Kekayaan, pangkat, dan jabatan yang sering kali dijadikan tolak ukur kesuksesan, dalam praktiknya kerap menjerumuskan orang pada kesesatan.
Semoga Allah Yang Mahaagung mengaruniakan kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan. Sebab, orang yang diuji dengan kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan mereka yang diuji dengan kesuksesan.
Banyak orang yang tahan menghadapi kesulitan, tapi sedikit orang yang tidak tahan ketika menghadapi kemudahan. Ada orang yang bersabar ketika tidak mempunyai harta, tapi banyak orang yang tidak bisa mengendalikan diri saat dikaruniai harta yang melimpah. Ternyata, harta, pangkat, dan jabatan yang sering kali dijadikan tolak ukur kesuksesan, dalam praktiknya kerap menjerumuskan orang pada kesesatan.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kesuksesan itu? Boleh jadi setiap orang memiliki pandangan berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan sebagai keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan. Dalam pandangan Islam, kesuksesan tidak sekadar aspek dunia belaka, tapi menyentuh pula aspek akhirat.
NILAI SEBUAH KESUKSESAN
Pertama, kalau aktivitas yang kita lakukan menjadi suatu amal. Apalah artinya kita banyak berbuat kalau tidak bernilai amal.
Kedua, bila nama kita semakin baik. Apalah artinya kita mendapatkan uang, mendapatkan harta atau kedudukan kalau nama kita coreng-moreng.
Ketiga, kalau kita terus bertambah ilmu, pengalaman, dan wawasan. Apalah artinya jika harta bertambah, tetapi ilmu dan pahala tidak bertambah. Bila ini yang terjadi, kita hanya akan terjebak oleh harta yang kita miliki.
Keempat, kita disebut sukses kalau kita dapat menjalin silaturahIm dengan orang lain, sehingga bertambah saudara. Apalah artinya mendapatkan uang dan kedudukan, tetapi musuh kita bertambah banyak. Dengan terjalin silaturahmi, insya Allah akan semakin banyak orang yang mencintai kita. Bila orang sudah cinta, maka ia akan mengerahkan ilmunya untuk menambah ilmu kita, mencurahkan wawasannya untuk mengembangkan wawasan kita, serta memberikan tenaga dan hartanya untuk melindungi kita.
Kelima, kita disebut sukses bila pekerjaan yang kita lakukan dapat memberikan manfaat yang besar kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya". Semakin banyak menjadi jalan kesuksesan bagi orang lain, maka semakin sukseslah diri kita.
Pada hakikatnya kesuksesan itu milik setiap orang. Yang menjadi masalah, tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu. Setidaknya ada tujuh langkah atau kiat yang dapat kita lakukan untuk meraih kesuksesan tersebut. Ketujuh langkah ini harus ada semuanya, jika salah satu tidak ada, maka belum bisa dikatakan sebuah kesuksesan.
PERTAMA, BERIBADAH DENGAN BENAR.
Ibadah adalah fondasi dari niat, fondasi dari track yang akan kita buat. Siapapun yang ingin membangun kesuksesan, ia harus memperbaiki ibadahnya. Perbaiki, terus perbaiki ibadah. Siapa yang akan membimbing kita jika ibadah kita buruk? Siapa yang akan melindungi kita dari ketergelinciran kalau ibadah kita tidak jalan? Bukankah Allah SWT berjanji akan menolong orang-orang yang ibadahnya baik. Intinya, ibadah adalah fondasi yang akan membuat kita agar senantiasa terjaga dalam jalur yang tepat.
KEDUA, BERAKHLAK BAIK.
Akhlak yang baik adalah bukti dari ibadah yang benar. Apapun yang kita lakukan, kalau dilandasi akhlak yang buruk niscaya akan berakhir dengan kehancuran. Apa yang dimaksud akhlak yang baik itu? Merespons segala sesuatu dengan sikap yang terbaik.
KETIGA, BELAJAR TIADA HENTI.
Karena itu, pertanyaan yang harus kita ajukan adalah apakah kita menyukai belajar? Setiap hari masalah bertambah, kebutuhan bertambah, dan situasi berubah. Bagaimana mungkin kita menyikapi situasi yang terus berubah dengan ilmu yang tidak bertambah!
KEEMPAT, BEKERJA KERAS, CERDAS DAN IKHLAS
Curahan keringat tak selalu identik dengan kesuksesan. Berpikir cerdas adalah merupakan bagian dari kerja keras. Pada prinsipnya, sebuah hasil yang maksimal akan diraih bila kita mampu mengaktualisasikan ibadah, akhlak, dan ilmu kita dalam pekerjaan yang berkualitas.
KELIMA, BERSAHAJA DALAM HIDUP.
Ini poin yang sangat penting. Banyak orang bekerja keras dan mendapatkan apa yang dia inginkan, tetapi dia tidak dapat mengendalikan dirinya. Bersahaja itu bukan miskin, bersahaja adalah menggunakan sesuatu sesuai keperluan. Dengan bersahaja kita akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tidak diperbudak keinginan.
KEENAM, BANYAK MEMBANTU SESAMA.
Gemar membantu orang lain adalah tanda kesuksesan. Kita harus gigih agar kelebihan yang kita miliki dapat menjadi nilai tambah bagi sesama.
KETUJUH, SELALU DENGAN HATI YANG BERSIH
Bila hati kita berpenyakit, maka akan tumbuh rasa ujub, ria, sum'ah, takabur, dan lainnya. Kondisi ini akan membuat amal-amal kita tidak berarti; tidak indah lagi di dunia dan tidak berkah lagi untuk akhirat. Allah SWT berfirman, Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (QS. Asy-Syu'ara: 88-89).
Mudah-mudahan dengan langkah atau kiat tersebut dapat kita lakukan dengan baik dan konsisten atau istiqomah, Insya Allah akan berdampak untuk kesuksesan diri, berdampak pada lingkungan, dan pada saat yang sama berdampak pula pada kesuksesan kita di akhirat. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh : Ustad Danu Kuswara
Jakarta, 11 November 2009
Kamis, 12 November 2009
Kamis, 01 Oktober 2009
Titipan
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah ...
semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah ...
keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti,
padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja".
(WS Rendra)
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah ...
semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah ...
keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti,
padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja".
(WS Rendra)
Selasa, 01 September 2009
Hikmah Ramadhan
Kyai Haji Mustofa Bisri, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Mus, beliau menulis mengenai hikmah Ramadhan, yang indah sekali penggambarannya sebagai berikut :
Sebagai hamba Allah SWT yang telah berikrar, sebenarnya apa pun perintah-Nya, kita tidak perlu dan tidak pantas bertanya-tanya mengapa, untuk apa?. Hamba yang baik justru senantiasa ber-husnuzhzhan, berbaik sangka kepada-Nya. Allah SWT memerintahkan atau melarang sesuatu, pastilah untuk kepentingan kita.
Karena Allah SWT Maha Kaya, tidak memiliki kepentingan apa pun. Ia mulia bukan karena dimuliakan; agung bukan karena diagungkan; berwibawa bukan karena ditunduki. Sejak semula Ia sudah Maha Mulia, sudah Maha Agung, sudah Maha Kaya, sudah Maha Berwibawa. Kalau kemudian Ia menjelaskan pentingnya melaksanakan perintah-Nya atau menjauhi larangan-Nya, semata-mata karena Ia tahu watak kita yang suka mempertanyakan, yang selalu menonjolkan kepentingan sendiri.
Maka, sebelum kita mempertanyakan mengapa kita diperintahkan berpuasa, misalnya, Allah SWT telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(Q. 2. Al-Baqarah: 183)
"Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan puasa atas kalian sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa."
Jadi, puasa yang diwajibkan sejak dulu kepada kaum sebelum kita, bertujuan utama: agar kita manusia ini bertakwa. Takwa adalah kondisi puncak hamba Allah. Hamba mukmin di dunia ini, dalam proses menuju ketakwaan kepada Allah SWT. Karena semua kebaikan hamba di dunia dan kebahagiaannya di akhirat, kuncinya adalah ketakwaan kepada-Nya. Mulai dari pujian Allah SWT, dukungan dan pertolongan-Nya, penjagaan-Nya, pengampunan-Nya, cinta-Nya, limpahan rejeki-Nya, pematutan amal dan penerimaan-Nya terhadapnya; hingga kebahagiaan abadi di sorga, ketakwaanlah kuncinya. (Baca misalnya, Q.3: 76, 120, 133, 186; Q.5:27; Q. 16: 128; Q. 19: 72; Q. 39: 61; Q. 65: 2-3; Q. 33: 70-71; Q. 49: 13).
Itu garis besarnya. Apabila kebahagiaan yang dicari manusia, itulah kuncinya. Kunci dari Sang Pencipta manusia dan kebahagiaan itu sendiri. Seringkali, manusia merasa mengerti dan tahu jalan menuju kebahagiaan. Mengabaikan tuntunan Tuhannya. Ternyata tersesat. Akhirnya, kebahagiaan yang dicari, kesengsaraan yang didapat. Di zaman modern ini misalnya, banyak orang menganggap kebahagiaan bisa didapat dari materi dan orang pun berlomba-lomba mengejar materi. Seringkali, sampai “kaki dijadikan kepala, kepala dijadikan kaki”. Ujung-ujungnya, karena materi ternyata tidak kunjung memberi kebahagiaan, mereka pun lari kepada yang lebih mudarat lagi: mengonsumsi obat-obatan. Narkoba.
Untunglah, Allah menyediakan satu bulan, bulan suci, dimana kita diberi kesempatan untuk melakukan muhasabah yang lebih intens. Kita diberi anugerah luar biasa yang namanya p u a s a. Di bulan Ramadan di mana kita berpuasa, ritme dan gaya hidup kita berubah. Jadwal makan pun berubah dengan satu kelebihan: kita memenuhinya dengan teratur. Maka, banyak kalangan ahli yang kemudian mengaitkan puasa dengan kesehatan, merujuk sabda Nabi kita, “Shuumuu tashihhuu”, (Berpuasalah kalian, maka kalian akan sehat).
Dengan berpuasa, tidak hanya makan-minum kita menjadi teratur; malah para ahli mengatakan bahwa puasa dapat membersihkan dari tubuh kita, unsur-unsur buruk yang membuat kita sakit.
Jadi, puasa bulan Ramadan, bukan saja dianugerahkan Allah bagi kepentingan ruhaniah, tapi juga jasmaniah kita. Atau dengan kata lain, Allah menganugerahkan kepada kita puasa sebagai sarana menyempurnakan diri. Jasmaniah dan ruhaniah. Kalau ungkapan “Al-‘aqlus saliim fil jismis saliim” menyiratkan pentingnya menjaga kesehatan jasmani agar akal menjadi sehat, maka puasa justru memberi peluang kepada kita untuk sekaligus meraih keduanya.
Dengan puasa, hamba Allah digembleng untuk menjadi manusia yang benar-benar sehat luar dalam yang selalu mengingat Sang Penciptanya. Bukan manusia penyakitan yang gampang lupa kepada Tuhannya. Orang yang lupa Tuhannya, seperti difirmankanNya sendiri dalam kitab sucinya al-Quran, dibuat lupa kepada dirinya sendiri.(Q. 59: 19).
Mari kita sikapi bulan Ramadan dengan segala suasana khusyuknya ini dengan sebaik-baiknya. Berpuasa sesuai aturan dan dengan merenungkan hikmah-hikmahnya. Kita penuhi saat-saatnya dengan meningkatkan amal ibadah yang tidak hanya bersifat ritual mahdhah. Dan dalam hal ini, perlu kita waspadai jebakan si serakah industri, termasuk dan utamanya industri pertelevisian, yang lagi-lagi memanfaatkan momentum bulan suci untuk mengeruk keuntungan materi dan membedaki tujuan komersialnya dengan pupur religi. Selamat Beribadah!
Minggu, 09 Agustus 2009
Puisi mengenang Rendra
Oleh : Taufiq Ismail
Aku disambar berita halilintar kamis malam ketika bulan belum kelam.
Disini dirumah puisi diantara gunung Merapi dan gunung Singgalang.
Sampailah berita seorang sahabatku yang berpulang WS Rendra.
Dia penyair, dramawan, aktor, sutradara, seniman , budayawan, kritikus masyarakat
Seorang yang sangat cinta pada manusia, pada bangsanya, seorang yang tak bisa melihat
Salah urus dan penindasan.
Dalam puisi dan drama yang dia pentaskan dia tak peduli walau untuk itu ia masuk tahanan.
Willy telah 48 tahun terjalin persahabatan, sejak 1961 kita berteman, berdebat, bertukar fikiran, bertengkar, menggunting, menjahit dan menambal zaman.
