Senin, 26 Mei 2008

Sejauhmana Ke Indonesiaan Kita



Makna hakiki dari kebangkitan Nasional dapat kita sarikan dari perjalanan panjang bangsa menuju tumbuhnya nasionalisme

Meskipun dipengaruhi oleh banyak pengaruh luar seperti kebangkitan rasa kekitaan yang ditimbulkan akibat ketidak adilan yang dilakukan oleh penjajah kolonialisme Belanda dan pengalaman bersama merasakan penseritaan dibawah pemerintahan yang otoriter, selebihnya impulse kebangsaan kita tumbuh secara wajar dan normal

Munculnya impulse yang wajar dan normal tadi sebetulnya berakar dari kebutuhan dasar dari manusia itu sendiri, yakni kebutuhan untuk mencinta dan dicintai, dan kebutuhan untuk saling berhubungan dan keterlibatan satu sama lainnya.

Manusia secara alamiah membutuhkan orang lain, sebagai konsekwensinya manusia memerlukan proses kerjasama didalam kelompok, didalam masyarkat dan sebagai suatu bangsa.

Seratus tahun setelah suatu tanda tumbuhnya kebangkitan nasional Indonesia, pertanyaanya adalah apakah kita masing saling mencintai satu sama lainnya, apakah kita masih saling berhubungan dan terlibat satu sama lain?

Cinta, perasaan terhubung dan keterlibatan bersama yang saling menguntungkan adalah merupakan tiga daya dorong mendasar yang membentuk perasaan kekitaan. Yang perlu secara terus menerus ditumbuh kembangkan dan dirawat didalam seluruh kehidupan kita melalui perilaku yang berkualitas.

Inti dari perilaku yang berkualitas adalah kepedulian bersama, penerimaan , sikap saling memahami dan kepedulian serta sikap saling menghargai. Tiga basis yang mendesak ini juga perlu untuk di asuh, dirawat oleh tindakan yang berkualitas lainnya seperti hubungan antar individu yang bebas dari sikap-sikap memaksa dari satu individu kepada individu lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Tambahan lagi sikap-sikap dasar tadi harus dibina melalui praktek-pratek pemerintahan yang memiliki karakter tindakan yang berkualitas seperti perilaku yang pantas, kesungguhan/keikhlasan, penghargaan pada masyarakat, keterbukaan, dan kesediaan membuka diri terhadap perbedaan perpektif dalam mencari kebenaran bersama.

Pengalaman kehidupan kita sehari-hari akan memberikan kesadaran kepada kita bahwasanya kita saat ini merasakan kekurangan hal-hal tersebut diatas.

Pada saat ini manusia Indonesia cenderung hidup dengan sikap acuh tak acuh dan kehidupan yang dipenuhi sikap-sikap egosentris, kehidupannya hanya peduli pada dirinya sendiri, bahkan tak jarang saling menyakiti satu sama lain basik secara fisik,psikis, sosial maupun kultural. Perilaku yang menyakitkan ini menemukan titik kulminasinya dengan jelas pada tindakan-tindakan kekerasan.

Beberapa contoh kekerasan yang benar-benar tragik dan merupakan bencana besar dan memilukan, adalah tragedy pembunuhan massal akibat peristiwa G 30 S tahun 1965 dan meluasnya tragedi pembunuhan dan penyiksaan serta tindakan tidak manusiawi yang ditujukan kepada etnis minoritas china selama 13 – 15 May 1998.

Contoh yang paling mutakhir kekerasan menakutkan adalah sejumlah agresi fisik dan psikologis terhadap para pengikut Ahmadiyah.

Pengalaman hidup keseharian menyadarkan kita, sejak merdeka tahun 1945 sampai sekarang kita tidak memiliki suatu perilaku birokrasi yang berkualitas. Ketiadaan perilaku yang pantas dan keihklasan tersebut termanifestasi dari adanya kurupsi yang sistemik, tidak adanya respek pada masyarakat ini tampak sekali dari munculnya kebijakan-kebijakan publik yang memberatkan dan membebani kehidupan ekonomi masyarakat sehari-hari. Namun demikian , kita telah mencatat adanya kemajuan pemerintah yang menyadari perlunya keterbukaan dan kemauan untuk berhadapan dengan perbedaan pandangan.

Memperingati 100 tahun kebangkitan nasional, berarti melakukan evaluasi yang komprehensif menyangkut seberapa jauh kita, masyarakat dan pemerintah telah melakukan suatu tindakan-tindakan yang berkualitas, ketiadaan perilaku yang berkualitas tersebut mengakibatkan kekitaan , keIndonesiaan kita berada dalam kerawanan.

