Kamis, 26 Juni 2008

True Leader


Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.

Hal ini dikatakan dengan lugas oleh seorang jenderal dari Angkatan Udara Amerika Serikat: jenderal Ronal Fogleman, US Air Force

“I don’t think you have to be wearing stars on your shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time.”

Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.

Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang.

Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.

Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.

Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:


As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.

Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri.

Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.

Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya.

Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).

Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela.

Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.

Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya.

Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.

Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.

Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.

Karakter Seorang Pemimpin Sejati

Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna.

Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ - Kecerdasan Intelektual, EQ - Kecerdasan Emosional, dan SQ - Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ-EQ-SQ yang cukup tinggi.

Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.

Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ - bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan).

Keempat Makna Q adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).

Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence - quality - qi - qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.

Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:


1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)

Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).

Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell:

“The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.”

Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.

Walahualam bishawab

Dicuplik dari berbagai sumber:

Aribowo Prijolaksono

John Maxwell

Senin, 23 Juni 2008

Penilaian Kinerja

Didalam semua perusahaan modern untuk menunjang kepuasan kerja yang akan mendorong kinerja ekselen adalah, adanya kejelasan perencanaan karir (carrier planing) dan performance appraisal yang fair dan yang tak kurang penting adalah sistem imbal jasa yang atractive. Ketiga sub sistem pengelolaan sumberdaya manusia ini merupakan sub sistem yang vital.

Kebanyakan perusahaan tidak terlalu berhasil dalam menerapkan sistem ini, apalagi dalam situasi pekerjaan zaman sekarang yang turn over nya tingga karena lalu lintas tenaga kerja demikian bebas dan cenderung menjadi pekerja mandiri.

Mungkin dimasa depan fenomena pekerja mandiri ini akan semakin banyak, mengingat infrastruktur teknologi seperti internet benar –benar mendukung perkembangan ini.

Adanya konsep SOHO, Small Office Home Office menggambarkan fenomena itu, bahwa bekerja saat ini bisa dilakukan secara mandiri dari rumah, tanpa adanya hubungan buruh majikan, akan tetapi nuansanya berubah menjadi hubungan penyedia jasa dan pengguna jasa.

Inti kompetensi di era baru ini adalah bahwa pengetahuan manusia yang berupa tacit knowledge, yakni berupa pengetahuan kognitif (know what), tidak lagi memiliki barrier to entry atau hambatan, kini semua orang dengan mudah dapat mengakses informasi ilmu pengetahuan dengan amat mudah, dimanapun bahkan dengan hanya mengklik di panel komputer, seseorang dapat dengan mudahnya mendapatkan informasi apapun yang diperlukan secara instan.

Karenanya yang dicari kemudian bukan itu lagi akan tetapi berupa explicit knowledge yang berupa ketrampilan dan kompetensi. Dapat dikatakan bahwa kompetensi ini sifatnya manggon di orang perorangan, diera inilah kita akan berburu membeli orang-orang seperti ini.

Kalau dulu di zaman kuno jual beli manusia dilakukan karena diperlukan tenaga fisiknya untuk berbagai keperluan, maka di zaman modern sekarang jual beli seperti inipun terjadi, Cuma yang dicari adalah kompetensi. Kalau dulu kebebasan tidak ada maka disebut perbudakan, karena lebih dekat dengan penindasan, kalau zaman sekarang setiap orang bebas menentukan pilihannya sendiri, maka tidak ada perbudakan yang ada cuma komoditasi.

Kembali ke soal itu tadi yakni carrier planning, performance appraisal dan imbal jasa , bagi suatu organisasi merupakan hal yang vital, karena organisasi lah pemakai sumberdaya kompetensi yang rakus..

Didalam dunia kerja, kompetensi didefinisikan sebagai aspek yang penting dan menentukan kinerja pekerja. Sebagian besar dari pekerja akan menghasilkan performansi yang efektif jika mereka memiliki pengetahuan, ketrampilan serta perilaku (skill attitude) yang cukup baik dan dapat diaplikasikan secara bersamaan.

Spencer and Spencer mendefinisikan kompetensi sebagai karakter sikap dan perilaku, kemampuan individual yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi ditempat kerja, yang terbentuk dari sinerji antara watak, konsep diri, mkotivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual.

Secara gampang kompetensi dapat dibagi menjadi kompetensi teknikal (hard competence) dan kompetensi perilaku (soft competence).