Pergi kesana dan kemari panjang sudah perjalanan, kaki langit ternyata jauh dalam jangkauan.
Apa yang selalu sandal kita, rasa dalam injakan peluh, airmata, daki, kemarau ,angin dan taufan.
Willy, pada suatu hari cucuku Aidan dan Rania berkata, Datuk pilihkan dari Eyang Rendra puisi cintanya.
Saya memandang cucu-cucu saya, pilihanmu untuk puisi-puisi cinta pada Eyang Rendra alangkah tepatnya.
Dengarkan ini satu berjudul Stanza Datuk bacakan :
Ada burung dua jantan dan betina hinggap didahan,
Ada daun tua tidak jantan tidak betina gugur didahan,
Ada angin dan kapuk dua-dua sudah tua, pergi ke selatan,
Ada burung ,daun,kapuk,angin,dan mungkin juga debu mengendap dalam nyanyiku.
Mendengar puisi cinta eyang Rendra itu betapa senangnya hati cucu-cucuku
Willy ! mendengar kau sakit dibulan Juli, pergilah aku dan istriku Ati, menjenguk kau yang terbaring sendiri, ditemani Clara, Ken sedang pulang,
Diruang gawat darurat di rumah sakit ini, bersama Amaq Baldjun dan Jose Rizal Manua, kau telentang ditempat tidur, jarum infuse ditangan, kau tidak boleh banyak bicara, tapi Willy, kau gembira sekali, banyak bicara begitu begini, tentang penyakit dari jantung hingga ke ginjal, kau sebenarnya tak bpoleh banyak bicara, tapi siapa yang bisa mencegahmu bicara.
Akhirnya aku ajak kita berdoa bersama, sementara berdoa kita mengangis pula, siapa yang bisa mencegah titiknya air mata. Selesai berdoa aku dan Ati permisi pergi, kita berpelukan dan bertangisan.
Sampai diujung tempat tidur, kau panggil kami Fiq ! jangan pergi ! jangan pergi!, aku kembali, doa kita ulangi lagi, airmata makin bercucuran, rupanya itulah pelukan penghabisan.Duapuluh empat hari kemudian, engkau pergi memenuhi panggilan.
Willy! Perjalanan kau terakhir, seindah-indah perjalanan, dihari nisfu Sya’ban menjelang Ramadhan, penuh baraqah bacaan Qur’an.
Dimalam Jum’at kau berangkat, besoknya sesudah selesai jamaah bershalat juma’at, betapa banyaknya orang-orang yang berduka di Cipayung mengantar kau ke pemakaman, betapa tinggi makna ini peristiwa, bahkan inilah kehormatan luar biasa kepergian kau kea lam baqa, tanpa rencana jadilah ia upacara.
Betapa dalam hikmah yang sebenarnya, dapatkah tertangkap oleh mata yang fana.
Selamat jalan sahabat, juru bicara artistic kami, urusan kau bukan semata-mata keindahan estetika, tapi jauh lebih dari itu, seperti yang tulis tujuh tahun yang lalu, dalam sajakmu Do’a Untuk Anak Cucu:
Ya Allah kami dengan cemas menunggu kedatangan burung dara, yang membawa ranting zaitun dikaki bianglala kami bersujud dan berdoa, isinya persis seperti do’aku ini.;
Lindungilah anak cucuku, lindungilah daya hidup mereka, ya Allah satu-satunya Tuhan kami sumber dari hidup kami ini, kuasa yang tanpa tandingan, tempat tumpuan dan gantungan, tak ada samanya diseluruh semesta raya. Allah, Allah, Allah,Allah
Selasa, 04 Agustus 2009
Belajar Mengaku Kalah
Ini saya cuplik tulisan Gus Solah ( Salahuddin Wahid), supaya kita punya pemimpin yang berhati legowo, yang kasihan sama rakyat.
" Ratusan juta orang di seluruh dunia mengikuti proses Pemilihan Presiden AS 2008 melalui televisi. Mendengar pidato kekalahan McCain, semua takjub. Mengagumi kebesaran jiwanya dan terpesona isi pidato kekalahannya yang menyentuh hati. Substansi pidato itu tidak kalah
dibandingkan pidato kemenangan Obama.
Kata McCain, ”Malam ini amat berbeda dengan malam-malam sebelumnya, tidak ada dalam hati saya, kecuali kecintaan saya kepada negeri ini dan kepada seluruh warga negaranya, apakah mereka mendukung saya atau Senator Obama. Saya mendoakan orang yang sebelumnya adalah lawan saya, semoga berhasil dan menjadi presiden saya.”
Al Gore ”versus” Bush
Penghitungan suara Pilpres 2000 (Wapres Al Gore melawan Bush) amat dramatis. Hasil penghitungan suara secara nasional hampir selesai dan siapa pemenangnya bergantung pada penghitungan suara di Florida, yang gubernurnya adalah adik capres Bush. Suara Bush: 2.909.171, suara Gore: 2.907.387. Selisihnya amat kecil: 1.784 suara.
Tim kampanyenya berhasil mencegah Al Gore yang sedang dalam perjalanan untuk mengakui kekalahan di depan publik. Mereka berusaha keras agar dapat di lakukan penghitungan ulang di seluruh Florida. Maka, dimulailah proses hukum yang menegangkan, yang memakan waktu beberapa pekan hingga melibatkan MA Florida dan MA Amerika Serikat.
Pemilihan menggunakan mesin yang ternyata hasil coblosannya sering tidak jelas kalau tidak cukup kuat menekannya. Perdebatan terjadi tentang standar coblosan yang bisa diakui sebagai tanda bahwa si pemilih telah menentukan pilihannya.
Sempat dilakukan penghitungan ulang untuk sejumlah county dan selisih suara menurun tinggal 327 suara. Terjadi tekanan massa pendukung Bush untuk menghentikan proses penghitungan ulang di sebuah county. Lalu, ada perintah untuk menghentikan penghitungan ulang.
Tim Al Gore masih tetap ingin berjuang. Al Gore menelepon ketua tim untuk menghentikan perjuangan itu. Salah satu kalimat Al Gore amat menarik: ”Kalaupun aku menang (dalam penghitungan suara), rasanya aku tidak menang (dalam pengertian lebih luas). Ayahku mengatakan bahwa kekalahan dan kemenangan itu dibutuhkan untuk memuliakan jiwa kita.”
Lalu, Al Gore tampil dalam acara TV bersama Bush yang ada di tempat lain untuk mengakui kekalahan dan menyampaikan selamat kepada Bush. Tidak ada protes atau demo pendukung Al Gore. Ternyata Al Gore betul, dia menerima hadiah Nobel, sedangkan Bush dianggap sebagai salah satu Presiden AS terburuk.
Jesse Owens dan Hitler
Ada kisah menarik pada Olimpiade 1936 di Berlin tentang Jesse Owens, atlet terbesar AS berkulit hitam, pemegang rekor dunia untuk lari 100 meter dan 200 meter. Jerman mempunyai atlet hebat yang bisa menjadi saingan berat Jesse Owens.
Pertarungan antara atlet Jerman dan Owens akan menjadi atraksi paling bergengsi. Karena itu, Hitler memompa semangat atlet Jerman itu. Hitler yang rasis menyatakan, Owens seorang negro yang tidak sepadan dengan atlet Jerman yang berdarah Aria, ras terunggul di dunia. Dia mengatur agar penonton mendukung si atlet Jerman dengan menyoraki Owens agar emosinya terganggu dan kalah.
Ternyata Owens tampil sebagai juara. Hitler tidak dapat menerima kekalahan itu dan tidak bersedia memberikan selamat kepada Owens. Si atlet Jerman yang kalah ternyata bukan rasis dan punya sportivitas tinggi. Dia berani menghampiri dan memberikan selamat kepada Owens di depan Hitler dan puluhan ribu penonton.
Kondisi Indonesia
Bandingkan tiga hal di bagian awal tulisan ini dengan apa yang terjadi di Indonesia. Pidato kekalahan memang belum menjadi tradisi di sini. Namun, mengucapkan selamat meski tidak langsung bertemu, cukup dengan telepon atau melalui pers, sudah merupakan suatu teladan yang baik bagi masyarakat.
Saya tidak tahu apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah sempat bertemu dan berjabat tangan dengan Megawati Soekarnoputri pasca-Pilpres 2004. Namun, kita tahu, Taufik Kiemas telah menjalin komunikasi langsung dengan Presiden Yudhoyono. Pak Habibie, tanpa beban datang ke Istana menemui Presiden Yudhoyono. Gus Dur menghadiri upacara peringatan 17 Agustus 2008 dan bersilaturahim Idul Fitri ke Istana Merdeka.
Yang paling parah adalah terjadinya konflik fisik di antara pendukung pasangan calon gubernur di Maluku Utara (Malut). Tak terdengar adanya upaya dari kedua cagub untuk meredam emosi para pendukung. Meski menganggap tidak sah penetapan dan pelantikan Gubernur Malut oleh Mendagri, akan baik jika pihak yang kalah dengan legowo menerima kekalahan dan mengucapkan selamat kepada pemenang. Setelah itu melakukan rekonsiliasi di antara kedua kelompok pendukung.
Menanamkan kesadaran
Kisah Owens dan Al Gore saya dapatkan melalui film. Perlu digali dan disosialisasikan kisah tentang mereka yang kalah bertanding dalam bidang apa pun (politik, olahraga, dan ilmu) yang menunjukkan bagaimana cara menjadi pihak yang kalah secara terhormat, terutama di Indonesia.
Adang Daradjatun berani mengakui kekalahannya dalam pemilihan gubernur DKI di depan pers. Seusai menghadiri sidang untuk mendengarkan pembacaan putusan penolakan MK terhadap gugatan pasangan Wiranto-Wahid tentang hasil penghitungan suara KPU, di depan wartawan saya menyampaikan selamat kepada pasangan SBY-JK dan Mega-Hasyim. Tentu masih banyak lagi contoh lainnya.
Sejak kecil perlu ditanamkan kesadaran, jika sudah kalah dan mengaku kalah, itu terhormat, tidak memalukan atau mencemarkan nama baik. Tindakan itu justru menunjukkan kebesaran jiwa, kedewasaan, dan sikap ksatria. Bayangkan apa jadinya jika Al Gore tetap ngotot dan tidak mau mengaku kalah.
Baik sekali jika dalam Pilpres 2009, capres yang kalah menyampaikan pidato kekalahan. Lalu, tradisi itu diikuti cagub dan cabup. Namun, tradisi itu perlu diikuti proses pemilihan calon yang pertimbangan utamanya bukan uang dan pelaksanaan pemilihannya bersih dan jurdil. Tanpa itu, pengakuan kalah kurang bermakna.
Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng
" Ratusan juta orang di seluruh dunia mengikuti proses Pemilihan Presiden AS 2008 melalui televisi. Mendengar pidato kekalahan McCain, semua takjub. Mengagumi kebesaran jiwanya dan terpesona isi pidato kekalahannya yang menyentuh hati. Substansi pidato itu tidak kalah
dibandingkan pidato kemenangan Obama.
Kata McCain, ”Malam ini amat berbeda dengan malam-malam sebelumnya, tidak ada dalam hati saya, kecuali kecintaan saya kepada negeri ini dan kepada seluruh warga negaranya, apakah mereka mendukung saya atau Senator Obama. Saya mendoakan orang yang sebelumnya adalah lawan saya, semoga berhasil dan menjadi presiden saya.”
Al Gore ”versus” Bush
Penghitungan suara Pilpres 2000 (Wapres Al Gore melawan Bush) amat dramatis. Hasil penghitungan suara secara nasional hampir selesai dan siapa pemenangnya bergantung pada penghitungan suara di Florida, yang gubernurnya adalah adik capres Bush. Suara Bush: 2.909.171, suara Gore: 2.907.387. Selisihnya amat kecil: 1.784 suara.
Tim kampanyenya berhasil mencegah Al Gore yang sedang dalam perjalanan untuk mengakui kekalahan di depan publik. Mereka berusaha keras agar dapat di lakukan penghitungan ulang di seluruh Florida. Maka, dimulailah proses hukum yang menegangkan, yang memakan waktu beberapa pekan hingga melibatkan MA Florida dan MA Amerika Serikat.
Pemilihan menggunakan mesin yang ternyata hasil coblosannya sering tidak jelas kalau tidak cukup kuat menekannya. Perdebatan terjadi tentang standar coblosan yang bisa diakui sebagai tanda bahwa si pemilih telah menentukan pilihannya.
Sempat dilakukan penghitungan ulang untuk sejumlah county dan selisih suara menurun tinggal 327 suara. Terjadi tekanan massa pendukung Bush untuk menghentikan proses penghitungan ulang di sebuah county. Lalu, ada perintah untuk menghentikan penghitungan ulang.