Dalam puncak peringatan Kebangkitan Nasional yang ke 100 ini, kita semakin menyadari kerentanan dari ke kitaan. ini , pertanyaannya adalah apa yang harus dilakukan agar bisa meningkatkan kekitaan kita ? Upaya keras dan sungguh-sungguh yang harus dilakukan adalah menumbuhkan terus menerus perilaku yang berkualitas, dan selanjutnya adalah mendidik, merawat kualitas perilaku personal dan interpersonal terutama oleh birokrasi.

Hal tersebut bila adilakukan secara massif dan terus menerus oleh pemimpin/pejabat pemerintah kelak akan mempengaruhi seluruh masyarakat pula dan akan mendorong masyarakat untuk meneladaninya yang pada akhirnya setiap orang akan bisa hidup dalam kedamaian baik secara personal maupun dalam hubungan antar personal..

(Quoted from Limas Sutanto Jakarta Post May 19 2008)

Rabu, 21 Mei 2008

Tak Bisa Pindah Kelain Hati


Kalau Taufik Ismail pernah menulis MAJOI (Malu Aku Jadi Orang Indonesia), saya malah ABAJOI (Aku Bangga Jadi Orang Indonesia), mungkin pak Taufik Ismail geram dan kecewa dengan perilaku budaya kita yang yang ndableg, dan terkesan semaunya, sehingga semua atribut yang konotasinya negatif pasti Indonesia dapat rangking, mulai negara paling banyak korupsinya, sampai kenegara yang melakukan penghancuran hutan paling cepat sedunia dan lain-lain. Pak Taufik Ismail memang tidak salah untuk bersikap pesimistik begitu.
Tapi bagi saya, yah sudahlah kita terima saja dulu semuanya, mungkin seperti orang yang sedang jalan memasuki terowongan yang belum tahu dimana ujungnya, tidak bisa kain kecuali optimis untuk percaya bahwa diujung terowongan pasti akan menemui cahaya.
Risiko orang jalan dikegelapan pasti keblasuk, kesandung dan jatuh serta tidak tahu arah atau disorientasi, bahkan mungkin tidak mampu melihat hidung sendiri, jadi sudah komplit penderitaannya.
Tapi coba kita renungkan perjalanan kita, meskipun kita terus diguncang prahara, semangat kebangsaan kita tetap tinggi, meski nasib sebagian warga kita yang mencari nafkah dinegara tetangga terus dilecehkan, tapi tanpa ada buruh kita disana, tidak mungkin mereka bisa membangun negeri mereka seperti sekarang ini.
Dalam terma fisikal, mereka jauh melampaui kita, tapi dalam terma kultural/budaya ternyata boleh dibilang kita melampaui mereka. Disini hidup begitu bebas dan merdeka dari rasa takut meski hidup sehari-hari tetap ruwet, tapi orang bisa mengekspresikan dirinya seluas mungkin , kemanapun kita pergi komunikasi mudah , karena semuanya menggunakan bahasa Indonesia yang sama dari sabang sampai merauke, yang beda cuma dialeknya saja. Dan disini hidup serasa di negeri sendiri, tidak seperti ditetangga tempatnya saja ditimur dan orangnya semuanya timur tapi baju budayanya western, bahasa bukan lagi bahasa ibunya, semua idiom kalau bukan barat berarti tidak modern.
Pengalaman berkunjung ke tetangga membuat perasaan sumpek, begitu pulang serasa menemui oasis, langsung pertama kali mendarat restauran sederhana diserbu, cari nasi padang.
Bangga menjadi orang Indonesia yang sampai hari ini masih bisa hidup senang meskipun kehidupan ekonomi semrawut, karena aku tak bisa pindah kelain hati.
Disini musik kita menjadi tuan rumah, disini masakan kita menjadi tuan rumah, disini kelakuan kita yang semau gue pun menjadi tuan rumah, kemanapun wajahmu kau palingkan yang kau lihat Indonesia dengan segala ekspresinya.
Disini kopi tubruk, rokok kretek, makan lesehan, bubur ayam,bahkan manusia zaman batu sampai manusia ultra modern bisa kita jumpai, dan kalau kita sapa semua bicara dalam bahasa yang sama yakni bahasa Indonesia.
Aku benar-benar bangga jadi orang Indonesia.