Bangunan kompetensi individu menurut Spencer and Spencer terdiri dari lima unsur yaitu: motif, watak, konsep diri, pengetahuan dan ketrampilan


Menilai keberhasilan kompetensi adalah melalui penilaian kinerja karena penilaian kinerja individu karyawan berhubungan dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi secara keseluruhan, maka seluruh proses "performance management" (PENILAIAN KINERJA), mulai dari perencanaan kerja, review dan penilaian prestasi kerja karyawan dilakukan pada saat yang bersamaan di dalam seluruh bagian organisasi.

Perencanaan kerja individu dalam penilaian kinerja umumnya dilakukan dengan mengacu pada apa yang ingin dicapai oleh organisasi (strategic atau business plan) yang ujung-ujungnya mengacu pada visi dan misi organisasi. Aktivitas ini umumnya dilakukan pada awal tahun setelah rencana kerja organisasi ditetapkan. Proses berikutnya adalah review, dimana karyawan menilai hasil kerja yang ada berdasarkan target yang telah ditetapkan pada awal tahun. Aktivitas yang terakhir adalah rewarding, dimana karyawan mendapatkan reward (bonus/kenaikan gaji/promosi/mutasi dll) berdasarkan hasil penilaian kinerja yang telah dilakukan. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada akhir tahun.

Tidak jarang para karyawan merasa kecewa karena dinilai tidak memiliki kinerja yang standar. Mereka menganggap telah terjadi manipulasi data oleh penilai. Bisa saja itu terjadi kalau penilaian kinerja terhadap karyawan dilakukan dengan ukuran subyektif. Dengan kata lain terjadi peluang munculnya bias.

Bentuk bias penilai meliputi hal – hal berikut.

Hallo Effect

Bias ini terjadi ketika opini personal penilai terhadap karyawan mempengaruhi ukuran kinerja.

Bias Menghindari Penilaian Berlebihan

Penilaiannya dekat dengan rata–rata. Inilah yang disebut bias atau kesalahan menilai. Padahal ini mengakibatkan kerugian pada karyawan yang memang secara obyektif memiliki kinerja tinggi.

Bias Kemurahan dan Ketegasan Hati

Bias kemurahan atau ketegasan hati terjadi ketika para penilai cenderung begitu mudah atau pelit dalam menilai kinerja para karyawan .

Prasangka Personal (Contrast Effect)

Ketidaksukaan penilai terhadap sebuah kelompok orang dapat mendistorsi penilaian yang orang terima.

Bagaimana mengurangi bias penilai? Manakala ukuran kinerja yang subyektif harus digunakan, bias dapat dikurangi melalui pelatihan, umpan balik, dan teknik seleksi kinerja yang lebih baik dan bias serta penyebabnya harus diperjelas, selanjutnya

Perlunya penjelasan tentang hasil penilaian kinerja terhadap karyawan secarajujur dan obyektif,

Umpan balik dapat terjadi ketika yang dinilai, berhak untuk memprotes jika hasil penilaiannya dianggap tidak adil.

Walahualam bi shawab




Rabu, 18 Juni 2008

Das Sollen


Hidup bukan das sollen, tapi das sein, ia merupakan suatu kenyataan yang harus dialami dan dijalani dalam penjelajahan nanusia dalam ruang dan waktu, agar kebenaran dapat dirasakan sebagai bagian dari kedirian kita, dan bukan hanya difikirkan sebagai sesuatu diluar diri.

Dialektika kehidupan adalah suatu hal yang tak terelakkan sebagai bagian dari hukum dualitas harmonis dalam penciptaan alam semesta. Dualitas dalam kehidupan di alam semesta ini seolah-olah tampaknya bertentangan seperti dingin dan panas, api dan air, luar dan dalam, tapi hakikatnya adalah pasangan harmonis yang berinteraksi satu dan lainnya membentuk suatu realitas kebenaran.

Dunia ide tempatnya para pemikir bermain-main dengan konsep-konsep yang ada dialam mental, tempat segala kemungkinan berasal. Intelegensia yang berupa akal bergerak kesana kemari menggunakan kaki-kakinya , pikiran dan perasaan mencari informasi di alam realitas mental dan dari langit, serta informasi dari alam realitas materi , agar bisa menggambarkan suatu kebenaran di alam mental yang nantinya ditransmisikan kealam realitas agar menjadi wujud materi.