Tim Al Gore masih tetap ingin berjuang. Al Gore menelepon ketua tim untuk menghentikan perjuangan itu. Salah satu kalimat Al Gore amat menarik: ”Kalaupun aku menang (dalam penghitungan suara), rasanya aku tidak menang (dalam pengertian lebih luas). Ayahku mengatakan bahwa kekalahan dan kemenangan itu dibutuhkan untuk memuliakan jiwa kita.”
Lalu, Al Gore tampil dalam acara TV bersama Bush yang ada di tempat lain untuk mengakui kekalahan dan menyampaikan selamat kepada Bush. Tidak ada protes atau demo pendukung Al Gore. Ternyata Al Gore betul, dia menerima hadiah Nobel, sedangkan Bush dianggap sebagai salah satu Presiden AS terburuk.
Jesse Owens dan Hitler
Ada kisah menarik pada Olimpiade 1936 di Berlin tentang Jesse Owens, atlet terbesar AS berkulit hitam, pemegang rekor dunia untuk lari 100 meter dan 200 meter. Jerman mempunyai atlet hebat yang bisa menjadi saingan berat Jesse Owens.
Pertarungan antara atlet Jerman dan Owens akan menjadi atraksi paling bergengsi. Karena itu, Hitler memompa semangat atlet Jerman itu. Hitler yang rasis menyatakan, Owens seorang negro yang tidak sepadan dengan atlet Jerman yang berdarah Aria, ras terunggul di dunia. Dia mengatur agar penonton mendukung si atlet Jerman dengan menyoraki Owens agar emosinya terganggu dan kalah.
Ternyata Owens tampil sebagai juara. Hitler tidak dapat menerima kekalahan itu dan tidak bersedia memberikan selamat kepada Owens. Si atlet Jerman yang kalah ternyata bukan rasis dan punya sportivitas tinggi. Dia berani menghampiri dan memberikan selamat kepada Owens di depan Hitler dan puluhan ribu penonton.
Kondisi Indonesia
Bandingkan tiga hal di bagian awal tulisan ini dengan apa yang terjadi di Indonesia. Pidato kekalahan memang belum menjadi tradisi di sini. Namun, mengucapkan selamat meski tidak langsung bertemu, cukup dengan telepon atau melalui pers, sudah merupakan suatu teladan yang baik bagi masyarakat.
Saya tidak tahu apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah sempat bertemu dan berjabat tangan dengan Megawati Soekarnoputri pasca-Pilpres 2004. Namun, kita tahu, Taufik Kiemas telah menjalin komunikasi langsung dengan Presiden Yudhoyono. Pak Habibie, tanpa beban datang ke Istana menemui Presiden Yudhoyono. Gus Dur menghadiri upacara peringatan 17 Agustus 2008 dan bersilaturahim Idul Fitri ke Istana Merdeka.
Yang paling parah adalah terjadinya konflik fisik di antara pendukung pasangan calon gubernur di Maluku Utara (Malut). Tak terdengar adanya upaya dari kedua cagub untuk meredam emosi para pendukung. Meski menganggap tidak sah penetapan dan pelantikan Gubernur Malut oleh Mendagri, akan baik jika pihak yang kalah dengan legowo menerima kekalahan dan mengucapkan selamat kepada pemenang. Setelah itu melakukan rekonsiliasi di antara kedua kelompok pendukung.
Menanamkan kesadaran
Kisah Owens dan Al Gore saya dapatkan melalui film. Perlu digali dan disosialisasikan kisah tentang mereka yang kalah bertanding dalam bidang apa pun (politik, olahraga, dan ilmu) yang menunjukkan bagaimana cara menjadi pihak yang kalah secara terhormat, terutama di Indonesia.
Adang Daradjatun berani mengakui kekalahannya dalam pemilihan gubernur DKI di depan pers. Seusai menghadiri sidang untuk mendengarkan pembacaan putusan penolakan MK terhadap gugatan pasangan Wiranto-Wahid tentang hasil penghitungan suara KPU, di depan wartawan saya menyampaikan selamat kepada pasangan SBY-JK dan Mega-Hasyim. Tentu masih banyak lagi contoh lainnya.
Sejak kecil perlu ditanamkan kesadaran, jika sudah kalah dan mengaku kalah, itu terhormat, tidak memalukan atau mencemarkan nama baik. Tindakan itu justru menunjukkan kebesaran jiwa, kedewasaan, dan sikap ksatria. Bayangkan apa jadinya jika Al Gore tetap ngotot dan tidak mau mengaku kalah.
Baik sekali jika dalam Pilpres 2009, capres yang kalah menyampaikan pidato kekalahan. Lalu, tradisi itu diikuti cagub dan cabup. Namun, tradisi itu perlu diikuti proses pemilihan calon yang pertimbangan utamanya bukan uang dan pelaksanaan pemilihannya bersih dan jurdil. Tanpa itu, pengakuan kalah kurang bermakna.
Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng
Menjadi Negarawan ....
saya mengutip tulisan bung Asro Kamal Rokan dari KBN Antara Minggu, 12 Juli 2009 begini katanya:
Alhamdulillah pemilihan presiden berjalan aman, tertib, dan demokratis. Rakyat telah memutuskan memilih satu dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dalam penghitungan di tempat pemungutan suara, rakyat pun telah mengetahui hasilnya dan memahami hakikat dari pemilihan – ada kalah dan ada yang menang.
Situasi yang aman dan tertib ini sumbangan terbesar rakyat pada bangsa dan demokrasi yang sedang tumbuh. Para calon presiden – yang menang dan yang kalah setelah keputusan final Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti -- harus berterima kasih pada rakyat yang ikhlas, rakyat yang diam, dan tanpa pamrih itu.
Melalui pemilihan yang tertib dan berkualitas ini, rakyat telah pula mempromosikan harkat dan martabat bangsa ini di dunia internasional. Mereka telah mensejajarkan bangsa dan negara ini dalam deretan negara-negara maju dalam demokrasi. Itulah cara rakyat mengangkat kebanggaan bangsa, yang sempat terpuruk ketika dilanda kerusuhan Mei 1998 lalu.
Setelah rakyat memperlihatkan keikhlasannya dan mengangkat martabat bangsa ini, bagaimana dengan tiga calon yang berkompetisi? Hasil quick count dan hitungan sementara KPU menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono meraih suara terbanyak, jauh melebihi Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Hasil ini, meski secara resmi menunggu hitungan final KPU, namun telah dapat menjelaskan bahwa pilpres ini hampir pasti dimenangkan pasangan SBY-Boediono.
Dan, Alhamdulillah. Sehari setelah pilpres, SBY dan JK melakukan komunikasi. JK mengucapkan selamat kepada SBY. Sebaliknya, SBY memuji jasa besar JK terhadap negara dan negara masih membutuhkan JK. ”Masyarakat bisa melihat bahwa adakalanya berkompetisi bisa keras, namun tali silaturahim tetap terjalin. Inilah demokrasi yang semakin matang dan dewasa,’’ kata SBY kepada pers.
Bangsa besar ini bangga memiliki kedua pemimpin tersebut, pemimpin yang sadar kepentingan bangsa jauh lebih besar daripada memelihara kemarahan, apalagi dendam. Keduanya pun sadar bahwa para pendukung mereka justru bisa berdamai dan menjalankan hidup seperti semula. Tidak ada konflik dan semua berjalan damai. Inilah sisi indah demokrasi, yang baru tumbuh di negara besar ini.
Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan Hamka bertahun-tahun di penjara oleh Soekarno karena politik, tanpa proses pengadilan. Namun tokoh-tokoh besar itu memaafkan Soekarno. Mantan Presiden BJ Habibie langsung menyalami Abdurrahman Wahid, presiden yang dipilih MPR, menggantikannya. Keduanya tidak memutuskan silaturahim.
Saya ingat ketika itu: Rabu, 20 Oktober 1999, Pak Habibie hadir pada pelantikan Gus Dur sebagai presiden di Gedung MPR. Sehari sebelumnya, pidato pertanggungjawaban Pak BJH ditolak MPR dengan perbedaan suara tipis. Pendukung Pak BJH merasa dikhianati dan meminta Pak BJH terus maju. Namun, Pak BJH tidak bersedia. Ia justru meminta semua pendukungnya menjaga kedamaian dan mendukung presiden yang terpilih.
Usai pelantikan, sebagai wartawan yang telah lama mengenal Pak BJH, saya menemuinya turun dari lift lobi Gedung MPR. Saya memeluknya dan menyatakan rasa hormat atas sikapnya. Pak Habibie dengan tenang berkata, ''Gus Dur dan Megawati dipilih secara demokratis. Dukunglah mereka, saya percaya mereka akan membawa kemajuan bangsa ini.''
Suara Pak BJH terasa merdu di telinga saya. Setelah itu bersama Ibu Ainun, ia melangkah menuju mobil yang tidak lagi berplat RI-1. Pak BJH melambaikan tangannya kepada semua orang yang melepasnya dengan berbagai perasaan dan kesedihan. Negarawan itu melangkah dengan tegap. Ia tidak merasa dikalahkan, karena ia ikhlas dan tahu bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah.
Lima tahun setelah itu, 20 Oktober 2004, rakyat berharap Megawati Soekarnoputri melakukan hal yang sama terhadap Susilo Bambang Yudhoyono, yang dipilih dalam pemilihan langsung. MPR telah mengirimkan undangan, namun Megawati yang kalah pada pemilihan itu, tidak datang. Sebagai presiden terpilih, Pak SBY telah berupaya menjalin silaturrahim dengan mantan presiden tersebut, namun tidak ada respon.
Keduanya bertemu ketika pengundian nomor calon presiden, akhir Mei lalu. Mereka bersalaman. Pers menempatkan peristiwa langka itu sebagai berita utama. Namun, sebagian rakyat dapat merasakan bahwa peristiwa tersebut sebagai formalitas belaka, tidak benar-benar sebagai keinginan.
Pak Jusuf Kalla telah mengucapkan selamat pada Pak SBY. Ini indah. Pak JK telah melanjutkan tradisi para negarawan sebelumnya – orang-orang yang ikhlas, tidak dendam, dan tidak menempatkan kekuasaan sebagai tujuan. Orang-orang ikhlas memberikan jalan kepada yang lebih berhak, bukan penghadang. Pak JK negawaran. Seorang negarawan akan tetap dihormati, dikenang, dan dirindukan.
Dan, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto -- yang lahir dari para negarawan besar bangsa ini -- kita harap pada saatnya, melakukan hal yang sama. Mereka dapat menjadikan bangsa ini indah ... (*)
Alhamdulillah pemilihan presiden berjalan aman, tertib, dan demokratis. Rakyat telah memutuskan memilih satu dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dalam penghitungan di tempat pemungutan suara, rakyat pun telah mengetahui hasilnya dan memahami hakikat dari pemilihan – ada kalah dan ada yang menang.
Situasi yang aman dan tertib ini sumbangan terbesar rakyat pada bangsa dan demokrasi yang sedang tumbuh. Para calon presiden – yang menang dan yang kalah setelah keputusan final Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti -- harus berterima kasih pada rakyat yang ikhlas, rakyat yang diam, dan tanpa pamrih itu.
Melalui pemilihan yang tertib dan berkualitas ini, rakyat telah pula mempromosikan harkat dan martabat bangsa ini di dunia internasional. Mereka telah mensejajarkan bangsa dan negara ini dalam deretan negara-negara maju dalam demokrasi. Itulah cara rakyat mengangkat kebanggaan bangsa, yang sempat terpuruk ketika dilanda kerusuhan Mei 1998 lalu.
Setelah rakyat memperlihatkan keikhlasannya dan mengangkat martabat bangsa ini, bagaimana dengan tiga calon yang berkompetisi? Hasil quick count dan hitungan sementara KPU menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono meraih suara terbanyak, jauh melebihi Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Hasil ini, meski secara resmi menunggu hitungan final KPU, namun telah dapat menjelaskan bahwa pilpres ini hampir pasti dimenangkan pasangan SBY-Boediono.
Dan, Alhamdulillah. Sehari setelah pilpres, SBY dan JK melakukan komunikasi. JK mengucapkan selamat kepada SBY. Sebaliknya, SBY memuji jasa besar JK terhadap negara dan negara masih membutuhkan JK. ”Masyarakat bisa melihat bahwa adakalanya berkompetisi bisa keras, namun tali silaturahim tetap terjalin. Inilah demokrasi yang semakin matang dan dewasa,’’ kata SBY kepada pers.
