arabnya maisir, sebenarnya haram.

1 komentar:

  1. tapi konon ada pula di suatu perusahaan lain yang umur IPO nya hampir sama. program Mesopnya kok bisa lebih bagus, meskipun sama sama didera dampak global. Jawabannya because pertama, they prepare better. dan kedua "hutangnya" sangat tidak berasa karena bener2 disupport oleh company (artinya willing to support Manajemennya sangat riil).

    Lagian, memang MESOP secara filosofis adalah program yang sangat baik, bukan sesederhana "permainan saham"

    BalasHapus