Das sollen dan das sein adalah bagian yang tak terpisahkan dari dualitas harmonis alam semesta itu , mungkin karena itulah dia menjadi tempatnya harapan yang memacu manusia untuk bertahan dialam materi ini.

Antara kenyataan dan keharusan saling berkejaran dan bersaing untuk menempati ruang mental manusia yang namanya persepsi, paham atau paradigma.

Untuk sebuah ide seringkali manusia bisa jadi sangat kejam dan absurd serta rela membunuh, Polpot untuk mewujudkan ide masyarakat utopis komunis tega membantai jutaan rakyat kamboja dibawah rezim Kmer merahnya, bahkan inquisisi yang dilakukan oleh gereja terhadap para pengikut yang telah dilabel sebagai kafir, infidel atau heretik mendapat perlakuan yang sama antara lain dibakar.

Hati- hati dengan ide karena belum tentu dia disinari oleh kebenaran yang bersumber dari yang tinggi, karena jiwa manusia demikian mudah diombang ambingkan oleh kenyataan bahwa informasi indrawi yang diperoleh dari pengamatan empiris dialam realitas materi bisa jadi kebenaran spekulatif, dan informasi alam mental bisa jadi bisa jadi terdistorsi oleh bisikan iblis yang mampu memutar balik keburukan menjadi baik dan sebaliknya.

Hati-hati dengan persepsi dan pemahaman karena dengan segala keterbatasannya ia menjadi tidak suci apalagi jika bertentangan dengan realitas kemanusiaan.Kebenaran bagaimanapun bukan hanya untuk difikirkan tapi juga harus bisa dirasakan dengan mengalaminya dan menjalani prosesnya . Kedua fakultas mental berupa pikiran dan perasaan adalah aset manusia untuk bisa mengetahui, memahami, merasakan, menghayati kebenaran dan menyadari keutuhannya.

Karena realitas alam dan manusia sesungguhnya wajah Tuhan yang penuh misteri , maka diperlukan kearifan dalam memahami kehendak Nya didalam berbagai peristiwa.

Gambaran realitas dialam mental akan menjadi realitas dialam fisik jika kita dapat memahami cara bekerjanya hukum-hukum/prinsip alam mental dan alam fisik, tanpa mengetahui itu maka cuma kekuasaan yang menawari jalan pintas, padahal kekuasaan itu mudah sekali terdistorsi (baca corrupted).

Walahualam bishawab

Kamis, 05 Juni 2008

Pengaruh Budaya Terhadap Cara Pandang


Orang-orang Asia ternyata melihat dunia dengan cara berbeda dibanding orang Amerika Utara atau orang Barat. Demikian hasil penelitian para ilmuwan dari Universitas Michigan.

Para peneliti menemukan, ketika diperlihatkan sebuah foto, para siswa Amerika Utara yang berlatar belakang Eropa memberi perhatian lebih pada objek di bagian muka foto, sementara siswa dari China menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengamati latar belakang pemandangan dalam foto dan mempelajari gambar secara keseluruhan.

Para peneliti yang dipimpin Hannah-Faye Chua dan Richard Nisbett, mengikuti gerakan mata para siswa - 25 orang Eropa Amerika dan 27 orang China - untuk menentukan bagian apa yang mereka lihat dalam foto dan berapa lama mereka fokus pada satu titik tertentu.

"Hasilnya, mereka ternyata melihat dunia dengan cara berbeda," kata Nisbett, yang yakin perbedaan ini berakar pada masalah budaya.

"Orang Asia hidup dalam dunia sosial yang jauh lebih kompleks dibanding orang Amerika," ujarnya. "Mereka lebih memperhatikan orang lain dan lingkungannya dibanding kita (orang Amerika).
Kita lebih individualis."

Temuan ini dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences edisi Selasa.

Kunci dalam kebudayaan China adalah harmoni, keselarasan, demikian kata Nisbett. Sedangkan di Barat kuncinya adalah bagaimana menemukan cara untuk menyelesaikan sesuatu, sehingga orang Barat kurang memperhatikan hal-hal lain. Orang Asia melihat sesuatu secara keseluruhan, sedangkan orang Barat fokus pada satu hal.

Ini, menurutnya, kembali pada kehidupan ekologi dan ekonomi ribuan tahun lalu.

Di jaman China kuno, para petani mengembangkan sebuah sistem pertanian irigasi. Petani padi harus bekerja sama untuk berbagi air dan memastikan tidak ada yang merugi atau berbuat curang.