Bangsa besar ini bangga memiliki kedua pemimpin tersebut, pemimpin yang sadar kepentingan bangsa jauh lebih besar daripada memelihara kemarahan, apalagi dendam. Keduanya pun sadar bahwa para pendukung mereka justru bisa berdamai dan menjalankan hidup seperti semula. Tidak ada konflik dan semua berjalan damai. Inilah sisi indah demokrasi, yang baru tumbuh di negara besar ini.
Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan Hamka bertahun-tahun di penjara oleh Soekarno karena politik, tanpa proses pengadilan. Namun tokoh-tokoh besar itu memaafkan Soekarno. Mantan Presiden BJ Habibie langsung menyalami Abdurrahman Wahid, presiden yang dipilih MPR, menggantikannya. Keduanya tidak memutuskan silaturahim.
Saya ingat ketika itu: Rabu, 20 Oktober 1999, Pak Habibie hadir pada pelantikan Gus Dur sebagai presiden di Gedung MPR. Sehari sebelumnya, pidato pertanggungjawaban Pak BJH ditolak MPR dengan perbedaan suara tipis. Pendukung Pak BJH merasa dikhianati dan meminta Pak BJH terus maju. Namun, Pak BJH tidak bersedia. Ia justru meminta semua pendukungnya menjaga kedamaian dan mendukung presiden yang terpilih.
Usai pelantikan, sebagai wartawan yang telah lama mengenal Pak BJH, saya menemuinya turun dari lift lobi Gedung MPR. Saya memeluknya dan menyatakan rasa hormat atas sikapnya. Pak Habibie dengan tenang berkata, ''Gus Dur dan Megawati dipilih secara demokratis. Dukunglah mereka, saya percaya mereka akan membawa kemajuan bangsa ini.''
Suara Pak BJH terasa merdu di telinga saya. Setelah itu bersama Ibu Ainun, ia melangkah menuju mobil yang tidak lagi berplat RI-1. Pak BJH melambaikan tangannya kepada semua orang yang melepasnya dengan berbagai perasaan dan kesedihan. Negarawan itu melangkah dengan tegap. Ia tidak merasa dikalahkan, karena ia ikhlas dan tahu bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah.
Lima tahun setelah itu, 20 Oktober 2004, rakyat berharap Megawati Soekarnoputri melakukan hal yang sama terhadap Susilo Bambang Yudhoyono, yang dipilih dalam pemilihan langsung. MPR telah mengirimkan undangan, namun Megawati yang kalah pada pemilihan itu, tidak datang. Sebagai presiden terpilih, Pak SBY telah berupaya menjalin silaturrahim dengan mantan presiden tersebut, namun tidak ada respon.
Keduanya bertemu ketika pengundian nomor calon presiden, akhir Mei lalu. Mereka bersalaman. Pers menempatkan peristiwa langka itu sebagai berita utama. Namun, sebagian rakyat dapat merasakan bahwa peristiwa tersebut sebagai formalitas belaka, tidak benar-benar sebagai keinginan.
Pak Jusuf Kalla telah mengucapkan selamat pada Pak SBY. Ini indah. Pak JK telah melanjutkan tradisi para negarawan sebelumnya – orang-orang yang ikhlas, tidak dendam, dan tidak menempatkan kekuasaan sebagai tujuan. Orang-orang ikhlas memberikan jalan kepada yang lebih berhak, bukan penghadang. Pak JK negawaran. Seorang negarawan akan tetap dihormati, dikenang, dan dirindukan.
Dan, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto -- yang lahir dari para negarawan besar bangsa ini -- kita harap pada saatnya, melakukan hal yang sama. Mereka dapat menjadikan bangsa ini indah ... (*)
Indonesia memerlukan budaya ekonomi baru
Rhenald Khasali dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar FE UI, mengatakan :Budaya ekonomi yang melekat pada masyarakat, dunia usaha, dan pemimpin negara di Indonesia saat ini dinilai sudah tidak adaptif terhadap perubahan yang terjadi pada pasar global sehingga akhirnya bangsa ini terus-menerus mengalami krisis.
Untuk itu, dibutuhkan transformasi nilai-nilai budaya ekonomi yang harus didorong dan dimulai dari pemimpin negara.
”Krisis yang terjadi berulang-ulang mencerminkan lemahnya kendali manajerial dalam pelaksanaan kebijakan. Tidak adanya pembelajaran yang diambil, lemahnya penerapan knowledge management, dan kurang kuatnya leadership dalam sistem perekonomian negara,” ujar Rhenald.
Kelemahan tersebut harus diisi dengan perencanaan strategis yang didukung dengan konsepsi manajemen modern yang dilandasi tata nilai, budaya ekonomi, dan core belief.
Itu semua akan membuat bangsa mampu beradaptasi dalam menghadapi berbagai perubahan yang semakin hari semakin berat, lebih variatif, dan datang lebih cepat.
Rhenald mengatakan, krisis yang datang terus-menerus, terakhir krisis 2008-2009, menunjukkan tidak siapnya manusia Indonesia di semua lini dalam menghadapi perubahan.
Perubahan dipandang lebih sebagai sebuah ancaman yang harus dilawan dan dihindari, bukan untuk dihadapi.
”Pengalaman menunjukkan, krisis justru terjadi pada saat manusia tidak mau atau enggan beradaptasi. Pada akhirnya, krisis memaksa manusia untuk berubah,” katanya.
Menurut Rhenald, saat ini perekonomian global, termasuk Indonesia, dipenuhi orang-orang yang hanya mengandalkan kemampuan teknis, tanpa dibekali keyakinan dan nilai-nilai baik.
Akibatnya, perekonomian dikendalikan oleh keserakahan, di mana pelaku ekonomi kerap mengambil jalan pintas untuk mengumpulkan keuntungan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Nilai-nilai negatif
Kesuksesan hanya melulu diukur dari materi dan kedudukan yang diperoleh. Faktor inilah yang kemudian mendorong terjadinya krisis keuangan global.
Dari kajiannya, Rhenald mengemukakan, ada 10 nilai budaya ekonomi yang negatif, yakni budaya jalan pintas, budaya konflik, budaya saling curiga, budaya mencela, budaya foto-foto, budaya pengerahan otot massa, tidak tahu malu, popularisme, budaya prosedur, dan budaya menunda.
Budaya konflik terjadi karena adanya paradigma yang memandang kompetisi sebagai agresi. Padahal, dalam kompetisi diperlukan pula kerja sama
Adapun budaya foto-foto, tutur Rhenald, diartikan sebagai budaya yang hanya mementingkan diri sendiri, tanpa melihat kondisi lingkungannya secara menyeluruh. (FAJ)
Untuk itu, dibutuhkan transformasi nilai-nilai budaya ekonomi yang harus didorong dan dimulai dari pemimpin negara.
”Krisis yang terjadi berulang-ulang mencerminkan lemahnya kendali manajerial dalam pelaksanaan kebijakan. Tidak adanya pembelajaran yang diambil, lemahnya penerapan knowledge management, dan kurang kuatnya leadership dalam sistem perekonomian negara,” ujar Rhenald.
Kelemahan tersebut harus diisi dengan perencanaan strategis yang didukung dengan konsepsi manajemen modern yang dilandasi tata nilai, budaya ekonomi, dan core belief.
Itu semua akan membuat bangsa mampu beradaptasi dalam menghadapi berbagai perubahan yang semakin hari semakin berat, lebih variatif, dan datang lebih cepat.
Rhenald mengatakan, krisis yang datang terus-menerus, terakhir krisis 2008-2009, menunjukkan tidak siapnya manusia Indonesia di semua lini dalam menghadapi perubahan.
Perubahan dipandang lebih sebagai sebuah ancaman yang harus dilawan dan dihindari, bukan untuk dihadapi.
”Pengalaman menunjukkan, krisis justru terjadi pada saat manusia tidak mau atau enggan beradaptasi. Pada akhirnya, krisis memaksa manusia untuk berubah,” katanya.
Menurut Rhenald, saat ini perekonomian global, termasuk Indonesia, dipenuhi orang-orang yang hanya mengandalkan kemampuan teknis, tanpa dibekali keyakinan dan nilai-nilai baik.
Akibatnya, perekonomian dikendalikan oleh keserakahan, di mana pelaku ekonomi kerap mengambil jalan pintas untuk mengumpulkan keuntungan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Nilai-nilai negatif
Kesuksesan hanya melulu diukur dari materi dan kedudukan yang diperoleh. Faktor inilah yang kemudian mendorong terjadinya krisis keuangan global.
Dari kajiannya, Rhenald mengemukakan, ada 10 nilai budaya ekonomi yang negatif, yakni budaya jalan pintas, budaya konflik, budaya saling curiga, budaya mencela, budaya foto-foto, budaya pengerahan otot massa, tidak tahu malu, popularisme, budaya prosedur, dan budaya menunda.
Budaya konflik terjadi karena adanya paradigma yang memandang kompetisi sebagai agresi. Padahal, dalam kompetisi diperlukan pula kerja sama
Adapun budaya foto-foto, tutur Rhenald, diartikan sebagai budaya yang hanya mementingkan diri sendiri, tanpa melihat kondisi lingkungannya secara menyeluruh. (FAJ)
Senin, 08 Juni 2009
Sufi Memandang Kekuasaan
Khazanah tasawuf mengenal sebuah kitab sufi klasik berjudul Kasyful Mahjub. Kitab ini ditulis oleh al-Hujwiri yang hidup pada abad kelima Hijriyah. Dari segi fikih, al-Hujwiri mengikuti Imam Abu Hanifah. Dalam Kasyful Mahjub, al-Hujwiri banyak bercerita tentang kisah gurunya itu.
Abu Hanifah hidup pada masa kekuasaan Khalifah al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah. Pada suatu saat, khalifah bermaksud untuk mengangkat seseorang sebagai Hakim Agung, waktu itu disebut dengan gelaran Qadi. Sezaman dengan Abu Hanifah, hidup pula tiga orang ulama besar lain, yaitu Sufyan al-Tsauri, Mis’ar bin Qidam dan Syuraih. Khalifah al-Mansur ingin memilih salah satu dari para ulama ahli fikih di kerajaannya untuk dijadikan Qadi.
Mereka pun dipanggil ke istana. Ketika keempat ulama itu berjalan bersama ke istana untuk memenuhi undangan khalifah, Abu Hanifah berpikir untuk menyusun sebuah rencana yang sungguh menarik. Keempat ulama itu memutuskan untuk menolak permintaan khalifah. Mereka membicarakan bagaimana caranya menolak permohonan itu tanpa menyinggung perasaan khalifah. Mau tidak mau, salah seorang di antara mereka harus menjadi hakim agung. Bila semua menolak, bencana akan mengancam mereka karena khalifah al-Mansur terkenal sebagai penguasa tiran yang sangat keras. Kepada ketiga ulama lain, Abu Hanifah mengemukakan rencananya,“Aku akan menolak jabatan itu dengan caraku sendiri. Aku minta Mis’ar untuk berpura-pura gila; Sufyan untuk melarikan diri; dan Syuraih-lah yang akan dijadikan Qadi”.
Sufyan al-Tsauri pun kabur ke sebuah pelabuhan dan bersembunyi di bawah kapal yang akan berlayar. Ketiga ulama lainnya berangkat menuju istana khalifah. Sesampainya di tempat itu, al-Mansur berkata kepada Abu Hanifah, “Engkaulah yang harus menjadi hakim agung!” Abu Hanifah menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku bukanlah seorang Arab melainkan hanya sahabat orang-orang Arab. Pemimpin-pemimpin Arab tidak akan menerima keputusan hakim agung seperti aku”. Abu Hanifah berkata demikian karena ia berasal dari Persia, sementara al-Mansur adalah keturunan dari Abbas, paman Rasulullah. Dengan mengemukakan alasan itu, ia meminta agar al-Mansur tidak mengangkatnya sebagai Qadi.
Al-Mansur berkata, “Jabatan ini tidak ada hubungannya dengan garis keturunan. Yang dibutuhkan dalam jabatan ini adalah ilmu dan engkau adalah ulama paling terkemuka di zaman ini”. Abu Hanifah tetap mempertahankan alasannya dan berkata bahwa ia tidak cocok untuk jabatan setinggi itu. Al-Mantsur menjawab bahwa keberatan Abu Hanifah itu tak lain hanyalah kebohongan untuk menutupi ketidaksediaannya. Abu Hanifah berkata,“Jika kukatakan bahwa aku tidak cocok untuk jabatan itu dan engkau mengatakan bahwa ucapanku adalah sebuah kebohongan, tentu tidak dibenarkan seorang hakim agung dari kaum Muslimin untuk berbohong. Tidak benar pula mempercayakan kepada seseorang yang kau sebut sebagai pembohong, kehidupan, kekayaan dan kehormatan yang kau miliki”. Abu Hanifah pun berhasil mengelak dari jabatan hakim agung.