Kamis, 15 Mei 2008

Memuliakan Kita


Suatu organisasi diciptakan sebagai subjek baru diluar manusia, dimaksudkan sebagai wadah untuk menghimpun segenap sumberdaya, baik sumberdaya alam materil dan terutama sumberdaya kecerdasan.


Sebagai sebuah metafor biologis, organisasi tak ubahnya seorang manusia, dimana hanya kecerdasannya atau bisa kita sebut akal, yang menjadi pembeda dari makhluk biologis lainnya, karena hanya dengan akal lah manusia bisa memproduk nilai.


Manusia bagi organisasi adalah kecerdasan itu sendiri atau sang akal, tanpa ia, organisasi tak lebih hanya sebuah rongsokan, tak akan mungkin mampu menghasilkan nilai , bagi kemanusiaan.


Tapi sungguh aneh dalam pendekatan ilmu manajemen modern, yang menempatkan manusia sebagai modal baru kita dengar akhir-akhir ini saja. Selama ini dalam literatur manajemen yang kita kenal, kedudukan manusia dalam organisasi modern tidak lebih sebagai alat produksi, disamping mesin-mesin dan modal materil lainnya, paling jauh yang baru diterapkan adalah pendekatan yang mengatakan manusia adalah asset.


Ini pendekatan yang sangat rasionalistik dan logikal saja, artinya jika suatu saat asset menyusut maka nilainya menjadi nol, dan segala kemanusiaannya menjadi tidak ada artinya .


Bahkan yang lebih gawat pandangan darwinis yang memandang manusia dalam ekonomi tak lebih animal rationale, binatang tapi punya rasio, gila !, Jadi tidak heran kalau dalam ekonomi dan juga organisasi dengan cara pandang seperti ini, manusia tidak lebih dari peripheral dan paradoks terus terjadi semakin maju suatu bangsa, manusianya kehilangan rasa bahagia, meskipun secara materil kesejateraan mereka tinggi.


Sejatinya manusialah pencipta nilai, adapun semua hal yang dibuat dan ada dalam peradaban manusia, adalah atribut bukan sebaliknya, sehingga organisasi dibangun oleh manusia, bukan untuk kepentingan organisasi itu sendiri, akan tetapi ia haruslah digunakan sebagai wadah / alat untuk mengumpulkan modal materil dan pengetahuan serta kecerdasan yang semuanya akan dipergunakan untuk membina manusia agar mencapai fitrahnya.


Dengan mengenali fitrahnya , maka diharapkan manusia akan menjadi khalifah dibumi dan akan memproduksi nilai-nilai yang ramah kepada sesamanya , kepada alam lingkungan dan keberlanjutan ras manusia dimuka bumi.


Menurut saya ada 4 prinsip yang harus dimuliakan dalam hubungan ekonomi dan organisasi , yaitu prinsip pertama memuliakan pemilik modal, karena orang ini secara sadar telah mengikhlaskan kekayaannya untuk menciptakan nilai tambah.


Prinsip kedua adalah memuliakan pelanggan/konsumen, ini karena merekalah yang membeli produk suatu usaha sehingga roda ekonomi berputar, dan orang-orang akhirnya mempunyai pendapatan.


Prinsip yang ketiga adalah memuliakan pekerja, karena melalui merekalah lahir produk yang memiliki nilai tambah. Memuliakan mereka dengan cara memberdayakan seluruh potensi insaniahnya sehingga kelak ia menghasilkan nilai tambah bagi kehidupan, saya kira ini yang disebut dengan pendekatan human capital.


Prinsip keempat adalah memuliakan masyarakat dimana organisasi kita berada. Sekarang sudah muncul pendekatan CSR, Corporate Social Responsibility, yang dahulu mungkin terasa berlebihan, tapi ternyata ini sesuai pepatah dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung , jadi sejatinya seluruh organisasi pada ujungnya harus mengabdi pada masyarakat sebagai tempat buaiannya.


Semua kerja kreatif, semua motif yang kita lakukan, semestinya mengejar tujuan yang lebih tinggi dari sekadar hanya mendapatkan keuntungan materil semata, lebih dari itu tujuan yang lebih tinggi yang dikejar seharusnya merupakan hal yang bersifat spiritual, yang definisinya dalam hal ini mencari makna yang terdalam tentang kehadiran kita, dan mewujudkan nilai nilai yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan berkelanjutan kehidupan manusia di planet bumi serta tujuan akan kemana kita akan pergi haruslah merupakan kehidupan yang lebih tinggi , sehingga dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup kita harus terus belajar memahami kerja Tuhan melalui hukum-hukumnya dialam semesta.(wallahu alam bishawab)