Kebiasaan orang Barat, di lain pihak, berkembang sejak jaman Yunani kuno, dimana orang-orang menjalankan pertanian individu, menanam anggur dan minyak zaitun, lalu mengelolanya sebagai bisnis pribadi.

Dari sini sudah terlihat bahwa perbedaan persepsi itu telah muncul sejak 2.000 tahun lalu.

Aristoteles, misalnya, lebih fokus ke obyek. Ia melihat batu tenggelam di air karena gravitasi dan berat jenisnya besar, sedangkan kayu terapung karena berat jenisnya lebih kecil dari air. Namun peneliti ini tidak terlalu memperhatikan air.

Sedangkan orang China menganggap segala sesuatu berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Itulah sebabnya mereka lebih memahami gelombang dan magnetisme jauh sebelum orang-orang Barat.

Nisbett menggambarkan ini dengan suatu ujian dimana ia meminta orang-orang Jepang dan Amerika memandang foto pemandangan bawah air lalu melaporkan apa yang mereka lihat.

Hasilnya, orang-orang Amerika akan langsung fokus pada objek-objek paling mencolok dan yang bergerak paling cepat, seperti tiga ikan trout yang berenang. Sedangkan orang-orang Jepang lebih banyak bercerita bahwa mereka melihat arus air, warna air yang hijau, ada bebatuan di dasar, baru kemudian menceritakan ikannya.

Orang-orang Jepang itu memberi informasi latar belakang 60 persen lebih banyak dibanding orang Amerika. Mereka juga memiliki informasi mengenai hubungan antara latar belakang dengan objek-objek lain dua kali lebih banyak dibanding peserta Amerika.

Dalam tes lain, para peneliti mengikuti gerakan mata orang Asia dan Amerika ketika mereka melihat suatu gambar.

Orang Amerika segera melihat objek di latar depan - seekor macan tutul di hutan - dan mereka memandangnya lebih lama. Orang China lebih banyak menggerakkan matanya, terutama ke latar belakang. Pandangan mereka maju dan mundur antara objek utama dengan latarnya, seolah mencari hubungan dan keselarasannya.

Nah, kembali ke masalah budaya, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa budaya memang mempengaruhi cara pandang seseorang. Ketika para peneliti menguji orang-orang Asia yang dibesarkan dengan cara Barat, maka mereka berada pada posisi tengah-tengah antara cara orang Asia memandang dengan cara Amerika. Mereka kadang bahkan lebih condong ke cara Amerika saat memperhatikan gambar.

Ini menunjukkan bahwa budaya mempengaruhi proses persepsi seperti bagaimana seseorang mengendalikan gerakan matanya. Artinya, bagaimana seseorang melihat dunia ternyata tergantung pada cara mereka dibesarkan dan dari mana mereka berasal.

Quoted from: Sarwono K

Selasa, 03 Juni 2008

Kehidupan Sang Elang


Elang merupakan jenis unggas yang mempunyai umur paling panjang didunia.

Umurnya dapat mencapai 70 tahun. Tetapi untuk mencapai umur sepanjang itu

seekor elang harus membuat suatu keputusan yang sangat berat pada umurnya yang ke 40.

Ketika elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi

panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi

sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal,sehingga sangat menyulitkan

waktu terbang. Pada saat itu, elang hanya mempunyai dua pilihan: Menunggu kematian,

atau Mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan --- suatu proses

transformasi yang panjang selama 150 hari.

Untuk melakukan transformasi itu, elang harus berusaha keras terbang keatas puncak

gunung untuk kemudian membuat sarang ditepi jurang , berhenti dan tinggal disana selama

proses transformasi berlangsung.

Pertama-tama, elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh

tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu

tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu

persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut

bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan.

Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh.

Elang mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru,

elang tersebut mulai menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh energi!


Dalam kehidupan kita ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan

yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani

dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu

adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan.

Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita dapat mulai

terbang lagi menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan. Hanya bila kita

bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru,

kita baru mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam,

mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan.

Halangan terbesar untuk berubah terletak di dalam diri sendiri

dan andalah sang penguasa atas diri anda.

Jangan biarkan masa lalu menumpulkan asa

dan melayukan semangat kita.

Anda adalah elang-elang itu.

Perubahan pasti terjadi.

Maka itu, kita harus berubah!

God Bless You !.