Setelah itu, Mis’ar bin Qidam tampil ke muka dan menjabat tangan Khalifah al-Mansur, seraya berkata,“Apa kabarmu dan kabar anak-anak serta hewan ternak piaraanmu?” Ulama itu mengatakan hal ini kepada sang penguasa tanpa sopan santun sama sekali. Ia menampakkan bahwa perbuatannya itu dilakukan di luar kesadarannya. “Keluarkan orang ini!” teriak al-Mansur, “ia sudah gila!”.
Tinggallah seorang ulama lagi. Syuraih pun diberitahu bahwa ialah yang harus mengisi kekosongan jabatan Qadi. Seperti dua orang temannya yang lain, ia pun mengajukan keberatannya sendiri,“Aku ini mudah sedih dan senang melucu. Orang yang penyedih dan suka bercanda tidak layak menjadi hakim agung”. Khalifah al-Mansur meminta ia untuk meminum obat agar pikirannya pulih kembali. Akhirnya, Syuraih diangkat menjadi Qadi. Sejak Syuraih menjadi Qadi, Abu Hanifah tak pernah lagi berbicara kepadanya sepatah kata pun dan tak pernah berkunjung ke rumahnya sekali pun.
Dari kisah ini, tersimpuh pelajaran yang amat berharga, yakni bagaimana para ulama besar berusaha untuk menolak jabatan tinggi di dalam pemerintahan. Demi menjauhi kekuasaan, mereka melakukan segala cara. Sufyan al-Tsauri, seorang fakih besar yang pada zamannya dianggap pendiri mazhab al-Tsauri, memilih untuk melarikan diri meninggalkan keluarga dan tanah airnya untuk menghindari jabatan. Ia baru kembali setelah Syuraih diangkat menjadi Qadi. Abu Hanifah berusaha dengan keras menolak perintah khalifah dan Mis’ar bin Qidam berpura-pura sakit ingatan untuk mengelak permintaan al-Mantsur.
Al-Hujwiri menutup cerita itu dengan menulis,“Kisah ini tidak saja menunjukkan kebijaksanaan Abu Hanifah, tetapi juga keteguhannya di dalam kebenaran dan tekadnya untuk tidak membiarkan dirinya dibuai dalam keinginan untuk mencari kemegahan dan popularitas. Lebih jauh, hal ini merupakan pembenaran bagi malamatiyyah. Malamatiyyah adalah satu konsep di dalam tasawuf di mana seorang sufi berusaha untuk menunjukkan kejelekkan dirinya sehingga orang tidak menilainya berlebih-lebihan. “Kelakuan Abu Hanifah amat berbeda dengan perbuatan para ulama sekarang. Mereka menjadikan istana para sultan sebagai kiblat mereka dan rumah para penjahat sebagai puri mereka.”
Kalimat-kalimat ini sangat menarik, karena ditulis al-Hujwiri pada abad kelima Hijriyah, seribu tahun yang lalu. Namun, ketika membaca ucapan al-Hujwiri, seakan-akan al-Hujwiri berkisah tentang keadaan saat ini. Hari ini, ada banyak tayangan para ulama yang berkiblat kepada istana para penguasa negeri ini. Dan ulama seperti Abu Hanifah, demi mempertahankan integritas dan kepribadiannya, mampu menolak jabatan, setinggi apa pun kekuasaan itu. Sebuah kerinduan akan ulama yang memilih kesucian hati ketimbang keindahan rumah mereka.
dikutip dari tulisan: Muhammad Soffa Ihsan
Penulis adalah Redaktur Pelaksana Majalah MataAir
Senin, 18 Mei 2009
HAKIKAT MEMIMPIN
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan adanya
pemimpin. Di dalam kehidupan rumah tangga diperlukan adanya
pemimpin atau kepala Keluarga. Di sebuah Negara ada Presidennya.
Ini semua menunjukkan betapa penting kedudukan pemimpin dalam suatu
masyarakat, baik dalam skala yang kecil apalagi skala yang besar.
Dari pengantar di atas, terasa dan terbayang sekali betapa dalam
pandangan terhadap "pemimpin" yang mempunyai kedudukan yang sangat
penting, karenanya siapa saja yang menjadi pemimpin tidak boleh
dan jangan sampai menyalahgunakan kepemimpinannya untuk hal-hal yang
tidak benar.
Karena itu, para pemimpin dan orang-orang yang dipimpin harus memahami
hakikat kepemimpinan dalam pandangan yang mendalam sbb :
1. Tangung Jawab, Bukan Keistimewaan.
Ketika seseorang diangkat atau ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga
atau institusi, maka ia sebenarnya mengemban tanggung jawab yang besar
sebagai seorang pemimpin yang harus mampu mempertanggung jawabkannya,.
Bukan hanya dihadapan manusia tapi juga dihadapan Allah. Oleh karena
itu, jabatan dalam semua level atau tingkatan bukanlah suatu
keistimewaan sehingga seorang pemimpin atau pejabat tidak boleh
merasa menjadi manusia yang istimewa sehingga ia merasa harus
diistimewakan dan ia sangat marah bila orang lain tidak
mengistimewakan dirinya.
2. Pengorbanan, Bukan Fasilitas
Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau
kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan,
tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan pengorbanan, apalagi
ketika masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit dan
sangat sulit.
Karena itu menjadi terasa aneh bila dalam anggaran belanja negara atau
propinsi dan tingkatan yang dibawahnya terdapat anggaran dalam
puluhan bahkan ratusan juta untuk membeli pakaian bagi para pejabat,
padahal ia sudah mampu membeli pakaian dengan harga yang mahal
sekalipun dengan uangnya sendiri sebelum ia menjadi pemimpin atau pejabat.
3. Kerja Keras, Bukan Santai.
Para pemimpin mendapat tanggung jawab yang besar untuk menghadapi dan
mengatasi berbagai persoalan yang menghantui masyarakat yang
dipimpinnya untuk selanjutnya mengarahkan kehidupan masyarakat untuk
bisa menjalani kehidupan yang baik dan benar serta mencapai kemajuan dan
kesejahteraan.
Untuk itu, para pemimpin dituntut bekerja keras dengan penuh kesungguhan
dan optimisme.
4. Melayani, Bukan Sewenang-Wenang.
Pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpinnya, karena itu menjadi
pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan yang besar untuk
bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari pemimpin
sebelumnya
Oleh karena itu, setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi pelayanan
terhadap orang-orang yang dipimpinnya guna meningkatkan kesejahteraan
hidup, ini berarti tidak ada keinginan sedikitpun untuk membohongin
rakyatnya apalagi menjual rakyat, berbicara atas nama rakyat atau
kepentingan rakyat padahal sebenarnya untuk kepentingan diri, keluarga
atau golongannya.
Bila pemimpin seperti ini terdapat dalam kehidupan kita, maka ini adalah
pengkhianatan yang paling besar.
5. Keteladanan dan Kepeloporan, Bukan Pengekor.
Dalam segala bentuk kebaikan, seorang pemimpin seharusnya menjadi
teladan dan pelopor, bukan malah menjadi pengekor yang tidak memiliki
sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ketika seorang pemimpin
menyerukan kejujuran kepada rakyat yang dipimpinnya, maka ia telah
menunjukkan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam
soal materi, maka ia tunjukkan kesederhanaan bukan malah kemewahan.
Masyarakat sangat menuntut adanya pemimpin yang bisa menjadi pelopor
dan teladan dalam kebaikan dan kebenaran..
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyadari betapa penting kedudukan
pemimpin bagi suatu masyarakat, karenanya jangan sampai kita salah
memilih pemimpin, baik dalam tingkatan yang paling rendah seperti
kepala rumah tanggai, ketua RT, pengurus masjid, lurah dan camat apalagi
sampai tingkat tinggi seperti anggota parlemen, bupati atau walikota,
gubernur, menteri dan presiden.
Karena itu, orang-orang yang sudah terbukti tidak mampu memimpin,
menyalahgunakan kepemimpinan untuk misi yang tidak benar dan orang-orang
yang kita ragukan untuk bisa memimpin dengan baik dan kearah kebaikan,
tidak layak untuk kita percayakan menjadi pemimpin.
EMPAT HAL YANG MENGHAMBAT KITA
Ada 4 alasan utama yang menyebabkan kenapa banyak orang tidak dapat mencapai cita-citanya dalam hidup. Jika anda dapat mengatasi 4 halangan ini, secara praktikal anda pasti bisa mencapai apapun yang anda inginkan.
1. kepercayaan pada keterbatasan.
Alasan pertama yang membuat banyak orang terhambat dalam mengatur cita-cita mereka adalah percaya akan keterbatasan. Banyak orang hanya bermimpi tentang apa yang mereka idam-idamkan, namun bila diminta untuk membuat suatu komitmen target dan rencana, mereka bahkan tidak menghiraukannya. Sesuatu dalam diri mereka mengatakan "itu gak ada gunanya", bisa jadi karena hal tersebut sangat sulit dicapai ataupun mereka tidak punya cara untuk mendapatkannya.
Anda mungkin tidak tahu bahwa ini hanya percaya akan keterbatasan. Kecuali kita mendobrak generalisasi mengenai diri kita, kita tidak akan berani untuk merancang cita-cita yang akan membawa kita ke tingkat selanjutnya.
2. Tidak mengetahui apa yang diinginkan
"Tapi, ...saya tidak tahu apa yang saya inginkan". Apa yang sebenarnya terjadi adalah banyak orang sekarang nyaris berhenti untuk bermimpi. Saya percaya bahwa sebagai anak-anak, kita semua pasti memiliki mimpi apa yang ingin kita miliki dan keinginan untuk menjadi apa yang kita inginkan pada saat kita besar nanti. Namun selama kita menjalankani hidup, kita menemukan banyak kegagalan dan kekecewaan secara rasional, sehingga pemikiran kritikal kita melarang kita untuk melanjutkan kegiatan mimpi kosong kita.
Setiap kali kita merasa senang terhadap sesuatu, suara dalam diri kita akan segera memberitahukan bahwa itu tidak mungkin dilakukan, anda tidak akan bisa melakukannya, itu mustahil, dewasalah dan kembalilah kedunia nyata. ( hal itu bisa saja gaungan suara orang tua kita, jika saja kita memiliki orang tua yang tidak neko-neko yang tidak suka omong kosong). Sebagai hasilnya, hal ini akan menahan kreatifitas kita dan melemahkan semangat kita yang merupakan elemen yang perlu kita bentuk dan rancang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
kita harus belajar untuk membuka kunci imajinasi kita dan mengatur agar kretaifitas kita bisa bebas.... bebas dari ketakutan and malu sehingga kita dapat bermimpi dengan jelas.
3. Takut akan kegagalan.
Ketakutan akan kegagalan atau bahkan penolakan dan rasa malu merupakan apa yang membuat banyak orang lumpuh bahkan sebelum mereka memulainya. Saya (Adam Khoo, pernah memiliki seorang peserta seminar yang tidak berani merancang cita-citanya karena ketakutan akan kegagalan jika saja ia tidak mendapatkan apa yang ingin hati dan pikiran yang ia rancangkan.
Hatinya mengatakan bahwa jika ia tidak merancang sesuatu yang ia harapkan maka ia tidak akan gagal.!
Ibu saya bahkan memiliki pemikiran yang sama sawaktu ia ingin mengambil ujian di tingkat rendah lebih 40 tahun yang lalu. Ia yakin bahwa ia tidak akan berhasil dalam bidang matematika yang juga merupakan pelajaran yang paling ia benci, sehingga ia memutuskan untuk tidak mengambil ujian tersebut.
Hal ini mungkin kedengaran gila, tapi banyak orang berpikir hal yang sama. Mereka percaya bahwa mungkin sebaiknya mereka tidak memiliki pengharapan pada sesuatu sehingga mereka tidak kecewa akhirnya.
apakah itu berarti bahwa orang yang berani merancang cita-cita tidak takut akan kegagalan? Saya tidak setuju akan hal itu. Saya pikir semua orang pasti akan membenci dan menakuti perasaan kegagalan, termasuk saya sendiri.
Jadi apa yang bis membuat agar mereka bisa mengatur cita-cita mereka dan melakukannya?
yaitu dengan bagaimana kita mengartikan kegagalan kepada diri kita. Satu-satunya orang yang dapat mengatakan bahwa kita telah gagal dan membuat kita merasa buruk adalah...diri kita sendiri.
ya, inilah bagaimana cara memukul diri kita sendiri. Pada saat kita tidak mendapatkan apa yang kita mau walaupun kita baru melakukannya sekali, kita langsung mengatakan bahwa kita telah gagal dan merasa buruk.
