Ternyata dari hasil survey Indonesian Happiness Index tahun 2007 oleh Frontier Consulting Group, sebagaimana dimuat di majalah Intisari Edisi Maret 2008, diketahui bahwa orang-orang yang paling bahagia di Indonesia adalah kaum professional, disusul oleh middle management, tentara dan pegawai tingkat staf. Jajaran top management yang dianggap sebagai golongan berpunya, justru menduduki tingkat yang paling rendah, atau yang paling tidak bahagia.
Setidaknya ini membuktikan bahwa jabatan tinggi dan kekayaan tidak selalu berkorelasi bahagia.
Jadi kalau dalam hidup ini kita mau mengejar kebahagiaan, kita gak usah ngotot mencari kekayaan materi dan jabatan tinggi, alih-alih senang, malah jatuh sakit karena harus berurusan dengan tetek bengek berbagai keharusan-keharusan yang menyertainya, jadi benar itu pepatah yang mengatakan jer besuki mawa beyo.
Tapi semua ini tergantung definisi kita tentang kebahagiaan, setiap orang punya definisi berbeda tentang kebahagiaan., kalau dilihat dari kacamata Maslow tentang hierarkhi kebutuhan manusia, Maslow membagi kebutuhan manusia itu secara berjenjang, dimulai dari pemenuhan kebutuhan dasar/fisilogis yang bersifat materi, kemudian meningkat kepada pemenuhan psikologis, seperti rasa aman, nyaman, setelah itu apa cukup untuk mengatakan kita bahagia ? sepertinya belum, karena setelah kebutuhan fisik, psikis terpenuhi, kita masih membutuhkan kenyamanan sosial, perasaan diterima dan bagian masyarakat, setelah itu bisa kita katakan kita merasa senang tetapi belum bahagia lho , manusia masih butuh aktualisasi diri, ini menurut saya kebutuhan spiritual, karena manusia diminta melakukan apa yang panggilan hatinya, sebelum ia pulang ke haribaan Tuhan. Jika panggilan ini bisa dipenuhi saya kira orang itu sudah bisa dikatakan bahagia.
Untuk bahagia gak perlu memenuhi jenjang Maslow , yang penting ia bisa memenuhi panggilan hatinya,
Menurut Quantum Ikhlas , asset utama manusia adalah pikiran dan perasaan, meski pikiran kita positif tetapi perasaan kita negatif, hasilnya negatif. Perasaan adanya di hati (baca jantung), pikiran adanya di otak. Jantung kita bergetar 5000 kali lebih kuat dari getaran pikiran, malah getaran jantung lebih dulu berdegup pada waktu kita lahir sebelum pikiran kita ada.
Pikiran dan otak kita bekerja menyelesaikan 12 % problem di alam sadar, sementara perasaan dan jantung kita menyelesaikan 88% problem kita dialam bawah sadar. Harusnya pikiran tidak boleh mendominasi kita, Budha juga bilang bahwa sumber penderitaan manusia adalah pikiran , pikiran adalah sumber samsara, makanya Budisme mengembangkan teknik meditasi untuk meninggalkan pikiran dan memasuki alam bawah sadar (perasaan).
Sumber kesenangan dan kebahagiaan kita terletak di perasaan atau di jantung, yang secara fisik juga sumber aliran darah, begitu berhenti kita mati, sama juga begitu perasaan kita mati, maka kita juga mengalami krisis kemanusiaan.
Jadi menurut saya munculnya kebahagiaan bersumber dari munculnya perasaan positif, dan perasaan terhubung kepada yang Diatas. Perasaan positif akan mendorong pikiran pun menjadi positif, dan perasaan tenang muncul, modalnya kita mesti bisa pasrah kepada aturan Tuhan, ilkhlas dalam berbuat, mensyukuri hidup yang diberikan, sabar atas segala cobaan.Gimana?
Ass.....
BalasHapusSabar, suatau artikel yang sangat menarik namun membutuhkan kedalaman pemahaman makna hidup yang sesungguhnya. Pak Adit telah membuka suatu wawasan keimanan yang membumi dalam pemikiran saya, Tks.
Sabar....
Sesungguhnya Allah menjadikan dunia bukan sebagai tempat pembalasan ( pahala atau siksa), bukan pula sebagai tempat memutuskan sesuatu perkara, akan tetapi Allah menjadikan dunia sebagai tempat untuk membersihkan diri, tempat ujian dan cobaan. Peralihan dari satu waktu ke waktu adalah merupakan rangkaian cobaan hidup yang sambung menyambung. Lepas dari satu cobaan, muncul lagi cobaan hidup yang lain.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah - buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang - orang yang sabar, (yaitu) orang - orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan : “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rajiuun”
(QS Al-Baqarah: 155 - 156)
Demikian urun rembug saya atas artikel yang di tulis Pak Adit, Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wass.....
Benar sekali itu p. adit, kalo saya sih gak muluk2 ... Sabar aja ketika diuji, bersyukurlah ketika diberi kenikmatan dan kebahagiaan, maafkanlah ketika kita di dzalimi, serta segeralah istighfar ketika kita merasa telah mendzalimi orang ...
BalasHapusSangat menarik, coba-coba bandingkan dg beberapa internasional indeks untuk Indonesia. Alhamdulillah, ternyata ada yg dapat membahagiakan kita yaitu: ada relasi positif antara indeks demokrasi dg indeks kebahagiaan ini. Sedang ada relasi negatif jika dibandingkan indeks kebahagiaan dg indeks-indeks, spt: HDI, Ekonomi, Daya saing, Pencemaran, Kriminalitas, Lingkungan, dsbg. Situasi ini terjadi menjelang waktu awal-awal Indonesia sebagai negara akan terwujud. Entitas nalar manusia-manusia di wilayah Indonesia merasa bahagia untuk mewujudkan Negara ini, walau pada waktu soempah pemuda dikumandangkan, Indonesia sebagai Negara belum ada.
BalasHapus