Sakit ini yang mencegah kita untuk melakukan langkah kedepan dan ini terjadi pada kebanyakan orang -tidak berani mengambil rencana yang lebih tinggi, dengan mengambil resiko.
4. Kecanduan terhadap kehidupan yang nyaman
Banyak orang tidak menyukai resiko karena mereka telah terlena dengan cara hidup
yang mulus, kehidupan yang mudah dengan kebiasaan dan materil yang nyaman. Mereka
tidak bersedia merubahnya dan tidak ingin kehilangan. Kecuali kehidupan nyaman tersebut tidak berada dibawah suatu tekanan, mereka tidak akan melakukan apapun untuk merubahnya.
Merancang cita-cita dan melakukannya memang biasanya merubah kebiasaan kita, mengorbankan waktu kita dengan teman-teman,dan hal-hal lain. Hal ini yang menyebabkan banyak orang yang melakukannya setengah-setengah . Pada saat kegiatan baru ini memiliki hasil yang tidak mereka inginkan, mereka menarik diri...ini terlalu berat.
Seorang teman yang mengajarkan detox & energi tubuh- mengatakan banyak orang yang
tidak mau mau melakukan program ini dan bahkan bila mereka percaya hal ini hanya bermanfaat bila dilakukan dalam jangka panjang. Mereka tidak berkeinginan untuk melakukannya. ..mereka lebih memilih cara singkat menelan pill dan tidak perduli dengan efek jangka panjangnya.
Tidak ada jalan pintas untuk sukses disemua bidang- bisnis/karir, kesehatan atau hubungan pribadi. Jadi, bersiaplah untuk melakukan apa yang dikatakan pengorbanan dan jika anda melakukannya, penghargaannya pasti akan anda miliki....
...........................
Raih kesempatan dan jangan biarkan kesempatan itu hilang dibawa pergi..
Dicuplik dari: Adam Khoo
Hidup Bukan Matematika
Dari pengamatan saya terhadap keseharian yang saya temui, saya dapat menyimpulkan satu hal: Tuhan memang serba bisa, tapi Dia tidak pintar matematika. Kesimpulan ini bukan tanpa dasar lho. Banyak bukti empiris yang mendukung kesimpulan saya ini.
Sebagai seorang "fresh graduate", saya tak mungkin mengharapkan penghasilan tinggi dalam waktu sekejap. Terlebih karena saya memegang prinsip bahwa hal yang terpenting dalam bekerja adalah kepuasan hati. Saya lebih memilih pekerjaan yang mungkin tak segemerlap pekerjaan yang dipilih teman-teman seangkatan saya, tapi mampu "memuaskan" idealisme saya.
Saya memang sangat mencintai dan menikmati pekerjaan saya saat ini. Tapi saat saya berbincang dengan seorang teman yang bekerja di ibukota, ia mulai membandingkan penghasilan kami (dari sisi finansial tentunya). Jelas saja saya kalah telak darinya.
Saya sempat jengkel sebentar. Bagaimana tidak. Selama bermahasiswa, sepertinya prestasi kami sejajar, bahkan saya lebih dahulu lulus ketimbang dia. Tapi kenapa Tuhan tidak menitipkan rejeki yang sama besarnya dengan yang dititipkan pada teman saya ini?
Tapi, begitu saya merenungkan kembali segala kebaikan Tuhan saya menemukan satu hal yang luar biasa. Ternyata penghasilan saya yang tak seberapa itu cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saya, bahkan untuk mengirim adik ke bangku kuliah. Padahal logikanya pengeluaran saya per bulannya bisa sampai dua kali lipat penghasilan saya. Lalu darimana sisa uang yang saya dapat untuk menutupi kesemuanya itu? Wah, ya dari berbagai sumber. Tapi saya percaya tanpa campur tangan-Nya, itu semua tidak mungkin.
Nah, ini salah satu alasan mengapa Tuhan tidak pintar matematika. Lha wong seharusnya neraca saya sudah njomplang kok masih bisa terus hidup.
Bukti kedua adalah kesaksian seorang teman. Ia mengaku kalau semenjak lajang, penghasilannya tidak jauh berbeda dengan sekarang. Anehnya, pada saat ia masih membujang, penghasilannya selalu pas. Maksudnya, pas akhir bulan pas uangnya habis. Anehnya, begitu ia berkeluarga dan memiliki anak, dengan penghasilan yang relatif sama, ia masih bisa menyisihkan uang untuk menabung. Aneh bukan?
Berarti kalau bagi manusia 1 juta dibagi satu sama dengan 1 juta dan 1 juta dibagi dua sama dengan 500 ribu, tidak demikian bagi Tuhan.
Dari kesaksian teman saya, satu juta dibagi 3 sama dengan satu juta dan masih sisa. Betul kan bahwa Tuhan itu tidak pintar matematika?
Ah, saya cuma bercanda kok.
Buat saya, kalau dilihat dari logika manusia, Dia memang tidak pintar matematika. Mungkin murid saya yang kelas 2 SD lebih pintar dari Dia. Tapi satu hal yang harus digarisbawahi: MATEMATIKA TUHAN BEDA DENGAN MATEMATIKA MANUSIA.
Saya tidak tahu dan mungkin tidak akan pernah sanggup mengetahui persamaan apa yang digunakan Tuhan. Tapi kalau boleh saya menggambarkan, ya kira-kira demikian:
X = Y
di mana:
X = pemberian Tuhan
Y = kebutuhan
Ya, Tuhan selalu mencukupkan apapun kebutuhan kita. Tanpa kita minta pun, Dia sudah "menghitung" kebutuhan kita dan menyediakan semua lewat jalan-jalan- Nya yang terkadang begitu ajaib dan tak terduga.
Menyadari hal itu, saya bisa menanggapi cerita teman-teman yang "sukses" dengan penghasilan tinggi di luar kota dengan senyum manis. Soal penghasilan Tuhan yang mengatur. Untuk apa saya memusingkan diri dengan berbagai kekhawatiran sementara Dia telah menghidangkan rejeki di hadapan saya?
Yang perlu saya lakukan hanyalah melakukan bagian saya yang tak seberapa ini sebaik mungkin, dan Ia yang akan mencukupkan segala kebutuhan saya.
Dicuplik dari: Adam Khoo
Jumat, 06 Maret 2009
Trust
Dari riset nya Albert Mehrabian mengatakan bahwa dalam komunikasi hanya 7 % ucapan yang akan diserap oleh penerima berita, sisanya 93 % adalah sinyal non verbal. Artinya bila tidak dibantu dengan emosi, semangat, gerak dan intonansi, komunikasi kita tidak akan efektif.
Eileen Rahman , psikolog menulis dalam bukunya “Jadi Nomor Satu” , bahwa kita perlu mengaktifkan “ radar” untuk memantau situasi, seberapa jauh pesan komunikasi kita tertangkap dan ditanggapi penerima berita. Radar dimaksud adalah ketrampilan sosial kita untuk membaca dan memahami perasaan orang yang diajak berkomunikasi.
Sejatinya keberadaan kita sendiri secara keseluruhan sudah merupakan alat komunikasi yang utuh , baik secara verbal maupun non verbal , kehadiran kita selalu mengirimkan pesan/message mengenai keadaan diri kita menyangkut pikiran dan perasaan.
Seseorang dikatakan memiliki radar yang baik jika dia mampu berempati, dapat berfikir sejenak dan berusaha memahami pikiran, perasaan, reaksi, pertimbangan dan motivasi orang lain. Proses piker ini memerlukan keterlibatan diri atau kehadiran diri kita secara utuh.
Dalam pekerjaan sudah tidak mungkin lagi kita menerapkan prinsip “ jangan membawa perasaan dalam bekerja”.
Perasaan /, kemampuan empati merupakan kekuatan besar yang bisa dimanfaatkan dalam semua kegiatan bisnis, dengan pengasahan terus menerus kita bisa meningkatkan kualitas empati dalam kehidupan bekerja.
Kemampuan empati yang tinggi , akan menghasilkan trust, atau sikap saling percaya yang merupakan pelumas dalam kehidupan organisasi manapun.
Suatu organisasi dapat diibaratkan sebagai mesin, maka suatu inisiatif dapat dibaratkan sebagai suatu engine ignition, suatu pemicu yang menyebabkan mesin dapat hidup dan kemudian berjalan.
Inisiatif merupakan suatu kehendak yang didorong dengan kapasitas , ia memerlukan suatu engine fuel, tanpa adanya fuel, maka organisasi sama seperti suatu mesin yang mogok.
Fuel dalam suatu organisasi adalah adanya kebutuhan/needs dan interest/kepentingan.
Dengan inisiatif sebagai igniter dan kebutuhan serta kepentingan sebagai fuel, sebuah mesin atau organisasi siap untuk jalan , namun ini saja belum cukup, karena manusia-manusia yang ada didalam organisasi layaknya sebuah gears/ gigi gerigi dalam suatu mesin, memerlukan pelumas/lubricant, agar bias berjalan dengan friksi minimal, atau bila mungkin nol friksi.
Nah pelumas disini adalah trust, yakni suatu sikap saling percaya. Tanpa adanya trust bisa dipastikan suatu organisasi pasti jebol dan hanya menunggu waktu untuk berantakan.
Trust akan terbangun kalau radar empati dijalan kan, dengan empati salah paham akan mudah dikurangi, dan komunikasi menjadi lebih erat karena orang berhubungan tidak semata-mata menggunakan fikirannya semata tetapi juga melibatkan perasaannya.
Dalam semua situasi yang diperlukan adalah keseimbangan, karena harmoni di alam semesta ini adalah suatu keniscayaan, sebagai manifestasi dari sifat adil dari Tuhan yang maha kuasa.
Gunakan pendekatan yang seimbang antara fikiran dan perasaan, karena mendekati manusia diperlukan suatu pendekatan artistik/ seni, karena manusia itu sendiri sebenarnya merupakan produk state of the art dari Tuhan.
Walahualam biashawab
Rabu, 04 Maret 2009
Rombongan Bikers
Pada suatu jamuan makan malam bersama dengan para pemenang penilaian kinerja di sebuah perusahaan besar, direksi dan para pemenang , saling bertukar pikiran dengan memberi kesempatan kepada para pemenang untuk menyampaikan apa saja yang mereka pikirkan dan rasakan.
Teman saya , sebagai salah seorang pemenang , Mr Rodex, mengawali sambutannya dengan mengatakan, bahwa dalam menjalankan tugas mengelola unit kerja yang dipimpinnya sebenarnya ia terinspirasi oleh hobinya sebagai seorang bikers, yang sering mengadakan touring bersama para anggotanya.
Dalam mengorganisasikan rombongan bikers biasanya setelah ditetapkan tujuan dan sasaran nya , akan ditunjuk seorang Field Marshal, atau kepala rombongan yang tugasnya pokoknya , memastikan semua rombongan sampai ditempat tujuan dengan selamat, sesuai prinsip tepat arah on right track, on the right time, tepat waktu dan tepat kecepatan, on the right speed .
Dalam menjalankan tugasnya Field marshal atau ketua rombongan , biasanya dibantu dengan wing captain, yang berposisi di sisi kanan /kiri rombongan, tugasnya memastikan agar anggota rombongan tidak keluar dari batas/ rambu2 yang telah ditetapkan, dan menjamin semua anggota berada dalam rombongan sesuai safety prosedur yang ditetapkan.
Dibelakang rombongan pun akan dikawal oleh tail captain, yang berfungsi menjaga rombongan agar jangan sampai ada anggota rombongan yang tertinggal.
Rombongan bikers itu katanya, dapat diibaratkan sebuah perusahaan, maka peran field marshal itu, sama dengan pemimpin perusahaan, yang tugasnya memastikan tercapainya visi dan misi serta sasaran perusahaan, agar perusahaan tetap pada jalurnya, arah, waktu dan kecepatannya.
Kadang-kadang seorang field marshal itu tidak selalu harus didepan, kadang-kadang bisa berada ketengah, bahkan kebelakang, dalam menjalani perannya itu , fungsi adalah ngemong, seperti angon bebek ,
Falsafah kepemimpinan jawa yang terkenal ialah ing ngarso sung tulodo,ing madyo mangun karso, tut wuri handayani .
Bahwa pemimpin itu tugasnya mengarahkan dan memberi contoh dan teladan, pemimpin yang ditengah berfungsi membangun semangat dan spirit team, agar tetap dalam semangat yang tinggi.
Dan pemimpin dibelakang sebagai motivator dan membangun kepercayaan diri team, dengan memberikan dorongan dan pemberdayaan.
Wing captain, ataupun tail captain, dalam sebuah perusahaan, fungsinya sama dengan para senior managers .
Saya merenungi makna kata-kata Pak Rodex , sebenarnya ini suatu nasehat tingkat tinggi dan sopan serta sangat halus, bahwa tindakan memimpin itu bukanlah menjadi boss atau majikan yang tahunya cuma menuntut dan meminta.
Memimpin itu adalah suatu tugas panggilan untuk melayani kehendak orang banyak, yang nota benenya merupakan kehendak Tuhan (vox populi vox dei), memimpin hakekatnya adalah memberi , ya itu memberi cahaya, agar rombongan manusia sampai ditempat tujuan dengan selamat.
Pemimpin ibarat lampu, yang mampu menarik laron, oleh karenanya pemimpin harus mempunyai pengikut, kalau tidak, ya bukan pemimpin namanya tapi atasan, atau boss atau majikan, yang hubungannya exploitative.
Pemimpin itu hubungannya dengan yang dipimpin itu explorative, saling memperkaya, kadang-kadang sebagai lokomotif penggerak, dilain waktu dia berperan seperti orang angon bebek dibelakang, mendorong supaya semua orang dalam rombongan yang dipimpinnya bergerak, diwaktu yang lain seperti lokomotif , menarik gerbong, agar manusia seisinya bisa jalan mencapai tujuannya.
Pemimpin selalu ada dimanapun sesuai fungsi dan kedudukannya dalam setiap strata kehidupan , dia tidak mungkin dihilangkan karena dia adalah gardu energi Tuhan, agar membawa jiwa kearah perbaikan mutu kehidupan.
walahualam bi shawab
Senin, 09 Februari 2009
Kebahagiaan vs kesuksesan
Coba klik kalimat happiness di google maka akan muncul sebanyak 13 juta halaman, sementara kalau kita klik kalimat sucsess, maka akan muncul sebanyak 344 juta halaman yang membahas cerita sukses.
Ini artinya ternyata kita semua lebih menyukai kesuksesan dibandingkan dengan kebahagiaan, padahal menjadi sukses belum tentu menjamin bahagia, sebaliknya malah kebahagiaan yang dicapai seseorang bisa menjadi modal untuk mempercepat keberhasilan.
Sekarang kita bahas dulu apa sih artinya sukses itu?, sukses itu berkaitan dengan sesuatu yang diinginkan dimasa depan, dan upaya-upaya apa yang dilakukan , harus sebanding dengan keinginannya itu.biasanya dalam tataran proses pencapaiannya , kita memasuki zona non comfort, alias menderita, apabila ternyata upayanya pas daya upayanya, maka keinginan itu dapat tercapai. Jadi sebenarnya sukses itu berkaitan dengan getting what you want. Oleh karenanya untuk konfirmasi terhadap kesusuksesan umumnya bisa dilihat mata.
Jadi kesuksesan biasanya bersifat eksternal dan ekso teris.
Sebaliknya kebahagiaan adalah soal pilihan sikap hidup. Untuk menjadi bahagia seseorang tidak perlu menunggu sukses, kebahagiaan itumenyikapi apa apa yang ada sebagai blessing dan gift, sehingga bisa melihat setiap moment dalam kehidupan sebagai sebuah moment keajaiban yang berhak untuk dinikmati dan dirayakan.Kebahagiaan itu berkaitan dengan wanting what you get, yakni menikmati dan merayakan setiap hari apa yang ada bukan menundanya merayakan yang nantinya ada, karena hari esok adalah mistery, sedang hari kemarin adalah history, sedang hari ini adalah hadiah atau gift, dari Tuhan , kenapa kita tidak menikmatinya saja sekarang, karena Dia berjanji akan menambah lagi kenikmatan-kenimatan itu jika kita tahu merayakannya dan mensukurinya dengan benar hidup ini.
Kamis, 15 Januari 2009
ORGANISASI PEMBELAJAR
Kita telah memasuki era ketiga yang disebut juga dengan era pengetahuan, pada era ini pengetahuan manusia telah menjadikannya sebagai modal virtual (human capital) yang sangat menentukan perkembangan organisasi.
Ciri era pengetahuan adalah :
1. Informasi cepat, aksesibilitas tinggi, cepat usang
2. Permasalahan makin kompleks
3. Perubahan di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya
Daniel Goleman mengatakan bahwa dunia kerja membutuhkan 80 % orang yang memiliki kecerdasan emosional, dan hanya 20% kecerdasan intelektual., untuk mengintegrasikannya diperlukan kecerdasan spiritual, yang berbicara mengenai pemaknaan hakikat kerja bagi manusia.
Menurut Peter Senge umur rata-rata perusahaan kelas dunia yang masuk daftar Fortune 500, rata2 hanya 40 -50 thn.
Penyebab umur pendek perusahaan, umumnya karena tidak mampu belajar dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Arie de Geus 1997 dalam bukunya The Living Company, mengatakan bahwa kebanyakan perusahaan yang tidak mampu berubah dikarenakan kebodohan para manajer dan karyawannya.Untuk mengatasi kebodohan diperlukan perubahan mindset, dan menurut Gde Prama memiliki derajat kesulitan yang lebih tinggi daripada sekadar mengubah teknologi dan variabel lain yang bersifat fisik, hal ini karena manusia sulit untuk melupakan keberhasilan masa lalu yang telah melahirkan comfortable zone of mind.
Permasalahannya sangat halus ada dalam paradigma berfikir, untuk selamat dari jebakan tersebut , manusia harus mampu membekali diri untuk beradaptasi dengan perubahan yang tengah terjadi.
Organisasi pembelajar menuntut suasana kerja yang kondusif
Dalam tatanan dunia yang baru ini , manusia adalah pelaku utama yang merupakan sumber penghasil teknologi yang menentukan keberhasilan suatu organisasi.
Manusialah merupakan mesin utama penghela organisasi, oleh karena dalam lingkungan seperti itu modal utama dalam suatu organisasi adalah trust atau rasa saling percaya.
Pada era kini, kita perlu menyadari dan meyakini pentingnya manajemen serta kepemimpinan yang memiliki tata nilai yang sarat dengan hubungan kemanusiaan, sehingga mampu memunculkan potensi sumberdaya insani (teknologi yang bersumber dari pengetahuan manusia) untuk kemudian mengembangkannya kearah pencapaian sasaran dan visi organisasi masa depan.
Resep Organisasi berumur panjang
Mengapa ada banyak organisasi berumur panjang.menurut penelitian Ellen de Rooij di belanda mengindikasikan rata-rata umur perusahaan di eropa berkisar antara 10 sd 12,5 tahun.
Namun diantaranya ada yang berumur amat panjang seperti perusahaan Stora di Swedia yang berumur 800 tahun, Sumitomo 400 tahun, Du Pont 195 tahun.
Resep umur panjang perusahaan itu antara lain:
1. Sensitif terhadap lingkungan
2. Memiliki identitas dan jati diri yang kuat
3. Memiliki sikap toleran terhadap perbedaan dan mampu mendelegasi kewenangan berdasarkan rasa saling percaya
4. Melaksanakan manajemen investasi yang rasional
Organisasi tradisional terlalu menempatkan manusia selaku makhluk rasional logical dan melupakan sisi emosi, yang sebenarnya merupakan sumber spirit penentu efektifnya potensi intelektual seseorang. Sisi emosi sebenarnya sumber kompetensi kerja seseorang, jika gagal mengelolanya akan menjadi penyebab runtuhnya suatu organisasi.
Organisasi masa depan dituntut untuk mampu berfungsi sebagai sumber pemberi makna dalam kehidupan karena memiliki sasaran yang seimbang antara mengejar kesejahteraan duniawi dengan kegiatan yang peduli etika bisnis, kelestarian lingkungan serta tanggung jawab sosial.
Organisasi pembelajar akan dihuni oleh individu-individu yang mampu belajar untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan individualnya yang kemudian akan di transformasikan untuk meningkatkan nilai tambah organisasinya.
Organisasipun dituntut harus mampu mengikuti prinsip-prinsip hukum sosial dan hukum alam .
Manusia akan mampu menjaga peran dan fungsinya sebagai manusia jika ia mampu menjaga fitrah dirinya, dalam arti tidak melanggar hukum-hukum alam dan sosial yang mengatur kehidupannya baik fisik, sosial maupun rohaninya.
Organisasi yang baik dituntut kepekaan yang serupa. Oleh sebab itu organisasi dituntut untuk lebih fleksibel, kreatif dan mampu belajar secara harmonis layaknya sebuah oekestra., yang tetap kompak pada aturan main yang disepakati.
Perubahan adalah perubahan pola pikir
Perubahan memerlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengubah, terutama mengubah diri dan keluarganya yang kemudian memberi pelayanan kepada masayarakatnya (servant leader).
Hakekatnya memimpin adalah melayani yang dipimpinnya untuk menuju perubahan jiwa.
Keberhasilan suatu perubahan bukan ditentukan oleh canggihnya metode dan teknik rekayasa, namun lebih ditentukan oleh adanya komitmen dan kompetensi dari manusia yang terlibat dalam pekerjaan sehari-hari.
Suatu perubahan sering gagal karena tidak memiliki kepastian arah. Hal ini terutama karena pimpinan organisasi tak memiliki visi atau tidak mampu menunjukkan visi atau arah kemana perubahan akan dituju, serta apa peran masing-masing bidang untuk menuju visi dan sasaran perubahan.
Kebanyakan organisasi menganggap bahwa perubahan cukup dilakukan dengan melakukan penyesuaian sistem manajemen dan teknologi, yang pada dasarnya hanya bersifat pakaian. Perubahan organisasi selain menyentuh unsur fisik juga harus menyentuh unsur pikiran dan kalbu yang berperan dalam mengendalikan kamauan dan kemampuan manusia untuk melaksanakan perubahan.
Kompetensi Generik Pekerja
Menghadapi tantangan dunia kerja saat ini, pekerja tidak cukup hanya dengan kemampuan intelektualnya saja (hard skill) tetapi juga perilaku kerja yang baik (soft skill)..
Kompetensi generik yang harus dikembangkan dari seorang pekerja adalah :
Kompetensi intelektual ,
Berupa kemampuan berprestasi, pengelolaan kerja, inisiatif, penguasaan informasi, berfikir analisis, konseptual, memiliki keahlian praktikal, kemampuan berkomunikasi.
Kompetensi Emosional,
Berupa kemampuan menguasai diri, mampu memahami dan mendengarkan dan menanggapi orang lain, kepedulian atas kepuasan pelanggan, pengendalian diri, percaya diri
Kemampuan beradaptasi, memiliki komitmen pada organisasi.
Kompetensi Sosial,
Berupa kemampuan ,membangun simpul-simpul kerjasama cerdas dan hangat dengan orang lain, kemampuan membangun hubungan kerja, mengembangkan orang lain, mengarahkan bawahan, kerjasama tm, kepemimpinan kelompok, kemampuan mempengaruhi dan kesadaran berorganisasi.
Membangun Motivasi
Mengukur pekerja secara sederhana dapat dilihat dari dua aspek yakni kemampuan dan kemauan, jikalau kemampuan merupakan pakaian maka kemauan berada dilatar dalam, berada di pusat kompetensi nya pekerja. Dalam psikologi kemauan bersandar pada motivasi .
Ian Marshall dalam bukunya Spiritual Capital menjelaskan motivasi adalah iadalah atraktor atau paradigma utuh mencakup :
• Perilaku
• Emosi
• Sikap
• Asumsi
• Nilai
• Proses berfikir dan
• Strategi
Kompetensi dasar yang diperlukan di era global
Ada 10 kompetensi generik pekerja yang dibutuhkan organisasi masa kini yaitu:
1. kompetensi lingkungan
2. kemampuan analitik, untuk menganalisa peluang pasar
3. kompetensi strategik, analisa kedepan
4. kompetensi fungsional, yakni kemampuan merancang program untuk mengantisipasi peluang dan perubahan.
5. kompetensi manajerial
6. kompetensi profesi, keahlian di bidang tertentu
7. kompetensi sosial, kemampuan adaptasi lingkungan
8. kompetensi intelektual, berupa daya nalar kritis
9. kompetensi perilaku
10.kompetensi individual berupa kemampuan memanfaatkan keunggulan diri.
Dari berbagai sumber
Ciri era pengetahuan adalah :
1. Informasi cepat, aksesibilitas tinggi, cepat usang
2. Permasalahan makin kompleks
3. Perubahan di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya
Daniel Goleman mengatakan bahwa dunia kerja membutuhkan 80 % orang yang memiliki kecerdasan emosional, dan hanya 20% kecerdasan intelektual., untuk mengintegrasikannya diperlukan kecerdasan spiritual, yang berbicara mengenai pemaknaan hakikat kerja bagi manusia.
Menurut Peter Senge umur rata-rata perusahaan kelas dunia yang masuk daftar Fortune 500, rata2 hanya 40 -50 thn.
Penyebab umur pendek perusahaan, umumnya karena tidak mampu belajar dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Arie de Geus 1997 dalam bukunya The Living Company, mengatakan bahwa kebanyakan perusahaan yang tidak mampu berubah dikarenakan kebodohan para manajer dan karyawannya.Untuk mengatasi kebodohan diperlukan perubahan mindset, dan menurut Gde Prama memiliki derajat kesulitan yang lebih tinggi daripada sekadar mengubah teknologi dan variabel lain yang bersifat fisik, hal ini karena manusia sulit untuk melupakan keberhasilan masa lalu yang telah melahirkan comfortable zone of mind.
Permasalahannya sangat halus ada dalam paradigma berfikir, untuk selamat dari jebakan tersebut , manusia harus mampu membekali diri untuk beradaptasi dengan perubahan yang tengah terjadi.
Organisasi pembelajar menuntut suasana kerja yang kondusif
Dalam tatanan dunia yang baru ini , manusia adalah pelaku utama yang merupakan sumber penghasil teknologi yang menentukan keberhasilan suatu organisasi.
Manusialah merupakan mesin utama penghela organisasi, oleh karena dalam lingkungan seperti itu modal utama dalam suatu organisasi adalah trust atau rasa saling percaya.
Pada era kini, kita perlu menyadari dan meyakini pentingnya manajemen serta kepemimpinan yang memiliki tata nilai yang sarat dengan hubungan kemanusiaan, sehingga mampu memunculkan potensi sumberdaya insani (teknologi yang bersumber dari pengetahuan manusia) untuk kemudian mengembangkannya kearah pencapaian sasaran dan visi organisasi masa depan.
Resep Organisasi berumur panjang
Mengapa ada banyak organisasi berumur panjang.menurut penelitian Ellen de Rooij di belanda mengindikasikan rata-rata umur perusahaan di eropa berkisar antara 10 sd 12,5 tahun.
Namun diantaranya ada yang berumur amat panjang seperti perusahaan Stora di Swedia yang berumur 800 tahun, Sumitomo 400 tahun, Du Pont 195 tahun.
Resep umur panjang perusahaan itu antara lain:
1. Sensitif terhadap lingkungan
2. Memiliki identitas dan jati diri yang kuat
3. Memiliki sikap toleran terhadap perbedaan dan mampu mendelegasi kewenangan berdasarkan rasa saling percaya
4. Melaksanakan manajemen investasi yang rasional
Organisasi tradisional terlalu menempatkan manusia selaku makhluk rasional logical dan melupakan sisi emosi, yang sebenarnya merupakan sumber spirit penentu efektifnya potensi intelektual seseorang. Sisi emosi sebenarnya sumber kompetensi kerja seseorang, jika gagal mengelolanya akan menjadi penyebab runtuhnya suatu organisasi.
Organisasi masa depan dituntut untuk mampu berfungsi sebagai sumber pemberi makna dalam kehidupan karena memiliki sasaran yang seimbang antara mengejar kesejahteraan duniawi dengan kegiatan yang peduli etika bisnis, kelestarian lingkungan serta tanggung jawab sosial.
Organisasi pembelajar akan dihuni oleh individu-individu yang mampu belajar untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan individualnya yang kemudian akan di transformasikan untuk meningkatkan nilai tambah organisasinya.
Organisasipun dituntut harus mampu mengikuti prinsip-prinsip hukum sosial dan hukum alam .
Manusia akan mampu menjaga peran dan fungsinya sebagai manusia jika ia mampu menjaga fitrah dirinya, dalam arti tidak melanggar hukum-hukum alam dan sosial yang mengatur kehidupannya baik fisik, sosial maupun rohaninya.
Organisasi yang baik dituntut kepekaan yang serupa. Oleh sebab itu organisasi dituntut untuk lebih fleksibel, kreatif dan mampu belajar secara harmonis layaknya sebuah oekestra., yang tetap kompak pada aturan main yang disepakati.
Perubahan adalah perubahan pola pikir
Perubahan memerlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengubah, terutama mengubah diri dan keluarganya yang kemudian memberi pelayanan kepada masayarakatnya (servant leader).
Hakekatnya memimpin adalah melayani yang dipimpinnya untuk menuju perubahan jiwa.
Keberhasilan suatu perubahan bukan ditentukan oleh canggihnya metode dan teknik rekayasa, namun lebih ditentukan oleh adanya komitmen dan kompetensi dari manusia yang terlibat dalam pekerjaan sehari-hari.
Suatu perubahan sering gagal karena tidak memiliki kepastian arah. Hal ini terutama karena pimpinan organisasi tak memiliki visi atau tidak mampu menunjukkan visi atau arah kemana perubahan akan dituju, serta apa peran masing-masing bidang untuk menuju visi dan sasaran perubahan.
Kebanyakan organisasi menganggap bahwa perubahan cukup dilakukan dengan melakukan penyesuaian sistem manajemen dan teknologi, yang pada dasarnya hanya bersifat pakaian. Perubahan organisasi selain menyentuh unsur fisik juga harus menyentuh unsur pikiran dan kalbu yang berperan dalam mengendalikan kamauan dan kemampuan manusia untuk melaksanakan perubahan.
Kompetensi Generik Pekerja
Menghadapi tantangan dunia kerja saat ini, pekerja tidak cukup hanya dengan kemampuan intelektualnya saja (hard skill) tetapi juga perilaku kerja yang baik (soft skill)..
Kompetensi generik yang harus dikembangkan dari seorang pekerja adalah :
Kompetensi intelektual ,
Berupa kemampuan berprestasi, pengelolaan kerja, inisiatif, penguasaan informasi, berfikir analisis, konseptual, memiliki keahlian praktikal, kemampuan berkomunikasi.
Kompetensi Emosional,
Berupa kemampuan menguasai diri, mampu memahami dan mendengarkan dan menanggapi orang lain, kepedulian atas kepuasan pelanggan, pengendalian diri, percaya diri
Kemampuan beradaptasi, memiliki komitmen pada organisasi.
Kompetensi Sosial,
Berupa kemampuan ,membangun simpul-simpul kerjasama cerdas dan hangat dengan orang lain, kemampuan membangun hubungan kerja, mengembangkan orang lain, mengarahkan bawahan, kerjasama tm, kepemimpinan kelompok, kemampuan mempengaruhi dan kesadaran berorganisasi.
Membangun Motivasi
Mengukur pekerja secara sederhana dapat dilihat dari dua aspek yakni kemampuan dan kemauan, jikalau kemampuan merupakan pakaian maka kemauan berada dilatar dalam, berada di pusat kompetensi nya pekerja. Dalam psikologi kemauan bersandar pada motivasi .
Ian Marshall dalam bukunya Spiritual Capital menjelaskan motivasi adalah iadalah atraktor atau paradigma utuh mencakup :
• Perilaku
• Emosi
• Sikap
• Asumsi
• Nilai
• Proses berfikir dan
• Strategi
Kompetensi dasar yang diperlukan di era global
Ada 10 kompetensi generik pekerja yang dibutuhkan organisasi masa kini yaitu:
1. kompetensi lingkungan
2. kemampuan analitik, untuk menganalisa peluang pasar
3. kompetensi strategik, analisa kedepan
4. kompetensi fungsional, yakni kemampuan merancang program untuk mengantisipasi peluang dan perubahan.
5. kompetensi manajerial
6. kompetensi profesi, keahlian di bidang tertentu
7. kompetensi sosial, kemampuan adaptasi lingkungan
8. kompetensi intelektual, berupa daya nalar kritis
9. kompetensi perilaku
10.kompetensi individual berupa kemampuan memanfaatkan keunggulan diri.
Dari berbagai sumber
Rabu, 07 Januari 2009
Kembali Ke Jati Diri
31 Tahun untuk usia manusia bisa dikatakan baru mulai memasuki masa dewasa dan masa pematangan pembentukan karakter yang akan menentuka perjalanan nasibnya kemudian.
31 tahun untuk sebuah perusahaan juga bisa dikatakan sebagai masa memasuki alam ‘kedewasaan’ dan ‘kematangan’ . Karena mulai mengkristalnya karakter yang akan menentukan nasibnya di masa yang akan datang.
Kalau dianggap sebagai bahtera,ia sebenarnya tengah melayari lautan yang tenang dan teduh serta banyak ikan, tetapi bahtera ini tidak memiliki pengalaman menghadapi badai dan gelombang laut ganas yang bisa menenggelamkan bahtera , para crew/ tak pernah merasakan mabuk laut karena tidak ada gelombang semuanya serba nyaman tentram,sehingga tidak perlu sikap ‘grasa-grusu’,karena kemanapun haluan di arahkan lautnya tenang.
Dilihat dari perspektif ini,bisa di katakan sebenarnya kita mendapat rahmat Tuhan,dititipi sebuah perusahaan yang bebas krisis dari pengaruh krisis eksternal , krisis moneter tahun 1998 dan insya Allah kebal juga terhadap krisis ekonomi gobal , sementara banyak perusahaan lain yang terpaksa harus di tutup,dan mem-phk para karyawannya.
Saking nyamannya bahtera ini ,melayari waktu,hampir-hampir penumpangnya lupa mensyukuri nikmat Tuhan kepada sampai menjadi asyik sendiri olah pikir keluar diri,lupa olah rasa kedalam dirinya, melahirkan mentalitas,penuntut, mentalitas ‘out side in’,mentalitas “aku dapat apa?”tak pernah puas.
Aktivitas kerja menjadi aktivitas transaksional yang sepenuhnya rasional, padahal aktivitas kerja juga memiliki kaitan spiritual yang harus di maknai sebagai suatu bagian pengabdian kepada yang di Atas.
Mensyukuri nikmat Tuhan ini, seharusnya di kembalikan untuk 3 pilar stake holder generik ,yang yakni pemilik perusahaan ,sebagai pihak yang telah merelakan modalnya untuk dikelola sehingga bisa member lapangan kerja kepada kita, membuat kita bisa hidup layak terhomat dan berguna , pantaslahnya kita berterima kasih dengan segenap akal budi memuliakannya,melalui pemberian nilai tambah perusahaan dan keuntungan materil maupun non materil.
Pilar kedua yang berhak mendapatkan pemuliaan tentulah para pekerjanya yang karena melalui sentuhan akal budinya ,terwujudlah nilai tambah manfaat perusahaan yang kegunaannya dinikmati oleh semua pihak,baik langsung maupun tidak .
Yang ketiga yang merupakan titik fokus utama adalah customer, pelanggan yang karena loyalitasnya menggunakan produk perusahaan kita, membuat kita mampu berdiri hingga saat ini dalam kondisi “coing concern” .
Menilik pentingnya 3 pilar utama perusahaan tersebut diatas ,maka pada tempatnya kalau segenap energi rasa syukur kita , sepantasnya di arahkan dalam peng khidmatan kepada mereka melalui pelayanan prima..
Inilah jati diri perusahaan yakni menjadi servant leader, pemimpin yang melayani, nilai nilai pelayanan inilah yang penting untuk dikembangkan sehingga menjadi karakter dan budaya perusahaan.
Pembentukan karakter hanya bisa dilakukan bila memiliki nilai dan dorongan motivasi yang kuat dari segenap komponennya yang dipengaruhi oleh pertama kejelasan tujuan, visi dan misi perusahaan, serta adanya tantangan yang bukan merupakan tantangan kosong, tetapi realistis , karena ini diperlukan untuk mempertahankan spirit perubahan.
Kemudian team sukses yang ada memiliki kejelasan wewenang dan tanggung jawab, agar bisa berjalan optimal . Hal lain yang tak kalah penting untuk mencapai suatu keberhasilan, perlu ada semangat kebersamaan agar bisa mewujudkan kerjasama yang optimal , perlu ada rasa guyub, saling dukung tanpa saling menyalahkan, semangat kerjasama ibarat sinyal hand phone harus bagus karena tanpa network dan sinyal, sebaik apapun tujuan tidak akan tercapai optimal.
Last but not least merupakan perkara yang paling fundamental untuk menyusuri suatu perubahan, memerlukan suatu leadership, kepemimpinan yang memberi semangat dan dorongan sehingga akan muncul gairag dicintai dan mencintai terhadap yang dipimpinnya , sehingga akan mampu menarik jiwa-jiwa untuk berubah, hijrah menuju suatu aras baru yang menjanjikan harapan bagi kemuliaan hidup.
menjadi suatu prima causa bahwa, manusia itu tidak bisa diatur, yang diatur adalah benda, makhluk lainnya, sedangkan manusia hanya perlu dipimpin, itu sebabnya Tuhan menurunkan banyak nabi-nabi dalam sejarah manusia, ini tidak lain agar manusia dipimpin kejalan makna dan nilai tambah.
Langganan:
Postingan (Atom)